Beberapa bulan setelah masturbasi pertamaku, aku masih tetap melakukan
aktivitas seksual tersebut. Meski aku sangat terobsesi dengan aktivitas
ini, aku tetap mencoba untuk membatasinya. Sesuai anjuran kak Naya, aku
hanya melakukannya hanya jika aku sedang tidak ada kerjaan sama sekali.
Karena pada beberapa minggu pertama, aku hampir melakukannya tiap hari.
Hal tersebut sangat berdampak pada kehidupan sehari-hariku. Nilai
ulanganku jeblok karena waktu belajarku malah terisi oleh masturbasi,
aku juga sering menolak ajakan temanku untuk hangout karena aku sedang
asik dengan tubuhku sendiri, dan yang terakhir, tubuhku menjadi sering
lemas gara-gara aktivitas tersebut.
Namun yang paling susah dalam membatasi aktivitas tersebut adalah
tubuhku sendiri. Aku merasa sangat mudah sekali menerima rangsangan. Hal
tersebut membuatku selalu ingin melakukan masturbasi. Menurut kak Naya,
hal tersebut wajar, karena kak Naya juga memiliki pengalaman yang sama
ketika mengenal masturbasi. Menurutnya, masa pubertaslah yang
mempengaruhinya.
Dengan batasan ini, maka waktu yang tepat untuk bermasturbasi adalah
ketika sebelum tidur dan ketika mandi. Meski aku juga sering
bermasturbasi di ruang lain di dalam rumahku ketika kedua orang tuaku
sedang tidak ada di rumah yang biasanya aku nikmati dengan bertelanjang
ria seperti yang dilakukan kak Naya. Selebihnya, aku hanya bertelanjang
di dalam kamarku saja dan itu pun lebih seringnya hanya kulakukan ketika
tidur setelah bermasturbasi.
Dalam bermasturbasi pun cara yang kulakukan lebih bervariasi. Aku tidak
hanya mengandalkan jari-jariku saja untuk menyentuh kemaluanku ataupun
dadaku. Aku juga mengandalkan semprotan air shower yang diarahkan tepat
ke lubang kemaluanku, atau menggunakan guling yang kugesek-gesekkan ke
permukaan kemaluanku yang sebelumnya sudah kubalut dengan handuk agar
cairan kewanitaanku tidak membekas di guling. Bahkan, aku pernah sekali
mendapatkan orgasme hanya dengan menggesekkan kemaluanku yang masih
tertutup celana olaharaga pada sudut meja yang ada di ruang kelasku.
Tentu saja waktu itu kondisi kelas sedang sepi.
Aku juga punya sebuah pengalaman yang susah untuk dilupakan. Pengalaman
tersebut adalah ketika aku pertama kalinya kencing di tempat terbuka.
Mungkin terdengar biasa saja. Namun yang membuat sulit terlupakan adalah
waktu itu ada orang lain yang berada di dekatku, walaupun dia
membelakangiku, namun tetap saja membuat aktivitasku waktu itu sungguh
mendebarkan. Oh ya, orang tersebut adalah Kak Chandra, pacar kak Naya.
Hal tersebut terjadi ketika kak Naya sudah pindah ke kotaku dan
mempunyai pacar yang sebenarnya teman SMAnya. Waktu itu, kami tidak
sengaja bertemu di sebuah warung tenda yang kosong di tengah hujan yang
lebat. Aku yang masih berseragam sekolah, terpaksa berhenti di warung
tersebut karena aku tidak membawa jas hujan. Sialnya, bajuku sudah
terlanjur basah oleh air hujan yang sempat mengguyurku sebelum sampai ke
warung ini.
Singkat cerita, kak Chandra menawarkan meminjamkan jaketnya untukku.
Namun karena bajuku basah, mau tidak mau aku harus melepasnya karena
memang baju basah tersebut membuatku menggigil kedinginan. Aku sempat
ragu untuk berganti pakaian di tempat ini, terlebih ada kak Chandra
disini. Namun karena kondisi memang sedang sepi, dan kak Chandra
bersedia membalikkan badannya, aku beranikan diri untuk berganti pakaian
di pojok warung yang tertutup oleh kain.
Tapi entah apa yang ada dipikiranku, aku malah memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk kencing. Karena memang sebenarnya aku sudah menahan
kencing sejak meninggalkan sekolah, dan diperparah dengan udara yang
dingin ini, mau tidak mau aku harus menuntaskan hasratku.
Dengan sigap setelah memastikan kak Chandra tidak melihatku, aku
menaikkan rok panjang seragamku dan langsung menurunkan celana dalamku
dan dialnjutkan dengan posisi jongkok. Tak lama kemudian air kencing
mengucur dengan derasnya dari lubang kemaluanku. Inilah pertama kalinya
aku kencing di tempat terbuka, pertama kalinya juga kemaluanku terekspos
di tempat terbuka. Dan perasaan yang ditimbulkan waktu itu sangatlah
mendebarkan. Rasanya hampir sama dengan ketika aku bertelanjang ria di
rumah, namun ini lebih menantang, lebih mendebarkan. Dan perasaan
mendebarkan ini akhirnya merembet ke libidoku. Ah tidak, masa iya aku
harus masturbasi pada saat itu juga?
"Pokoknya sampai rumah nanti aku harus masturbasi". Itulah yang yang ada dibenakku waktu itu.
Aku telah dikuasai oleh nafsu, adrenalinku memuncak, yang entah kenapa
membuat aku berpikiran untuk melepas pakaian dalamku dan menikmati
perjalanan pulang tanpanya. Kuputuskan untuk melepas sekalian celana
dalamku yang masih tersangkut di kakiku dan menggunakannya untuk
mengeringkan sisa air kencing di kemaluanku. Aku juga melepas braku
setelah melepas seragamku sebelum dilanjutkan dengan memakai jaket kak
Chandra. Setelah itu kami pun beranjak dari tempat itu dan menuju
rumahku. Kak Chandra ikut ke rumahku karena di rumahku ssat itu sedang
ada kak Naya.
Tidak cukup dengan menikmati perjalanan pulang tanpa pakaian dalam, di
tengah perjalanan aku diberi tahu oleh seorang pemotor kalau resleting
rokku terbuka. Tentu ini adalah hal sangat memalukan, terlebih aku tidak
memakai apa-apa dibaliknya. Apakah orang tadi juga melihat bagian dalam
rokku? Apakah dia tahu kalau aku tidak memakai celana dalam? Aku
benar-benar malu waktu itu. Tak kusangka perbuatan isengku malah
menimbulkan hal yang memalukan ini. Namun dibalik rasa malu itu, aku
merasakan sedikit rasa bangga, bangga jika ada yang melihat bagian
tubuhku. Ah entah itu disebut bangga atau tidak, namun yang jelas ada
perasaan sedikit senang. Perasaan malu yang menyenangkan? Memang sulit
mendeskripsikan perasaanku waktu itu.
Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku setelah membiarkan kak
Naya dan kak Chandra mengobrol. Di kamar, aku langsung melucuti
pakaianku, dan langsung menuntaskan hasratku. Dan saat itulah aku
mendapati salah satu orgasme terhebatku.
****
Sekarang, kak Naya telah pindah ke kotaku. Kosnya pun dekat dengan
sekolahku. Orang tuaku sempat menawarkannya untuk tinggal di rumahku,
namun ditolaknya dengan alasan tidak ingin merepotkan keluargaku.
Padahal aku akan sangat senang jika kak Naya tinggal bersamaku. Namun
tak apa, karena sekarang kak Naya bisa main ke rumahku kapan saja
begitupun sebaliknya. Terlebih karena kosnya yang dekat dengan
sekolahku, aku jadi sering mampir ke kosnya sepulang sekolah.
Selama mengobrol, kami juga masih sering membahas hal yang berhubungan
dengan kebiasaan kami ini. Aku tidak malu lagi menceritakan kegiatan
masturbasiku dengannya, ataupun sebaliknya kak Naya yang bercerita
kepadaku tentang kebiasaan bertelanjangnya itu. Bahkan beberapa kali aku
mendapati kak Naya tidak berbusana ketika di kosnya.
Suatu saat ketika aku berada di kos kak Naya, aku berkesempatan untuk
menceritakan pengalamanku bersama kak Chandra tadi kepada kak Naya.
Sebenarnya aku ragu untuk menceritakannnya, karena aku takut jika kak
Naya marah atau cemburu. Tidak lain karena kak Chandra sendiri adalah
pacar kak Naya. Namun sebaliknya, kak Naya malah terlihat antusias
mendengar ceritaku.
"Haha... Kamu kok kepikiran buat ngelepas daleman segala sih?" tanya kak Naya.
"Gatau kak... tiba-tiba pengen aja..." jawabku.
"Pasti waktu itu kamu lagi 'pengen' ya?" lanjut kak Naya.
"Iya sih kak... abisnya dingin kak.."
"Trus gimana rasanya?" tanyanya.
"Apanya?"
"Ya gimana rasanya buka-bukaan di sebelah Candra... rasanya diliatin orang itunya..." lanjutnya.
"Ya deg-degan kak... dan malu pastinya... tapi..." jawabku.
"Tapi kenapa?"
"Eh kenapa sih kak Nay nanya rasanya segala?" tanyaku.
"Haha... soalnya aku pernah ngalamin kayak kamu... buka-bukaan di belakang Chandra... haha" jawabnya.
"Iyalah... kalian kan pacaran...."
"Heh! Jangan mikir yang macem-macem ya! Aku belum pernah gituan sama
Chandra... lagian ini kejadiaannya sebelum aku jadian sama dia..." jawab
kak Naya yang terlihat tersinggung.
"Maap-maap... hehe.... buka-bukaan gimana?" tanyaku.
"Ya buka baju di belakang Chandra kayak kamu... malah aku sampe bugil.... dan aku...." jawabnya.
"dan apa?"
"masturbasi." jawabnya dengan bangga.
"Hah? Serius? Emang kalian lagi ngapain? Itu kejadiannya dimana?" tanyaku.
"Ada deh... pokoknya di tempat yang terbuka...." jawabnya.
"Yah... critain dong kak..." rengekku.
"Haha... kapan-kapan deh aku critain... hehehe" jawabnya.
"Yah.... kak Nay curang... aku kan udah crita..."
"Besok deh... sekalian aku tunjukin tempatnya.... hihihi..." jawabnya.
"Janji ya.... emang dimana sih?" tanyaku.
"Pantai." jawabnya.
"Pantai mana?"
"Aku gak tau namanya... tapi aku inget tempatnya." jawabnya.
"Pantai disini kan jauh-jauh kak.."
"Udah gapapa, nanti aku yang boncengin... aku udah pengen refreshing nih..." katanya.
"Mau naik motor?" tanyaku.
"Ya... emang mau naik apa lagi?"
"Nanti aku coba pinjem mobil papa deh.." kataku.
"Emang boleh?"
"Kalo aku yang nyetir ya pasti gak boleh kak.... kalo kak Nay pasti papa bolehin deh..." kataku.
"Sip!"
"Mau ajak kak Chandra juga?" tawarku.
"Ha? Jangan!" jawabnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Pokoknya jangan! Nanti rusak rencananya..." jawabnya.
"Emang kak Nay ngerencanain apa sih?" tanyaku.
"Kejutan. Pokoknya kamu siap-siap aja." jawabnya.
****
Keesokan harinya, kak Naya terlebih dahulu ke rumahku menjemputku
menggunakan motornya. Dengan kemeja biru muda polos dan jilbab biru
gelap yang sepadan dengan warna celana jeansnya, dia terlihat menenteng
sebuah ransel yang mungkin berisi bekal untuk kami ke pantai. Sedangkan
aku memilih baju yang lebih santai. Sebuah kaos lengan panjang dan
celana panjang kain bermotif batik, serta sebuah jilbab yang simple.
Memang terkesan lebih seperti pakaian rumahan. Namun tak apa, toh ini
cuma jalan-jalan santai aja. Aku juga membawa baju ganti untuk
berjaga-jaga jika nantinya kami akan bermain di laut.
Setelah berpamitan dengan orangtuaku, kami langsung berangkat menuju
pantai. Aku cukup salut dengan kak Naya. Baru beberapa minggu di kotaku,
tapi dia sudah terlihat hafal dengan jalanan sekitar sini.
"Kapan kalian pernah ke pantai ini kak?" tanyaku.
"Belum lama kok... awal-awal aku kesini lah..." jawabnya.
"Oh.. diajakin kak Chandra ya?" tanyaku.
"Iya..."
"Kalian ngapain aja disana?" tanyaku.
"Kepo banget sih kamu... ya cuma main biasa.." jawabnya.
"Tapi kok kak Nay bisa buka baju segala?"
"Dah... nanti aja aku critain..."
"Yah... bikin penasaran aja nih kak..." kataku.
"Hahaha..."
Kami menyempatkan untuk mampir ke sebuah mini market untuk membeli
cemilan. Dan tak lama setelah itu, kami sudah sampai ke tempat tujuan
kami.
"Oh.. pantai ini... ini sih aku udah sering kak..." kataku.
"Bukan..bukan yang ini... sebelahnya lagi..." jawabnya.
"Jauh?"
"Lumayan"
"Trus ngapain kita parkir disini?"
"Ya emang bisanya parkir disini... kita kudu jalan kaki kesananya.." jawabnya.
"Yah... capek dong kak...." keluhku.
"Udah gapapa... sebanding kok.... nanti kalo capek aku pijitin deh..." jawabnya.
"Serius ya... pokoknya kak Nay harus pijitin aku.."
"Hahaha... mananya yang dipijitin? Sini ya?" kata kak Naya sambil
meremas pantatku. Sialnya ada beberapa cowok yang melihat kelakuan kak
Naya barusan.
"Kak... liat-liat dong kalo becanda begituan... kan banyak orang disini..." bisikku pada kak Naya.
"Biarin... biar semua orang tau kalo adek sepupuku yang satu ini punya
bokong yang seksi... apalagi kalo lagi nungging... hahahaha" jawabnya.
Aku jadi teringat ketika kak Naya mempergokiku ketika tanpa celana dan
dalam posisi nungging mencari celana dalam.
Hari terbilang masih pagi. Suasana disini masih sepi. Padahal hari ini
adalah hari minggu. Namun matahari semakin terik ketika kak Naya
mengajakku ke sebuah jalan setapak yang menuju ke sebuah tebing batu di
bibir pantai.
"Kak Nay yakin ini jalannya?" tanyaku.
"Yakin... pokoknya kamu ngikut aja di belakangku... ati-ati ya...
batunya licin...." jawabnya yang sekarang ini berjalan terlebih dahulu
di depanku.
Semakin lama, kami malah semakin menjauh dari pantai dan semakin menuju
ketinggian bukit batu ini. Keringat mulai bercucuran, dan terlihat jelas
kaosku yang berwarna abu-abu misty ini basah oleh keringat di beberapa
bagian.
"Disini nih!" teriak kak Naya yang jauh di depanku.
"Disini apanya?" tanyaku.
"Disini aku buka-bukaannya... hehe" katanya.
"Di sumur itu?" tanyaku.
"Iya... jadi waktu itu aku mau bilasan di sumur itu.... karena tempatnya
terbuka gini, Chandra duduk disitu buat jaga-jaga kalo ada orang...
haha, dia gak tau kalo aku malah asik masturbasi disini... haha" kak
Naya beruasah menjelaskan pengalamannya.
"Seriusan di tempat kayak gini? Ini kan terbuka banget kak... kalo ada yang lewat gimana?" tanyaku.
"Makanya aku suruh Chandra buat jagain... tapi kemaren gak ada orang
kok.... kata Chandra juga masih jarang orang yang tau tempat ini...
paling cuma penduduk sekitar yang tau..." jelas kak Naya.
"Trus apa enaknya disini?" tanyaku.
"Ya bukan disini dong... ayo lanjut jalan lagi..." ajak kak Naya.
Kami melanjutkan perjalanan. Jalan yang kami lalui sekarang sudah
kembali menurun lagi. Deburan ombak juga semakin terdengar lagi. Dan
setelah melewati jalanan batu yang agak susah, aku melihat sebuah area
kecil. Sebuah pantai yang tersembunyi di balik batu-batu ini.
"Ta-da... bagus kan...?" kata kak Naya dengan bangganya memamerkan keindahan pantai ini.
Menurutku pantainya tidak terlalu istimewa. Namun karena kondisinya yang
sangat sepi dan jauh dari keramaian, pantai ini menjadi sangat spesial.
Meskipun tidak terlalu luas, kami merasa pantai ini adalah milik kita
sendiri!
Kak naya langsung menggelar kain pantai ke area yang berpasir dan jauh
dari pancaran cahaya matahari. Aku pun langsung mendudukinya untuk
melepas lelah, dan meneguk air mineral yang aku bawa.
"Capek?" tanya kak Naya.
"Ya iyalah... mana? katanya mau pijitan?" jawabku.
"Ah kamu lemah... masa gini aja capek..." jawab kak Naya.
"Pegel tau kakiku..." keluhku.
"Kamu sih.. kebanyakan masturb... ahahahha" sindir kak Naya sambil tangannya meremas pahaku dengan asal-asalan.
"Iyalah... kan kak Naya yang ngajarin... haha" balasku.
Kami menikmati suasana pantai dengan memakan bekal cemilan kami. Tidak
lupa, kami juga mengabadikan momen-momen ini dengan berselfie. Beberapa
saat kemudian, kak Naya terlihat berusaha melepas jilbabnya. Mungkin dia
kegerahan seperti yang aku rasakan juga. Aku juga ikut melepas
jilbabku.
Namun tidak cukup disitu. Dengan tatapannya yang sepertinya mengawasi
keadaan sekitar, kak Naya juga mulai melepas kancing kemejanya! Aku
sempat berpikir kalau kak naya hanya kegerahan dan ingin melepas kancing
paling atasnya. Namun tidak, dia malah melepas semuanya. Terlihat kulit
perutnya dan sebuah bra warna putih polos menampakan diri dari
sela-sela kemejanya.
"Kak Nay mau ngapain?" tanyaku.
"Pengen main air... kan sayang udah jauh-jauh kesini, tapi gak main
air..." jawabnya yang sekarang sudah mulai membuka kemejanya dan
berusaha meloloskannya dari tangannya.
"Tapi kak Nay serius ganti baju disini?" tanyaku.
Setelah kemejanya terlepas, kak Naya berdiri dan tangannya mulai berusaha melepaskan kancing celana jeansnya.
"Aku gak ganti baju kok..." jawabnya dengan santai yang sekarang sudah memelorotkan celananya.
Terlihat sebuah celana dalam putih yang menutupi salah satu bagian keindahan dari tubuh kak Naya.
"Maksudnya kak?" tanyaku tidak tahu maksud kak Naya.
"Ya... aku gak ganti baju.... tapi 'buka' baju..." jawabnya yang sekarang sudah berhasil meloloskan celananya dari kakinya.
"Kak Nay mau renang pake gituan aja?" tanyaku menanyakan maksudnya untuk berenang dengan hanya memakai pakaian dalam.
"Ya... mau gimana lagi... aku gak punya bikini... jadi anggap aja ini bikini... haha" jawabnya dengan santai.
"Tapi kalo ada yang liat gimana kak?"
"Kan kamu lait sendiri.... gak orang lain kan disini....?" jawabnya.
"Iya... tapi..."
"Mau ikut nggak? Ayo..." katanya sambil berlari kecil menuju bibir pantai.
Kak Naya mulai membiarkan setengah bagian tubuhnya terendam oleh air
laut. Dia terlihat cuek ketika celana dalam putihnya itu basah dan
memberikan efek tembus pandang. Aku dapat melihat dengan samar-samar
warna hitam bulu kemaluannya yang kontras dengan warna celana dalamnya.
Bahkan aku dapat melihat belahan pantatnya ketika dia membelakangiku.
Meskipun kak Naya terlihat cuek, sebenarnya akulah yang
mengkhawatirkannya. Aku khawatir jika ada seseorang yang kesini dan
melihatnya berpakaian seperti itu. Aku tak henti-hentinya mengawasi
keadaan sekitar untuk kakak sepupuku ini.
Disisi lain, aku tahu bahwa sebenarnya inilah rencananya. Aku tahu kalau
sebenarnya kak Naya sudah merencanakan ini sebelum kami berangkat.
Itulah sebabnya dia tak ingin mengajak kak Chandra karena takut dapat
merusak rencananya. Pasti kak Naya ingin mewujudkan fantasinya. Dia
pernah cerita jika dia ingin sekali merasakan bertelanjang di tempat
terbuka. Aku menganggapnya sebagai candaan ketika ketika
menceritakannya. Namun sepertinya dia memang bersungguh-sungguh.
Sebenarnya aku juga memiliki fantasi yang sama ketika bermasturbasi. Aku
juga pernah membaca artikel jika kebanyakan wanita berfantasi sedang
dilihat orang-orang ketika mereka bermasturbasi. Jadi aku anggap itu
adalah suatu hal yang wajar. Yang tidak wajar adalah mereka yang
berusaha mewujudkannya seperti kak Naya ini. Mungkin diluar sana ada
cewek yang seperti kak Naya ini, tapi aku yakin tidaklah banyak.
Aku tidak menganggap kak Naya gila atau semacamnya karena kebiasaannya
ini. Aku memakluminya. Karena setelah aku mencoba sendiri bertelanjang
di rumah seperti yang diajarkan kak Naya, aku memang merasakan
kesenangan. Atau jangan-jangan sebenarnya aku memiliki kelainan yang
sama, hanya saja aku tidak menyadarinya? Ah biarlah, yang penting aku
menikmatinya, dan biarlah hanya kak Naya saja yang mengetahuinya.
Beberapa saat kemudian kak Naya dengan tubuh yang sudah basah kuyup
menghampiriku lagi. Dia lantas duduk bersila di atas pasir menghadapku
sehingga butiran-butiran pasir putih itu menempel ke pahanya.
"Din, aku mau nanya.." kak Naya membuka obrolan.
"Apa kak?"
"Waktu kamu gak pake baju di rumah... kamu suka?" tanya kak Naya.
Aku hanya mengangguk.
"Trus waktu kamu buka baju di belakang Chandra, kamu suka juga?" lanjutnya.
"Awalnya sih malu kak... deg-degan juga... tapi..." jawabku.
"Trus kamu ada rasa 'pengen dilihat' gitu?" sambungnya.
"Ii..iya kak... kak kak Naya tau?" jawabku.
"Aku tahu, karena aku juga ngalamin.... kamu tahu istilah eksibisionis din?" tanyanya.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Aku tidak tahu apa istilah yang disebutkan kak Naya barusan.
"Hmmm..... bisa dibilang eksibisionis itu sebuah kelainan sih din....
dan kayaknya kamu ada arah kesitu... kayak aku..." jelasnya.
"Kelainan? Kelainan yang gimana kak?" tanyaku. Aku mulai mengkhawatirkan diriku setelah mendengar penjelasan kak Naya barusan.
"Ya...itu... perasaan 'ingin dilihat'..." jawabnya.
"Oh." aku bingung harus merespon apa. Sebenarnya aku sudah merasakan apa
uang disebut 'kelainan' ini sejak lama. Namun aku baru tahu kalau
ternyata kelainan ini ada namanya.
"Kok cuma 'oh' sih?" tanya kak Naya.
"Eh.. iya kak... aku juga udah ngrasain lama kok... kak... bahaya kah kalo aku punya kelainan ini?" tanyaku.
"Gak kok.. kalo kamu bisa jaga diri... yang penting nikmatin aja... kayak aku sekarang ini..." jawabnya.
"Oke kak..." jawabku.
"Ayo... mau nyoba kayak aku? Seru kok... Aku tahu kamu sebenernya
pengen, cuma belum berani aja kan?" katanya bermaksud untuk mengajakku
bermain air dengan menanggalkan pakaian seperti yang dia lakukan
sekarang.
"Kak Nay yakin kalo tidak bakal ada orang yang kesini?" tanyaku.
"Yakin seyakin-yakinnya din... kalo ada orang, anggap aja itu bonus... hehe" jawabnya.
"Maksudnya kak?"
"Becanda din... dah... buka gih bajunya..." jawabnya.
Setelah menghela nafas panjang dan memastikan area disini benar-benar
tidak ada orang, aku mulai meloloskan jilbabku dengan sekali tarik.
Kuangkat kaosku melewati lubang kepalaku. Kubenarkan posisi bra warna
abu-abuku yang sedikit bergeser keatas akibat ikut tertarik ketika aku
melepas kaosku. Dengan tetap posisi duduk, kuangkat pantatku bergantian
kanan dan kiri agar celana panjangku dapat melewatinya. Serta
dilanjutkan dengan meloloskan celana tersebut melalu kakiku.
Setelah aku sudah setengah telanjang, kutekuk kakiku untuk menutupi
dadaku. Aku masih malu untuk membiarkan tubuhku ini terbuka secara bebas
meskipun masih terdapat pakaian dalam yang menutupinya. Angin yang
menerpa kulitku terasa sangat dingin, padahal cuaca waktu itu sebenarnya
sangatlah panas.
Kak Naya bangun dari duduknya, dan menyodorkan tangannya untuk
membantuku berdiri, sambil berkata "Ayo cantik..". Sebuah senyum
tersungging di bibrnya, layaknya sebuah ungkapan rasa senang karena
telah berhasil mengajakku untuk mencoba apa yang telah dia lakukan.
Aku berdiri namun tetap saja tanganku mencoba menutupi ketelanjanganku
dengan menyilangkannya di depan dada, meski aku sadar itu tidaklah
berarti apa-apa. Kak Naya berjalan terlebih dulu menuju bibir pantai.
Lenggak-lenggoknya itu membuat pasir yang menempel di pantatnya mulai
berguguran.
Aku kembali melihat belakangku. Memastikan 'benar-benar' tidak ada orang
lain selain kami berdua. Sebelum akhirnya berlari menyusul kak Naya.
Ingin rasanya aku langsung merendam tubuhku agar setidaknya tubuh
telanjangku tidak terlihat.
Namun ketika kakiku mumai memijak air laut, rasanya begitu dingin.
Begitu pula ketika aku mulai berjongkok agar tubuhku terendam. Air laut
tersebut terasa begitu dingin ketika mengenai paha dan lanjut ke
perutku. Hingga akhirnya aku mulai merasakan air tersebut mulai menembus
celana dalam warna hitamku.
Kak Naya mulai mengajakku bercanda dengan mula menyipratkan air ke
arahku sehingga kepalaku juga mulai basah. Tentu kubalas perbuatan kak
Naya tersebut. Hingga aku tidak menyadari ada sebuah ombak yang cukup
besar dari arah belakangku.
Aku yang tidak siap, membuat tubuhku terguling terseret arus oleh ombak
tersebut. Aku merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya seperti tidak ada
lagi yang menempel di dadaku. Dengan masih kesulitan membuka mata dan
menagmbil nafas karena mukaku terkena air laut beberapa kali, aku
memegangi dadaku dan mendapati braku sudah tidak berada ditempatnya.
Sepertinya kait braku sudah terlepas.
Ketika akhirnya aku dapat membuka mata setelah menyeka mukaku dengan
tanganku, aku mendapati salah satu tali penyangga braku sudah tersangkut
di sikuku, membua payudara sebelah kananku tidak tertutup, sedangkan
sebelah kirinya kasih tertutup karena ku pegangi.
"Kamu gak papa din?" kak Naya sudah berdiri didepanku sambil mencoba membantuku berdiri.
Aku yang agak kesulitan berdiri, terkejut karena tiba-tiba kak Naya
menarik braku sehingga terlepas dari lenganku. Dengan tertawa, dia
berlari menjauhiku dengan membawa braku. Dengan panik, aku segera
berdiri untuk mengejarnya.
"Kak! Balikin!" teriakku ketika mengejarnya sambil tanganku berusaha menutupi dadaku.
Dengan tertawa terbahak-bahak kak Naya terus berlari menghindariku.
Sampai akhirnya dia melemparkan braku pada sebuah pohon hingga braku
tersebut tersangkut pada salah satu rantingnya.
Aku berusaha menggapai braku dengan melompat sebisaku. Kubiarkan dadaku
hanya tertutup oleh salah satu tanganku karena tanganku satunya berusaha
mencapai braku. Namun tetap saja aku tidak dapat menhindari goncangan
di dadaku siring dengan lompatan-lompatanku.
"Kak... plis..." rengekku.
Dengan aku yang masih menvoba meraih braku, tiba-tiba kak Naya menarik
turun celana dalamku! Kak Naya semakin tertawa terbahak-bahak melihatku
telanjang bulat seperti ini. Kali ini aku benar-benar panik dan malu,
serta rasanya begitu marah dengan kak Naya. Hingga tak sadar aku mulai
menitikkan air mata ketika berusaha memakai celana dalamku kembali.
"Lho.. lho... kok nangis? Aku kan cuma becanda din... " kata kak Naya yang mulai berhenti tertawa dan merangkulku.
"Kak Naya jahat... kak Naya becandanya kelewatan..." aku tidak dapat menutupi kekecewaannku terhadapnya.
"Aku cuma becanda din.... dah... cup cup..." kak Naya berusaha menenangkanku dengan memelukku.
"Nanti kalo ada yang liat gimana?!" kataku dengan masih sesenggukan.
"Udah... cup cup..." kak Naya melepas pelukannya.
Tiba-tiba tangannya ke belakang punggungnya berusaha meraih sesuatu.
Benar, dia berusaha melepas branya sendiri! Aku mulai menyeka air mataku
dan melihat apa yang dilakukan kak Naya.
"Nih, balas dong..." katanya sambil menyodorkan branya kepadaku.
Aku yang belum paham, terdiam sejenak sebelum akhirnya menyabet bra
tersebut dan melemparkannya sejauh-jauhnya hingga tersangkut seperti bra
milikku.
Kak Naya kembali memelukku.
"Tuh kan gapapa... udah cup cup, jangan nangis... kita enjoy aja... aku
kan cuma becanda..." katanya sambil mengusap pipiku. "Senyum dong...."
lanjutnya.
Rasa marahku muladi mereda, dan diakhiri dengan senyuman yang tersungging di bibirku.
"Tapi kak, kalo ada yang liat gimana?" aku masih menanyakan salah satu kepanikanku.
"Gak ada yang liat din... aku jamin...." jawabnya.
"Trus cara kita ngambil beha kita gimana?" tanyaku.
"Haha.... udah... pikirin nanti aja... yuk balik kesana" jawabnya sambil
mengajakku kembali ke tempat kami meninggalkan barang-barang.
Aku tetap menggunakan kedua tanganku untuk menutupi buah dadaku, dan
berjaga-jaga jika kak Naya iseng menarik celana dalamku lagi. Sedangkan
Kak Naya berjalan dengan biasa dengan cueknya dia membairkan dadanya
berguncang seiiring dengan langkah kakinya.
"Udah din.... dibuka aja.... nikmatin momen ini..." katanya menyuruhku untuk melepas dadaku.
Benar juga, aku mulai menikmati momen-momen ini. Momen ketika tubuh
telanjangku terekspos di tempat terbuka. Aku mulai menurunkan tanganku
dari dadaku.
"Nah gitu dong..." tiba tiba tanganya memegang dadaku, membentuk huruf
'U' dengan ibu jari dan jari telunjuknya dan mencengkram dadaku dari
dawah, seraya berkata. "Biarkan dunia melihat keindahan yang kamu
miliki... ahaha".
Aku mulai tersenyum lepas, melihat kelakukan kak Naya ini. Tiba-tiba dia menyentil ujung putingku.
"Aw..."
"Kayaknya udah ada yang mulai mengeras nih..." katanya.
"Emang kenapa kalo keras kak?" tanyaku.
"Itu tandanya kamu lagi 'pengen'... ahaha.. iya kan?" katanya.
Aku paham maksud kak Naya. Dan benar kata Kak Naya, aku memang mulai merasakannya. Rasa ingin bermasturbasi, seperti biasanya.
"Kak naya juga?" tanyaku.
"Cek dong... haha" jawabnya sambil menantangku untuk memegang payudaranya.
Dengan senang hati aku memegang payudaranya. Kugunakan ibu jari dan jari
telunjukku untuk memencet putingnya, yang ternyata juga mengeras
seperti punyaku. Namun aku juga berusaha menjahilinya, kuremas dada Kak
Naya sambil berkata "Iihhh... imut banget sih tetek kak Naya" dan
berlari menginggalkannya.
"Awas ya kamu... nanti aku balas!" teriaknya.
****
Di tempat kami berteduh, aku mulai terbiasa dengan keadaan ini. bahkan
aku mulai lupa kalau aku hanya memakai celana dalam sebagai penutup
tubuh. Kami kembali beristirahat sambil menikmati bekal kami.
"Kak, kalo mau pipis dimana ya?" tanyaku.
"Ya terserah kamu din... semua tempat ini bisa kamu pipisin... haha.... tapi jangan disini.. ntar pesing.." jawabnya.
Aku berdiri untuk mencari spot untuk buang air. Benar katak kak Naya,
aku bisa saja kencing dimana saja, toh aku tidak butuh tempat tertutup
untuk melakukannya. Aku memilih daerah yang dekat laut agar setidaknya
aku mudah untuk mendapatkan air guna membersihkan sisa kencing yang ada
di kemaluanku.
Kepleorotkan celana dalamku dan memposisikan diri untuk mengeluarkan air
kencing. Kuarahkan kencingku ke sebuah genangan air laut di sebuah
karang yang berisi ikan-ikan kecil. Biarlah air kencingku ini menjadi
santapannya, haha. Rasanya tidak seperti ketika aku kencing di belakang
kak Chandra, namun tetap saja aku merasa deg-degan dan kesulitan
mengeluarkan kencingku.
Setelah selesai dan hendak memakai kembali celana dalamku, aku berpikir
'kenapa aku gak sekalian bugil aja?'. Aku sudah mulai membiasakan diri
dengan kelainan ini, atau lebih tepatnya menikmatinya. Nampaknya memang
benar, jika aku adalah seorang eksibisionis.
Aku kembali ke tempat kak Naya dengan keadaan telanjang bulat dan sebuah
celana dalam yang kutenteng di tanganku. Sampainya di tempat tersebut,
kulemparkan celana dalamku ke arah kak Naya yang sedang tiduran, hingga
dia terkejut.
"Kak Naya pecundang... kayak aku dong nih..." kataku sambil berpose
dengan kedua tangan di pinggang memamerkan ketelanjangan tubuhku.
"Haha... aku ngaku deh... kamu memang yang terbaik.... dan lebih gila
dari aku... haha... tapi kalo kamu nantang.... siapa takut?" kak Naya
menjawab tantanganku dengan melepaskan celana dalamnya dan
melemparkannya ke sembarang tempat.
Kami berdua tertawa menyadari betapa gilanya kami. Kami sempat
mengabadikan momen ini di kamera ponsel kami masing-masing. Kami
berpelukan layaknya sahabat yang tidak dapat dipisahkan. Di beberapa
jepretan foto terekam betapa kami saling menyayangi satu sama lain
dengan pose ketika kak Naya mencium pipiku ataupun sebaliknya. Atau
ketika aku berpura-pura hendak menggigit payudara kak Naya. Itulah
beberapa bukti betapa gilanya kami.
"Kak.."
"Iya?"
"Kak Naya gak pengen?" tanyaku menanyakan perilah masturbasi.
"Haha... ya pengen lah... kamu udah gak tahan ya?" jawabnya.
Aku mengangguk.
"Haha.. sini... kita sebelahan..." katak kak Naya yang sudah memposisikan diri tiduran di kain pantai yang kami bentangkan.
Aku segera memposisikan diri di sebelahnya yang sudah membuka kakinya.
Kubuka juga kakiku sehingga kaki kiriku berada di atas kaki kananku.
Setelah itu, kami sudah sibuk dengan 'mainan' kami masing-masing. Ini
adalah kedua kalinya kami bermasturbasi bersama setelah kejadian pertama
di kamarku beberapa bulan yang lalu.
Kali ini aku benar-benar tidak menghiraukan keadaan di sekitar. Ku
pejamkan matuku seraya menikmati masturbasi pertamaku di tempat terbuka
seperti ini. Entah apa yang harus aku lakukan jika ternyata ada orang
yang memergoki kami sedang dalam aktivitas ini.
"Kak?" tanyaku di tengah-tengah masturbasiku.
"Iya?" jawab kak Naya di sela-sela desahan kecilnya.
"Kalo kita masturb bareng kayak gini, apa bisa dibilang kita lesbian?" tanyaku.
"Aku suka sama aku?" tanyanya.
"Aku suka sama kak Naya... aku suka karena kak Nay udah kuanggep sebagai
kakak sendiri... apa itu bukti kalo aku lesbi?" tanyaku.
"Hmmm... tapi kamu masih suka cowok kan? tanyanya.
"Masih kak..."
"Itu berarti kamu gak lesbi din.... aku juga sayang sama kamu... tapi
aku juga masih sayang sama Chandra... aku masih suka cowok... jadi
berarti kita bukan lesbi din..." jelasnya.
"Oke deh..."
"Tapi kayaknya jadi lesbian asik juga... haha" katanya.
"Maksudnya kak?" tanyaku.
"Kayaknya asik kalo kita saling mainin 'ini' satu sama lain haha...
kayaknya kapan-kapan kita harus nyoba deh.... apa mau dicoba sekarang?
haha" katanya.
"Hah! Kak... plis deh....!"
"Haha... becanda din... becanda... tapi kayaknya emang harus dicoba
deh... haha" katanya sambil tangannya iseng menyentuh dadaku.
Aku yang kaget, segera menggeser tubuhku menjauhinya.
"Kak! Mungkin lain kali! Jangan sekarang! Jangan-jangan kak Nay emang suka sesama ya?!" kataku.
"Haha.... becanda din.... kalo aku lesbian kamu pasti udah kuperkosa sejak lama din... hahaha!" jawabnya.
Kami kembali melanjutkan aktivitas kami. Ternyata kak Naya cukup berisik
ketika bermasturbasi. Tak henti-hentinya suara desahan keluar dari
mulutnya. Sedangkan aku masih dapat meredamnya dengan menggigit bibir
bawahku. Meskipun sesekali memang aku tidak dapat menahan desahan yang
kadang secara spontan keluar.
Tak lama kemudian, aku lebih dulu mendapatkan orgasme. Orgasme pertama
kali yang kudapat di tempat terbuka seperti ini. Sedangkan kak Naya
masih secara intens menggerakkan tangannya di kemaluannya. Kulihat
tgerakan tangannya semakin cepat, pertanda dia sudah hampir mencapai
puncaknya. Hingga akhirnya dia mendapatkannya.
Dengan nafas yang sama-sama tersengal, kami tertawa bersama.
"Kak Naya kalah, lebih duluan aku yang keluar... haha" ejekku.
"Ya nggak dong... harusnya yang lebih lama kelaur itu yang menang...." jawabnya.
"Kok bisa? Ah tadi kakak gak ngasih tau peraturannya sih..."
****
Seteah beristirahat sejenak, tanpa terasa hari sudah siang. Aku juga
mulai mersa lapar setelah aktivitas yang barusan kami lakukan.
"Udahan yuk kak..." ajakku.
"Ayok...." jawabnya sambil mulai membereskan barang-barang kami.
"Eh kak, beha kita gimana ya?" tanyaku.
"Udah biarin aja... buat kenang-kenangan... haha" jawabnya.
"Hmm... okelah...."
Tanpa memakai baju, kak Naya sudah siap untuk berangkat.
"Kak, gak pake baju baju dulu?" tanyaku.
"Kamu gak mau bilasan dulu?" jawabnya.
"Di sumur yang tadi? Trus kita kesana gak pake baju?" tanyaku.
"Iya... gak papa..." jawabnya dengan santai.
"Tapi kan itu tempatna terbuka banget kak... gak ketutup tebing kayak disini...." tanyaku ragu.
"Ya terserah kamu... aku pengen bilasan dulu.... daripada lengket..." jawabnya sambil berjalan terlebih dulu meninggalkanku.
Di tanganku aku sudah memegang bajuku. Aku bimbang apakah harus bilasan
seperti kak Naya apa langsung memakai bajuku. Setelah beberapa saat
berpikir, kuputuskan untuk mengikuti kak Naya dengan tetap bertelanjang.
Kami kembali menuruti jalan setapak di sela-sela tebing batu. Kami
benar-benar seperti orang gila dengan berjalan tanpa baju seperti ini.
Beberapa bagian tubuhku sempat lecet akibat tergores dinding batu
terutama pinggulku. Hingga akhirnya kita telah sampai di tempat yang
kami tuju.
Setelah memastikan keadaan benar-benar aman, kak Naya lebih dulu
menurunkan ember ke dalam sumur yang tak terlalu dalam ini untuk
mengambil air. Sementara aku mengawasi keadaan sekitar. Secara
bergantian, kami mengambil air untuk kita mandi. Kita benar-benar mandi
seperti biasanya. Pertama kalinya mandi di tempat terbuka, pertama
kalinya juga mandi bersama kak Naya.
Kami segera percepat mandi ini karena takut ada orang.
"Duh... aku lupa bawa handuk... aku pinjem punya kak Naya dong..." kataku ketika membuka tasku.
"Aku juga gak bawa din.. baju ganti aja aku gak bawa...." jawabnya santai.
"Trus gimana dong?" tanyaku.
"Ya... nunggu kering sendiri..." kata kak Naya yang sedang berdiri
mengguncang-guncangkan tubuhnya sehingga dadanya ikut bergetar.
"Kak Naya ngapain?" tanyaku heran.
"Biar airnya cepet turun lah... haha" jawabnya.
Aku mengikuti aksi anehnya tersebut. Kami saling tertawa karena
seolah-olah kami beradu untuk menggerakkan dada kami masing-masing.
"Kamu bawa baju ganti din?" tanya kak Naya.
"Bawa kak.."
"Yaudah pake itu aja buat ngeringin badan..." katanya.
"Oiya..." aku segera membuka tasku kembali.
Benda pertama yang kuambil adalah celana dalam gantiku yang memang
posisinya berada di paling atas. Ketika tanganku mengeluarkannya,
tiba-tiba kak Naya menyabet celana dalam tersebut, dan menggunakannya
untuk mengeringkan mukanya.
"Kak! Itu kan........ CD aku...." aku tidak bisa menahan tawaku ketika melihat kak Naya mengusap mukanya dengan delana dalamku.
"Biarin... yang penting cepet kering... haha... kamu mau juga?" jawabnya
sambil menyodorkan celana dalam tersebut ke mukaku dan mulai menyeka
setiap butiran air yang ada.
Aku sempat menolak karena benda yang digunakan ini adalah celana
dalamku, tapi entah kenapa aku membiarkan begitu saja ketika kak Naya
mulai menyeka mukaku.
Kak naya lantas melanjutkan mengeringkan tubuhnya dengan celana dalamku
tersebut sebelum menyerahkannya kepadaku. Kudapati celana dalamku sudah
basah ketika kugunakan untuk mengelap tubuhku. Aku baru sadar, jika
celana dalamku ini basah, mana mungkin aku memakainya, sedangkan celana
dalamku yang tadi juga sudah basah dan kotor. Itu berarti aku akan
pulang dengan tanpa celana dalam.
"Lho, kak naya gak pake daleman?" tanyaku ketika melihatnya kembali memakai kemeja dan celana jeansnya.
"Kan aku udah ngomong... aku gak bawa baju ganti..." jawabnya.
"Gara-gara kak Naya juga nih... aku jadi gak ada CD buat dipake..."
"Udah... gausah pake daleman aja... kayak aku dong..." katanya.
Aku menerima tantangannya dan langsung memakai kembali kaos dan celanaku
tanpa mengenakan bra ganti yang sebenarnya sudah kupersiapkan. Kami
memutuskan tidak memakai jilbab kami lagi karena rambut kami memang
masih basah. Aku berencana untuk memakainya ketika kami sudah sampai
rumah agar orang tuaku tidak curiga.
****
Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya kami membicarakan aksi kami
barusan. Aku juga senyum-senyum sendiri ketika melihat foto-foto kami
tadi.
"Maaf ya din..." kata kak Naya.
"Maaf kenapa?" tanyaku.
"Maaf, aku sudah menjerumuskanmu ke duniaku... hahaha..." katanya.
"Haha.. gakpapa kak... malah aku mau berterima kasih.... terima kasih udah nunjukin aku sebuah kesenangan... haha" jawabku.
"Seru kan?"
"Iya kak.." jawabku.
"Mau lagi?" tanyanya.
"Haha... boleh..." jawabku.
"Haha sipp... tapi inget... jangan ngomong ke siapa-siapa yah... termasuk Chandra..." katanya,
"Beres kak..."
"Eh aku punya misi din... gimana kalo di setiap tempat yang pernah kita
jadiin lokasi 'beraksi' kayak tadi, kita tinggalin daleman kita?
haha..." katanya.
"Hah? Buat apa kak?"
"Ya.. buat kenang-kenangan.... buat bukti kalo kita pernah bugil disana... gimana? haha" jawabnya.
"Kan sayang dalemannya kak..."
"Gampang... nanti aku beliin deh buat kamu... aku beliin g-string ya?
kakyaknya kamu lucu deh kalo pake g-string... haha" katanya.
"Ih... gak mau... kak aja yang make!" jawabku.
****
Begitulah aksi kamu waktu itu. Hari dimana aku mendapat pengalaman yang
tidak mungkin aku lupakan. Kami mungkin gila, kami mungkin mengidap
kelainan, namun yang penting kami menikmati hidup kami, dan berusaha
bersenang-senang dengan apa yang kami lakukan. Tentu aksi kami ini
bukanlah yang terakhir....
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar