Cerita Eksibisionis Kakak Beradik : Petualangan Kakakku, Kak Alya 12

***

Pagi ini aku terbangun agak telat dari biasanya. Aku kurang bisa tidur nyenyak semalam gara-gara rasa penasaranku masih mengganggu, bahkan hingga pagi ini.

Semua berawal dari ketika aku pulang les dan menunggu jemputan kak Alya. Aku sungguh panas dingin tak karuan menghadapi hal-hal yang terjadi kemarin. Dari sore ketika aku mendapat telepon dari Dado, sampai malamnya dimana kak Alya pulang hampir larut malam. Malah dia pulang hanya menggunakan seragam serta celana dalam saja. Itupun ternyata punyanya Dado! Pasti akan ku barkar nanti. Paling tidak aku sudah mengonggokkan barang haram itu di teras depan. Aku belum bisa membayangkan bagaimana Kak Alya sampai bisa memakai pakaian milik dado itu. Sejujurnya aku masih tidak terima saat kak Alya dibawa jalan entah kemana sampai-sampai tidak menjemputku pulang les.

Aku tidak bisa membuang jauh-jauh semua bayangan tentang apa saja yang mungkin terjadi pada kak Alya. Ya, kak Alyaku yang cantik, imut, seksi, dan nakal. Kak Alyaku yang selalu kujadikan bahan colian hampir tiap siang dan malam. Dan karena kejadian kemarin, kini aku jadi membayangkan bagaimana bila kak Alya benar-benar dilecehkan oleh teman-temanku sendiri yang jelek, item, dan berbau busuk itu.

Kak Alya bener-bener nakal, selalu saja ia membuatku tersiksa. Memikirkan apa yang kak Alya ucapkan semalam kalau keempat temanku akan datang lagi ke rumah ini malah membuatku bingung dan dilema berat. Aku benci sekali membayangkan perlakuan mereka kemarin pada kakakku. Semena-mena, dan tak sopan. Tapi bila kembali ke objek fantasiku, aku seperti tak pernah puas membayangkan kakakku yang cantik, biasa bertutur dan bersikap sopan, dibaliknya bersikap nakal bak seorang pelacur yang mau menerima batang kemaluan siapa saja yang disodorkan padanya. Aku dilema berat.

Tapi perutku terlalu lapar untuk melanjutkan rasa penasaran ini. Mana semalam hanya makan mie instant.

Aku keluar kamar dan menuju keruang tengah untuk menyalakan TV. Suasana benar-benar sunyi. Dimana kak Alya?

“Deek! Udah bangun ya? Kalau mau makan kakak udah bikinin adek sarapan. Ambil di dapur ya dek..” teriak kak Alya dari dalam kamarnya.

“Oh! Iya kak, makasih ya kak” walaupun kak Alya sering membuatku sebal begitu, tetap saja, kak Alya tiada duanya kalau perhatian kepadaku.

Di dapur telah dihidangkan nasi goreng dengan telur dadar spesial dan nugget khusus untukku. Kak Alya, I love you full deh.

Sambil nonton TV aku menyantap hidangan buatan kak Alya. Hingga tak lama kak Alya keluar dari kamarnya dan menemuiku.

“Adek.. liat kakak deh..” kak Alya muncul di hadapanku menggunakan kebaya berkerudung dengan perpaduan warna pink dan putih. Kak Alya terlihat cantik sekali. Dengan kerudung yang menutup melingkar dan tergerai seperti selendang, serta lekuk pakaian yang agak membentuk tubuh kak Alya semakin memperlihatkan betapa anggun dan seksinya kakakku ini. Nggak heran kalau orang-orang selalu mengidolakan kakakku yang cantik ini

“Kak Alya cantik bangeet.. aku ampe pangling, hehe..”

“Hihi.. kakak tau kok.. kan kamu pinter gombal..” jawabnya dengan senyum genit.

“Yee.. kak, serius kok, bukan gombal..” seraya aku meletakkan piring sisa makanku yang sudah selesai dan bangkit mendekatinya.

“Iya deh, iya.. kamu serius, tapi mesum.. hihi.. lepas donk deek.. kusut nanti.. haha.. geli adek!” jeritnya sambil berusaha melepaskan pelukanku padanya.

TENG-TONG!

Tiba-tiba bel rumah berbunyi menganggu kesenanganku. Aku jadi teringat keempat temanku yang kata kak Alya mau main lagi ke rumah. Ternyata mereka benar-benar datang. Mendadak jantungku berdebar dengan kencang. Aku tak percaya mereka sudah benar-benar memperlakukan kakakku yang seharusnya mereka hormati dengan perlakuan tak senonoh. Terakhir kulihat mereka berani menyemprot peju-peju mereka di muka kakakku, dan kemarin entah benar atau tidak, kak Alya seperti dipaksa melayani kontol-kontol mereka, dan aku tak bisa menebak apa yang akan terjadi nanti. Yang pasti aku selalu diantara tak rela dan penasaran.

Tapi ku rasa mereka berani menggoda kakakku karena memang kak Alya yang suka mancing-mancing orang dengan nekat. Hanya saja rasanya agak aneh karena saat ini justru teman-temanku sendiri.

Akupun membuka pintu depan dengan terpaksa.

“Misi broo..” temanku satu persatu menampakkan senyum yang asalnya dari otak mesum mereka.

“Ngapain lo pade kesini lagi? Mau gangguin kakak gue lagi?” hardikku dengan ketus.

“Eeh adek, kok kayak gitu sama teman-temannya. Baru juga masuk.. ayo donk duduk dulu semuanya..” ujar kak Alya yang malah menyambut mereka dengan ramah.

“Eh iya.. makasih ya kak Alya yang baik.. dan cantik.. hehe” sahut Dado dengan cengengesan.

“Iya nih kak Alya.. tumben cantik bener dandanannya.. mau pergi ya kak?” tanya Yanto sambil menggoda kakakku.

“Bisa aja nih Yanto.. kakak tuh mau kondangan nanti siang, tapi kaliannya pada datang.. kakak jadi ga enak nih..” kak Alya menjawab dengan senyum manis.

“Sama orang-orang kayak gini sih jangan dikasih hati kak.. nanti ngambil jantung, ga pake minta lagi..” masih dengan ketus aku menyambut mereka.

“Ah, lo bisa aja bro.. kalo gue dikasi hati, ya gua ambil semuanya.. ya ngga kak Alya?” cerocos Bono.

“Ooh, gitu ya? Emang kalo diambil semuanya, mau diapain sih?” tanya kak Alya yang aku sebenarnya ngga jelas maksud pembicaraan mereka.

“Ya gue makan lah, kak.. Eh! Ada juga.. gue yang dimakan yak? Hahaha!” Bono tertawa dibarengi temanku yang lainnya sambil bergantian melihat Bono dan kak Alya. dan aku tahu maksud pembicaraan mesum ini.

“Hihi... pada ngomongin apaan sih? Kak Alya ga ngerti deh. Udah ya sama Aldi dulu.. kakak mau terusin dandan.. bentar lagi mau kondangan..” kak Alya pun meninggalkan kami menuju ke kamarnya. Dan aku pun kembali berhadapan dengan teman-temanku yang burik-burik ini.

“Woi! Lo pada kesini mau ngapain? Gue mau kondangan nih.. mending lo pulang deh.. eneg juga lama-lama liat lo semua..” dengan gaya mengusir aku jelaskan ke mereka.

“Aduh bro, lo tega amat sih.. masa tamu jauh-jauh datang lo sambut ketus gitu.. suguhin apa kek... minum kek, hehehe... kak Alya juga boleh...” Feri mulai bicara ngga enak didengar .

“Hehe.. iya broo, kakak lo cantik bener ni pagi.. ngga usah kondangan deh.. di sini aja maen ama kita-kita, biar rame, hehe..” Dado nimbrung sambil bicara pelan-pelan seolah takut terdengar kak Alya.

“Ah, elo Do.. pake ngomong pelan-pelan.. biasa lo teriak paling kenceng kemarin, hehe...” goda Yanto kepada Dado yang aku tak mengerti maksudnya.

“Diem lo ah!” hardik Dado karena memotong pembicaraan.

Tiba-tiba kak Alya muncul sambil menyediakan minuman untuk keempat temanku. Tapi kak Alya sudah berganti pakaian. Sekarang mengenakan kerudung yang panjang sebatas dada, kaos lengan panjang dan legging hitam yang ketat. Benar-benar mencetak bentuk pinggul dan pantat kak Alya! Bahkan kerudung dan kaos memperlihatkan lekukan busung dada kak Alya. Kak Alya sengaja pamer atau apa sih?

“Eh kak Alya datang lagi.. jadi seneng nih Bono..” wajah Bono menyeringai aneh.

“Iya nih kak Alya.. makasih ya suguhannya.. benar-benar sedap dipandang? Hehe..” Feri berbicara tapi tidak melihat gelasnya.

“Hihi.. minumannya?” tanya kak Alya bingung.

“Ngga kak, yang bawa minuman, bisa diminum juga gak yah? Hehe..” jawab Feri mulai mulai kurang ajar.

“Kak, jadian aja deh ama Dado yak? Dado baik kok orangnya. Kan apa aja dah Dado kasi buat kak Alya, haha..”

“Iih.. mulai aneh deh ngomongnya ya..” kak Alya malah hanya seperti tersenyum malu.

“Jangan sama Dado kak, sama Yanto aja.. Yanto bikin seneng deh kak Alya nya...” mereka mulai berebutan bicara. Aku saking kagetnya sampai tak bisa bicara apa-apa.

“Lo pada dah gak jaman bikin cewek seneng.. kak Alya sama Bono aja yah, Bono bikin kak Alya enak deh..” sambil mulai minum, Bono bicara pelan tapi mengena. Omongan-omongan yang mereka utarakan semakin membuat jantungku berdetak cepat.

“Iih, tuh dek liat temen-temenya.. masa kak Alya mau dibikin enak.. emang kak Alya makanan?”

“Iya kak Alya.. enak, sampai keenakan kak, hehe.. kalo perlu kita semua juga mau kok jadi pacar kak Alya.. haha!” tawa Dado lepas.

“Hihi.. keenakan apaan sih? Masih kecil-kecil dah pada mesum-mesum.. emang dah bisa bikin cewek keenakan?” jawab kak Alya seperti mempertanyakan mesumnya mereka.

“Lah kemarin yang sampai jejeritan kenceng banget siapa yaa?” Yanto nimbrung sambil melirik kak Alya. Aku jadi teringat kejadian kemarin, apa mereka sedang membicarakannya? Dan kenapa aku hanya bisa diam saja? Sebesar inikah rasa penasaranku pada kejadian kemarin?

“Hihi.. kemarin tuh ada kecoa jelek, item, bau lagi.. makanya kakak tuh teriak, huuu...” kak Alya seperti meladeni lecehan mereka.

“Iyaa kak Alya.. kecoa boleh item, jelek, bau, dan gede, tapi suka kaan?” Bono menimpali dengan wajah penuh maksud kearah kak Alya.

“Aduuh.. Adeeek, liat tuh masa kak Alya diledekin terus sama temen-temenmu..” ujar kak Alya malu.

“Hehe.. lo kok diem aja broo? Jangan-jangan lo konak lagi...” Dado melirik kearahku dengan cengengesan. Yang dia katakan memang benar, aku udah separuh konak membayangkan ucapan-ucapan mereka.

“Tenang aja bro..” potong Bono, “gue juga udah ngaceng, tapi kemariin.. hehe, ya ngga kak Alya?” tanyanya seolah mengajak kak Alya untuk menyetujui kata-katanya.

“Tuh dek, masa si Bon bon ngaceng tanyanya ke kakak sih? Emang kakak tahu pada ngaceng apa ngga, hihihi.. udahan kan minumnya? Kakak bawa ke belakang ya.. mau dicuci dulu..” seraya kak Alya bangkit dan mengambil gelas mereka satu persatu yang belum habis semuanya. Sambil menuju kebelakang, tatapan temanku tak lepas sekalipun dari kak Alya.

“Bro, gue mau cuci tangan dulu yak, kering nih.. hehe.. lo disini aja..” ucap Bono dengan nada setengah memerintah.

Ketika aku mau bangkit Dado menahanku dan mulai bertanya soal game PS baru yang aku punya. Aku tahu yang Dado lakukan hanyalah pengalihan, karena semakin lama Dado bicara semakin tak jelas. Aku lalu melihat Feri sambil bicara tak begitu jelas untuk permisi ijin memakai kamar mandi dan beranjak pergi.

Agak lama juga Dado nyerocos tak karuan, tapi aku tidak bisa konsentrasi karena ingin memastikan bahwa mereka memang tidak macam-macam pada kakakku. Maka aku langsung beranjak dari sofa dan menyusul kak Alya ke dapur.

Sesaat sebelum aku mencapai dapur, kudengar suara cekikian kak Alya. Aku tercekat dan malah berhenti, seolah ingin menguping ada apa dengan kak Alya.

“Tuh kan baju kakak jadi basah..”

“Biarin, hehe.. bagus malah basah-basahan..” terdengar suara Bono. Tak tahan karena penasaran aku langsung mendatangi dan berniat memergoki mereka di dapur, tapi bersamaan pula mereka juga keluar dari dapur.

“Adeek.. kakak mau ganti baju dulu ya, basah nih” kata kak Alya sambil memperlihatkan bajunya yang basah, tepat di bagian dada, dan leggingnya, terutama di bagian pantat, paha, dan selangkangan.

“Eh, bro, ada di sini lo? Hehe..” senyum cabul si Bono sambil berjalan kearah ruang tamu. Terlihat tangannya juga basah. Apa kak Alya tadi digrepe-grepe sama Bono?

Aku pun menyusul Bono duduk di ruang tamu dengan perasaan tak enak. Setelah beberapa saat kak Alya muncul sambil memakai kebaya yang tadi dikenakannya, bedanya kali ini kak Alya sudah memakai make up yang ringan, namun masih tetap memancarkan wajahnya yang cantik dan imut.

“Kak Alya mau pakai yang tadi?” tanyaku.

“Hihi.. gak tau juga nih.. nanti deh kakak tanya lagi yah?” kak Alya pun kembali lagi kekamarnya.

“Pada kemana nih yang lainnya bro?” tanyaku pada Bono.

“Paling lagi pada ngerokok di luar, bro..” jawab Bono sekenanya. Hal itu biasa mereka lakukan di luar karena aku tidak merokok.

“Lo ngapain sih bro tadi di dapur?” tanyaku dengan wajah tak enak.

“Kan gue dah bilang bro.. cuci tangan gue.. hehe”

Memang benar sih, dia cuci tangan. Dan aku melihat tangannya yang basah. Tapi kenapa kak Alya juga jadi ikutan basah?

Dia mulai ngobrol tak jelas yang mana aku tak ada keinginan untuk mendengarkannya, aku masih terus menunggu temanku yang merokok diluar. Dan tak lama pun Bono pun ijin keluar sebentar untuk ikut merokok juga. Setelah agak lama kak Alya pun muncul lagi dengan wajah senyum manis.

“Hihi.. adeek.. kalo kakak pake ini gimana?” kak Alya muncul memakai kemeja kuning lengan panjang, rok merah dengan pola-pola bunga berwarna pink cerah. Kak Alya terlihat cantik sekali. Hanya saja make up kak Alya seperti membuat wajahnya terlihat merona merah.

“Kak Alya cantik banget lho..”

“Cantik? Terus apalagi?” tanya kakakku seolah ia ingin aku menjawab yang lain.

“Kak Alya tetep seksi walau pakai gaun tertutup..” aku berani menjawab karena kebetulan teman-temanku sedang tidak ada.

“Adeek.. adek lagi mikirin apa sih? Pasti ngebayangin kakak lagi digituin yah? Emang bisa kalo lagi pake baju kayak gini?” tanyanya ingin mengorekku lebih jauh.

“Uugh.. bisa aja kak, kalo kakak tetep centil kayak gitu.. pas di acara kondangan nanti.. bisa-bisa kak Alya langsung kutarik ke kamar mandi..” jawabku sambil mulai mengeluarkan burungku.

“Digituin ituu.. kak Alya di-en-tot ya dek? Hihi.. sama siapa aja dek? Sama kamu? Atau sama penjaga-penjaga katering? Seperti fantasi-fantasi adek, hihihi...” tanya kakakku lagi sambil duduk manis ingin aku menjelajahi fantasiku sendiri.

“.. Uuugh.. kak Alya.. kakak dientot.. rame-rame sama pelayan katering, sama tukang sapu, dan satpam gedung..” jawabku sambil mulai mengurut-urut burungku melihat tingkah kak Alya.

“.. Hihi, bayangin terus dek.. kakak pake baju ini.. rok kakak cuma disingkap trus digenjot ganti-gantian di Toilet cowok dek.. terus buah dada kakak dikenyot-kenyot sama tukang sapu yang sudah tua dan ompong, hihi..” tawanya yang centil dan manja membuatku gemas. Dalam hati ingin sekali aku yang menyetubuhi kakakku sendiri.

“Kak Alya.. pegang dong.. kocokin Aldi..” rengekku yang tak tahan ingin dikocok oleh kak Alya.

“Adeek.. kan kak Alya belum selesai.. tunggu kakak yah..” tiba-tiba kak Alya kembali lagi ke kamarnya. Sepertinya kak Alya sedang menggodaku. Hanya saja kak Alya dandan terlalu lama.

Sambil menunggu temanku yang lainnya yang masih belum kembali, kak Alya kali ini muncul tapi hanya kepalanya yang mengintip dari balik tepi dinding.

“Adeek.. kalo kakak datang ke acara kondangan pakai baju ini gimana yah dek? Kira-kira yang mau ngentotin kakak siapa yah?” tanya kak Alya sambil akhirnya menunjukkan pakaian yang kak Alya pakai.

Aku sungguh kaget bukan kepalang seperti kesambar geledek. Jantung pun serasa berhenti. Tapi otong malah memompa dengan kencang. Kak Alya memakai seragam lusuh dan celana dalam yang sudah kuonggokkan di teras rumah! Itu seragam Dado! Kenapa bisa sampai dikenakan kak Alya lagi?

Sambil mendekatiku kedua tangan kak Alya masih terus berada di belakang pantatnya seolah sedang menyembunyikan sesuatu.

“Siapa donk deek.. Apa mungkin Pak Kojon? Atau Pak Jojo? Hihi..” tanya kak Alya yang malah menyebutkan nama tukang ojek di pangkalan depan komplek.

“.. Oogh kak Alya..” melihat kak Alya pamer paha putihnya di depanku seperti itu membuat kocokanku semakin kesetanan.

Lalu dengan perlahan kak Alya mulai memutar tubuhnya dengan pelan sambil terus mengarahkan wajahnya dan memandangku dengan ekspresi binal dan manja.

Dan Kak Alya menunjukkan sesuatu sambil tersenyum nakal.

“Adeeek... Temen-temen adek nakal tuh.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini sama temen-temen adeek.. nih liat deh...”

“Aaarghh kak Alyaaa!” Crooot-Crooot!

Pejuhku muncrat kemana-mana melihat ketakberdayaan kakakku dengan tangan masih terikat di belakang.

“Udah dek muncratnya? Enak yah? Suka gak liat kak Alya kayak gini?” kak Alya malah bergaya centil dengan menaikkan bahu kanan lalu kirinya walau tangannya masih terikat di belakang.

Aku masih tak habis pikir kenapa kak Alya bisa pakai seragam dan celana dalam lusuh itu lagi. Kalau kak Alya baru saja mengenakannya dari dalam kamar, berarti baju itu ada dari tadi di kamar kak Alya. Dan yang mengambilnya pastilah si Dado. Jangan-jangan selama ini dia tidak merokok diluar. Tapi di kamar kakakku bersama dengan temanku yang lainnya.

“Yoii kak Alyai! Seksi beneeer.. beniing!” teriak Bono yang baru muncul mengejutkanku.

“Eh, Bon bon.. iya nih kakak dikerjain sama si Dado.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini.. kakak jadi ga bisa nutupin paha kakak kaan? Tuh liat.. hihi” kak Alya malah cekikikan sambil menggesek-gesekkan kedua pahanya.

“Dado mana kak Alya? Hehe.. masih di kamar yak? Asyik donk.. ngapain aja yak dari tadi.. jadi kepengin ikutan nih Bono nya kak, hehe..”

“Hah?! Dado dari tadi di kamar kak Alya? Serius? Ngapain sih kak?” aku menyerbu kak Alya dengan pertanyaan karena kaget. Mereka semua semakin melunjak!

“Tau tuh.. kakak baru mau ganti baju gara-gara dibasahin sama si Bon bon, eh malah mau ikut masuk ke kamar.. katanya mau bantuin kak Alya pilihin baju buat kondangan nanti.. tapi malah disuruh pakai baju ini.. katanya lebih pantes tuh dek buat kakak, hihi.. kebayang ga sih kakak ke kondangan pakai baju ini?” jelas kak Alya panjang lebar

“Yoi kak Alya, pantes doonk.. ya ngga bro? Tuh kak Alya, Aldi diem aja tanda setuju tuh, haha..” kata Bono meminta persetujuanku sambil pasang tampang mesum.

Aku di antara marah dan tak tahan melihat keseksian kak Alya yang mengumbar paha putihnya kemana-mana. Pemandangan ini membuatku tak bisa berucap apa-apa, padahal kak Alya sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Aku benar-benar tak berdaya melawan hawa nafsuku sendiri pada kakak kandungku.

“Woi kak! Gue tungguin juga dari tadi, ampe kedinginan nih...” terdengar teriakan Dado dari kamar Alya yang pintunya sudah terbuka. Tak tahu siapa yang dia maksud.

“Tau nih kak Alya! Mana gue ga pake apa-apa lagi.. rese ni cewek.. hehehe..” Yanto iseng ikutan membentak. Apakah dia barusan membentak kakakku?

“Katanya mau dibantuin pilih baju.. malah lama-lama diluar, gue genjot juga lo kak.. hehe..” Feri seperti tak mau kalah ikutan. Seperti kata kak Alya bahwa mereka memilihkan pakaian untuk kakakku. Tapi semakin lama mulut mereka makin kurang ajar.

“Hihi.. sorry yah semuanya, ya udah deh kak Alya balik ke kamar lagi..” kak Alya malah menjawab centil sambil cekikikan dan berlari-lari kecil kembali menuju kamar, “adeeek, tunggu bentar di sini yah.. kakak lagi mau pilih baju dulu sama temen-temen adek..”

“K-kak Alya..!” aku seperti tak terima ditinggal seorang diri dalam keadaan tanggung.

“Adek, ummm.. mau ikut liat kakak di-pa-ke-in sama temen-temen adek?” jawabnya genit menekankan kata yang maksudnya menjadi ambigu di pikiran ngeresku. Seharusnya aku marah dan tak bergeming atau pergi dari semua ini. Tapi...

“Kak.. aku liat donk.. yah?” aku seperti dalam keadaan malu dalam kondisi diketahui teman-temanku kalau aku punya hasrat pada kakakku sendiri. Tapi aku seperti tak rela untuk tidak melihat bagaimana kak Alya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang-orang seperti mereka. Burik dan jelek. Aku benar-benar sudah menyerah pada nafsuku sendiri ketimbang marah-marah dan ditinggal sendiri.

“Tapii.. kasihan tuh si Bon bon sendirian dek.. kak Alya nanti balik lagi kok yah.. hihi..”

Aku melihat kak Alya pergi dan menghilang di balik tembok yang menuju kekamarnya. Berikutnya aku hanya mendengar suara-suara teman-temanku. Terkadang seperti bergumam. Terkadang mereka tertawa dengan bersamaan disertai cekikikan kakakku.

“Lo disini aja dulu ya bro, gue mau bantu kakak lo biar cepet keluar, hehe..” Bono menahan pundakku seraya bangkit dari sofa sambil cengengesan.

Akupun tak mau berdiam langsung beranjak menyusul ke kamar. Hanya saja aku bingung antara ingin menyelamatkan kak Alya dari kebrutalan teman-temanku ini, atau melihat kak Alyaku yang cantik, putih, bening, dan imut ini sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Dan sepertinya otongku sudah menjawab semuanya. Aku benar-benar tak tertolong..

Aku berjalan mendekati kamar kak Alya. Pintunya terbuka sedikit, apa sengaja tidak ditutup rapat? Tiba-tiba kepala Bono muncul dari celah seolah seperti sudah menungguku.

“Yoi broo! Sini masuk.. liat donk kakak lo lagi ngapain, hehe.. gile, ngaceng lagi gue.. kakak lo emang bener-bener nakal bro.. lebih nakal dari lonte, haha!” tawanya sambil membuka lebar-lebar mengajakku masuk.

Dan aku melihat pemandangan yang selama ini hanya bisa kubayangkan saja. Yaitu fantasi liar setiap cowok-cowok sepertiku. Kak Alya yang masih dengan posisi tangan terikat sedang berlutut membelakangi pintu masuk menghadap si Dado yang sedang duduk di tepian kasur di depan kak Alya. Sedang kepala kak Alya sedang berada di selangkangan Dado sambil kepala kakak dipegang oleh Dado. Seragam kak Alya sudah dipelorotkan sampai setinggi dada bawah, membuat buah dadanya yang putih berkeringat dengan puting berwarna coklat pink menggantung bebas. Perbuatan mereka sungguh bejat!

“Eeh.. broo.. eeghh.. sorry, gue ga bisa konsen.. hehe.. mulut kakak lo.. uugh, anget bener.. terusin sepongnya.. yang dalem!” Dado bicara sambil lalu dan dengan kurang ajarnya agak membentak kakakku.

“Enak bro? Hehe, cabut bentar bro.. gue pengen Aldi ngeliat yang gue lakuin tadi ke kak Alya.. hehe..” Yanto berujar penuh misteri.

Kak Alya menarik kepalanya sampai kontolnya terlepas semua dari rongga mulut kak Alya. Lalu dimiringkan dan ditengadahkan kepalanya menghadap Yanto. Yanto mengumpulkan ludahnya dan menumpahkan semuanya ke dalam mulut kak Alya, berkali-kali ia lakukan dan kak Alya malah tampak seperti menerimanya sambil menjulurkan lidahnya.

“Yoi kaaak... biar licin dikit ah, hehehe... awas tar lecet mulut lo... adek lo tar marah-marah lagi ma gua, hehehe...” cerocos Dado pada kak Alya ambil melirik licik padaku.

“Anjriit nih cewek.. seneng banget nerima ludah gue.. Bro, gue genjot bentar yah mulutnya.. gemes banget gue..” ujar Yanto bicara kasar sembari menghina kakakku.

“Berdua aja bro.. kita liat apa kakaknya Aldi bisa nyepongin kita berdua, hehe..” Ujar Dado sambil bangkit ambil posisi bersebelahan dengan Yanto.

“Bro.. liatin nih mulut kakak lo dimasukin dua kontol.. Woi, kak! Minta ijin nooh ama adek lo, kasian banget tuh.. cepetan!” bentak Dado pelan pada kakakku.

“.. Hu huu.. adeek, kakak dipaksa niih sama temen-temen adek.. boleh ngga dek? Muat ngga sih dek kalo dua kontol temen adek masuk mulut kakak?” tanya kak Alya kepadaku dengan wajah yang manja, seolah meminta persetujuan, bukan keberatan.

“Ah, kemarin muat kok masuk punya gue sama si Bono, hehe..” potong Dado menyela kami. Mengingatkanku pada kejadian kemarin. Berarti benar adanya kalau kemarin kak Alya benar-benar dicabuli oleh mereka-mereka ini, teman-temanku yang bangsat. Tapi kenapa kakakku mau-maunya diperlakukan seperti itu!?

“Bro, kalo Aldi diem itu tandanya setuju.. dari tadi juga kayak gitu kok.. iya kan bro? Hehehe, parah lo..” aku menoleh pada Bono seperti tak percaya dia mengucapkan itu. Tapi benar apa adanya, aku malah terangsang melihat kakak kandungku diperlakukan seperti ini. Baik bagi mereka, maupun bagi aku, kak Alya bagaikan sebuah objek pemuas fantasi. Rasanya aku malah sedang perang batin antara mengeluarkan otongku di depan mereka atau tidak.

“.. Adeek.. mulut kakak dientotin kontol mereka nih, liat deh.. Aaaa..” selesai bicara kakakku membuka mulutnya lebar-lebar seperti mau melahap dua kepala kontol itu sekaligus. Arrgh, kak Alya! Aku tersiksa ingin coli, tapi aku sedang di depan teman-temanku.

“Uugh.. gila nih cewek.. mukanya ga nahanin banget.. udah cantik, putih, mau-mau aja lagi nyepongin kontol kita-kita.. dasar pecun lo, kak.. hehe..” sambil nyerocos tak karuan Dado mengelus-elus rambut kepala kak Alya dan menekannya seperti ingin memasukkan kedua kontol kemulut kak Alya lebih dalam. Dengan wajah penuh keringat, Kak Alya benar-benar dijadikan mainan mereka siang ini. Sampai hampir tak sadar bahwa jam hampir menunjukkan pukul sebelas. Bukankah kak Alya dan Aku harus pergi ke acara nikahan? Bagaimana ini?

Tapi seolah aku jadi tak begitu memperdulikan acara itu, aku masih ingin melihat aksi petualangan kakakku.

Tiba-tiba kita semua dikagetkan oleh bunyi dering BB kak Alya yang melantunkan nada dering Don’t Stop The Music dari Rihanna. Yanto yang kebetulan posisinya berada di dekat meja rias kak Alya mengambil BB dari atas meja itu.

“Bokapnya, bro!” kata Yanto memberitahukan pada yang lainnya sambil mencabut otongnya dari mulut kak Alya seperti tampak panik.

Dado lalu mencabut otongnya dari mulut kak Alya, “Eh cun! Lo jawab ya nih telpon.. ga baek lho pecun bikin khawatir bokapnya.. haha. Dasar pecun lo!” tawanya meledak disusul dengan yang lainnya.

Kak Alya menjawab panggilan dengan tangan terikat dan HP yang diletakkan Yanto di paha Dado.

“Hallo Pah..” kak Alya menyapa papa, aku tak bisa mendengar apa yang papa ucapkan di HP kak Alya.

“.. Udah donk Pahhh, dari tadi.. hihi.. hhh..” jawab kak Alya sambil Feri menepuk-nepukkan kepala kontolnya ke pipi kakakku. Wajah kak Alya sudah memerah. Apakah kak Alya sedang dilanda horni berat?

“.. Inihh.. ada di sini kok Pahhh.. sama temen-temennya.. ada Feri.. ada Yanto.. Bono.. samaa..” di tengah kak Alya sedang bicara, dengan kurang ajar tiba-tiba Dado yang sudah memposisikan kepala kontolnya tepat di depan mulut kak Alya, langsung menekannya dalam-dalam.

Lalu menariknya lagi dengan posisi kontol masih di dalam mulut kak Alya. Lalu menekannya lagi. Begitu seterusnya beberapa kali sampai saking dalamnya Dado menekan, kak Alya mulai kewalahan dan batuk-batuk tertahan karena masih terganjal kontol Dado. Melihat kak Alya menggeliat-geliat karena tangannya masih terikat membuatku tak tahan dan akhirnya mengeluarkan kontolku dari dalam celanaku.

Terdengar Papa memanggil-manggil kak Alya kenapa mendadak tak melanjutkan pembicaraan. Lalu Dado menarik kepala kak Alya sampai terbebas dari kontolnya.

“PUAHH! UHUK! UHUK!” kak Alya terbatuk sampai mengeluarkan air mata.

Dengan kontol penuh ludah cair dan lendir kak Alya, Dado mengoleskannya keseluruh wajah kak Alya yang bersih putih dan memerah karena horninya kak Alya, mulai dari pipi, kening, bibir, sampai hidung seolah ingin agar kak Alya mencium bau ludahnya sendiri. Wajah kak Alya kini terlihat mengkilap akibat basah ludah Dado, Yanto, dan kak Alya sendiri.

“Ngga papa kok Pahh.. iya, Alya lagi batuk aja nihh.. iyaa Paahh.. Alya agak gak enak badan.. makanya ditemenin sama Aldi dan temen-temennya..”

“.. Ini Alya lagi dikasih obat sama temennya Aldi.. maksa lagi ngasihnya, hihi..” kak Alya cekikikan sambil menoleh kearahku dan yang temanku yang lainnya. Kak Alya bisa-bisanya bicara tersirat begitu sama papa. Aku baru tahu kalau kak Alya bisa senakal itu.

“.. Diajak ke acara sekalian? Ini malah mereka yang ngajakin Alya, hihi.. emang pada nakal tuh semuanya.. Ya udah ya Pahh.. nanti kalau Alya udah enakan banget, Alya keluar deh.. dag Papaah..” lalu terdengar sambungan terputus.

“Asli binal bener nih kakak lo bro...” Feri yang sedari tadi berdiri dipojokan kamar mulai bersuara. Ternyata dia merekam gambar pergumulan kak Alya sejak awal. Kak Alya malah membalas ucapan Feri dengan memberi senyum pada HP Feri yang sedang merekamnya.

“Gue bilang juga apa bro.. Eh, Lonte! Lagi donk, jangan diem aja.. Lo laper kan? Laper kontol kita-kita? Haha!” Dado mulai sering melecehkan kak Alya.

“Aduh, Adeeek.. kak Alya jadi dipanggil lonte tuh sama Dado.. berarti semua harus bayar donk sama kak Alya kalo kakak ngelonte di kamar ini, hihi...”

Kembali Dado memegang kepala kak Alya dan mulai menekan naik turun lagi.
Sampai beberapa saat, pinggul Dado mulai ikut bergoyang berlawanan irama dengan kepala kak Alya. Intesitas goyangan pinggul Dado mulai meningkat.

Semakin dekat aku berdiri, kini sudah berada di samping dekat kak Alya. Aku pun mempercepat kocokanku sambil melihat ekspresi kak Alya yang mulutnya sedang digenjot sambil melihat muka Dado. Kak Alya seperti sedang kepayahan betul wajahnya disetubuhi dengan kasar oleh Dado.

“.. Eegh.. Eegh.. Kaak.. nih bayaran buat lo kak... uughh.. pecun..” cerocos Dado

“.. Uuh kak Alya.. nakal nih kak Alya.. mau aja dientot mukanya sama Dado jelek..” gumamku lirih sambil makin mempercepat kocokanku melihat bagaimana mulut lembut nan imut kak Alya yang pink kemerahan itu mengempot keluar masuk akibat gesekan kasar kontol hitam si Dado.

“.. Gue bikin kenyang lo kak.. Eegghh.. ama pejuh guee.. Hheeggh.. Aarrgh!”

“.. Eeeghh kak Alya lonteee!” aku menyemburkan pejuhku berkali-kali sampai mengenai telinga, pipi, dan rambut kak Alya. Dado masih menahan kepala kak Alya sambil sesekali kelojotan menyemprotkan spermanya kedalam tenggorokan kak Alya sampai perlahan-lahan mulai berkurang semprotannya.

Sedang kak Alya berusaha menelan semua sperma Dado. Kak Alya nampak kewalahan dengan banyaknya sperma Dado yang menyemprot hingga sebagian ada yang keluar dari sela-sela bibir lembutnya.

“Ayoo.. kakak harus telen semua pejuh yang keluar, biar sehat.. hehe.. gue baik kan.. mulai sekarang kak Alya kita kasi makan pejuh aja biar sehat, hahaha!” tawanya mengajak yang lain ikut tertawa.

Kak Alya yang baru saja digenjot mulutnya memundurkan kepalanya sambil masih memejamkan matanya. Kami semua seolah menunggu respon kak Alya dari kata-kata pelecehan dari Dado. Sambil menjilat sisa-sisa pejuh yang belepotan di tepi-tepi bibirnya, kak Alya mulai membuka matanya setelah menelan sisanya. Lalu membuka mulutnya.

“.. Lihat deh.. abis semuanya kakak telan.. hihihi..” jawabnya sambil memanyunkan bibir menggembungkan pipi dan mengedipkan sebelah matanya.

Ooh, Kak Alyaku.. Kakak benar-benar binal. Tega membuat aku adiknya sendiri tersiksa melihat tingkah kakaknya.

“Lohh.. kok rambut kakak ada pejuhnya? Pejuh kamu ya dek? Iihh.. kramas lagi deehh..”

“.. Maaf kak, udah gak tahan.. liat kak Alya tadi..”

“Wah parah lo broo! Terangsang liat kakak sendiri”... Bono meledekku. Dan yang lain pun ikut menertawakanku seperti orang bodoh yang tak berdaya.

“Hihi.. kak Alya mandi dulu yaa.. mau kramas dulu nih gara-gara Aldi..” dengan muka imut dicemberut-cemberutin, “tapi dilepas dulu donk iketannya.. pegel tau kak Alyanya nih..”

“Gue lepasin yah, tapi nanti gue dikasi hadiah donk kak..” Bono dengan kurang ajar minta imbalan bila melakukan yang kak Alya minta. Dan pasti selalu sesuatu yang cabul. Bahkan aku khawatir akan lebih jauh dari ini.

“.. Umm.. apa yaah? Bon bon maunya apa sih? Pasti yang aneh-aneh deh maunya..” tanya kakakku pura-pura bingung padahal tau betul apa isi kepala keempat temanku setelah dikerjai seperti itu

“Kak Alya tadi bilang mau kramas kan? Hehehe... kita bantuan kakak kramas deh.. sekalian kaaak, badan kita juga pada keringatan niih, hehe..”

“Jadi mandi-mandiin doonk, hihi.. Trus, mandiin sama shampoo-in kakaknya pakai apa? Pake pejuh kalian lagi? Iyah?”

“Ya iyalah kaak... Hahaha!”
“Huuuu... Kayak adek donk yah... suka ngecrotin rambut kakaknya, hihihi...” jawab kak Alya enteng seperti lupa bagaimana aku bereaksi terhadap kenakalan dan kenekatan kak Alya meladeni mereka.

“Nah gitu donk kak! Ayo bro, kita buka iketannya berempat aja.. biar kita berempat yang mandiin nih cewek, hahaha!” Feri dengan menyebut tak sopan kakakku langsung maju diikuti temanku yang lainnya.

“Iiih, siapa juga yang bilang mauu... Aduduh! pelan-pelan doonk.. hihi, geli nih kakak! Satu-satu yang donk yang bukaiiin...” kak Alya menggelinjang kegelian saat mereka menyerobot rame. Apakah aku hanya akan diam saja? Tidak. Aku harus ikut ambil bagian, aku mau ikut memandikan juga.

“Kak, aku ikut bantuin buka..!”

“Jangan broo.. lo kan yang ngotorin rambut kakak lo... kasian kan, hehe.. makanya, lo jadi adek jangan mesum ama kakak sendiri, hehe..” si Dado mencari-cari alasan agar aku tak boleh ikut. Si Dado bener-bener kurang ajar pada kami berdua, tapi aku menunggu persetujuan kakakku sendiri.

“.. Umm.. sebenarnya kasian juga sih kalo kamu ditinggal sendirian disini.. tapii, kan kamar mandinya ga muat tuh dek.. adek gak papa kan nunggu? Kakak janji deh mandiin kamu nanti yah..”

“Iya broo... ntar aja kalo kita dah pada pulang... lagian kakak lo nih pengen banget mandiin kita berempat, hehehe... kita sih pasrah aja, ya ngga bro?”

“Iiiihhh, siapa jugak yang mau mandiin kalian? Kepedean kalian... dasar jelek, hihihi...”

aku tak tahu siapa yang menjawab karena aku sudah shock dengan jawaban kakakku yang malah mendahulukan mereka ketimbang aku sebagai adiknya sendiri untuk memandikan mereka. Aku tahu acara yang akan terjadi nanti tak hanya mandi bersama, mungkin bisa lebih dari itu..

Selanjut-selanjutnya aku tak bisa mendengar jelas siap yang bicara. Aku hanya mematung tak percaya dengan jawaban kakakku sambil ia meninggalkan kami menuju ke kamar mandi, sedang keempat temanku masih saling berpandangan seperti tidak memperdulikan kehadiranku di sana. Terlihat nafsu mereka pada kakakku seperti sudah sampai ke ubun-ubun.

“Eh bro! Kakak lo emang bener-bener deh.. siapa aja yang udah dibikin konak ama dia?”
“Yoi bro, gak nyesel gue punya temen kayak lo, hehehe..”

“Gue yakin lo pasti dah pernah gitu-gituan ama kakak lo yah? Hehehe, parah lo bro, kakak kandung sendiri lo embat, udah gitu kagak bagi-bagi lagi.. hahaha!”

“Iya nih si bro ganteng satu ini... terus gimana nih bro... gak papa kan kakak lo gue susul ke kamar mandi, ngga baik membiarkan perempuan menunggu lho, hehehe...”

“Iye broo.. gue gak nyangka kakak lo mau-mauan aja, udah kayak perempuan nakal aja kakak lo... kayak pecun! Hahahaha!” silih berganti mereka semua berbicara merendahkan kak Alya atas kenakalan kak Alya yang semakin kemari semakin mereka pandang gawat saja.

Tiba-tiba terlintas bayangan pertama kali aku memperkenalkan kak Alya pada teman-temanku dulu. Awalnya aku hanya ingin membuat mereka iri padaku karena memiliki kakak yang cantik, baik, dan seksi pula. Sampai akhirnya mereka jadi mengidolakan kakakku hingga terang-terangan. Tapi sial. Kenapa jadi begini!?

Sumber : Forum Semprot
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar