Cerita Eksibisionis Istriku Rina : Di Balik Sebuah Cerita 4

POV SUAMI

Senja sedang bercengkrama mesra dengan langit memanjakan setiap pasang mata yang memandang. Di taman samping ini, kami sedang berkumpul, aku asyik bermain dan bercengkrama dengan kedua malaikat kecil ku, adit dan nisa yang di temani oleh canda tawa ibu giran.

Suasana seperti inilah yang membuat ku betah berada di sini, setidaknya aku tak salah memilih desa ini sebagai tujuan liburan kami. Adit dan nisa juga merasakan kebahagian yang mereka dapat saat ini, kedua buah hatiku ini pun larut dalam suasana liburan yang mungkin sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Begitu pula dengan rina ikut merasakan kebahagian dan kasih sayang yang diperoleh dari kedua pasangan pemilik rumah yang kami tempati yaitu bapak dan ibu. Aku menyadari bahwa selama ini merasa kurang dalam memberikan kasih sayang dan memanjakan rina karena terlalu larut dalam pekerjaan dan rina yang sehari-hari adalah ibu rumah tangga.

Rina telah bekerja keras selama ini sebagai seorang istri yang memenuhi tanggung jawabnya, rina mengurus rumah dan kedua buah hati kami dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Sudah sepatutnya rina mendapatkan kebahagian dan kasih sayang ini, kasih sayang dan kemanjaan yang diberikan pak giran kepada rina adalah sosok pak giran sebagai figur orang tua yang memanjakan anaknya dengan kasih sayang begitu pula sosok ibu yang memberikan kasih sayang dengan memperlakukan rina seperti anaknya sendiri.

Seperti halnya sore ini, di sela-sela bercengkrama dengan anak-anak aku memperhatikan pak giran dan rina yang duduk berdampingan di atas balai sambil memandangi senja sore ini. Kepala rina bersandar manja di bahu tua pak giran sesekali tangan tuanya membelai lembut rambut rina, tergambar jelas dari wajahnya bahwa kebahagian bercampuran kenyamanan yang diperoleh dari pak giran maupun eksotisme desa ini.

Ku lemparkan senyum dan sambil melambaikan tangan ke arah pak giran dan rina yang di balas senyum dari mereka berdua, aku pun kembali melanjutkan bermain bersama dengan adit dan nisa yang asik bercengkrama dengan ibu. Tak pernah terlintas pemikiran negatif melihat kedekatan mereka berdua, malahan aku ingin membiarkan rina menikmati waktu liburan ini dengan kebahagian yang diperolehnya.

"ayah, aku ke tempat mama ya.." ujar nisa.

"iya nak.. ayo sana.." jawab ku dengan senyum.

Nisa berlari dengan penuh kebahagian dan senyum yang terlukis di wajahnya ke arah rina, rina terlihat menyambut nisa, menggendongnya dan mencium kedua pipinya. Nisa pun dengan spontan mencium kedua pipi pak giran dan sedikit mencolek hidung pak giran yang di sambut tawa mereka bertiga.

Nisa duduk di pangkuan rina, sesekali terlihat pak giran mengelus-elus kepala nisa yang memberikan rasa kenyamanan dan menyalurkan kasih sayang dari sosok seorang kakek, dimana pak giran telah menganggap nisa layaknya cucu sendiri.

"cocok ya mas andi.." celutuk ibu giran tiba-tiba.

"siapa buk yang cocok?" tanya ku yang tak mengerti arah pembicaraan.

"itu.. bapak, rina dan nisa". balas buk giran sambil tertawa lepas.

"ah.. ibu bisa aja deh becandanya" jawab ku yang ikut tertawa.

" heheh.. mas andi beruntung mendapatkan nak rina. Baik, cantik, keibuan dan penyayang." ujar buk giran.

"alhamdulillah buk, semua sudah di atur sama Tuhan. Tapi... ". ujar ku kepada ibu giran namun ada sesuatu yang sedikit tertahan untuk ku sampaikan.

"tapi.. kenapa mas andi?" tanya ibu.

"aku merasakan kurang bisa membahagiakan rina buk.. selama ini aku sibuk dengan pekerjaan, jarang memberikan perhatian, kasih sayang maupun memanjakan rina. Aku iri melihat bapak yang mampu mengerti rina, memberikan perhatian yang dibutuhkan rina maupun memanjakannya." jelas ku pada ibu.

" jangan menyalahkan dirimu nak, itu tidak baik. Kalau memang seperti itu adanya biarkan rina menikmati apa yang didapatkannya saat ini, apa yang kamu lakukan saat ini adalah untuk kebahagian rina juga kan?". ujar ibu yang sedikit menenangkan ku.

" iya bu, aku melakukan semua ini untuk kebahagian rina, karena aku sangat menyayanginya. Aku bersyukur tidak salah memilih desa ini sebagai tujuan liburan kami dan di desa ini pula kami dipertemukan dengan orang-orang yang tepat seperti bapak dan ibu yang memberikan kenyamanan dan menyambut kami seperti keluarga." tambah ku.

"mungkin semua sudah di atur Yang Maha Kuasa, nak.." ujar ibu sembari tersenyum bu giran menenangkan ku.
oOo

POV RINA

[​IMG]

Malam kian beranjak dewasa udara malam pun semakin dinding menelusup di celah-celah dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Entah kenapa malam ini aku masih belum bisa memejamkan mata ini. Pikiran yang terus bergerak untuk mengeksploitasi setiap kejadian yang tak terduga beberapa hari ini. Kejadian yang memang bila diingat membuat aku jadi senyum-senyum sendiri karena semua kejadian itu diluar dugaan dan tak menyangka bisa menjadi sebuah cerita lain dalam diri ini.

Malam ini aku sedang terduduk dipinggir dipan sambil memandang ke arah balai yang ada di kebun samping, seketika terlihat pak giran sedang menarik kreteknya dengan wajah santai melirik kearah ku dan tersenyum dan aku pun membalas tersenyum kepadanya. Entah kenapa seperti ada sesuatu rasa yang begitu kuat mendorong dan membimbing ku untuk menemui pak giran.

Ku lirik sejenak ke arah mas andi dan beserta kedua buah hati yang masih tertidur dengan lelapnya, ku kecup kening adit dan anis dan mengambil sweater yang tergantung di dinding anyaman bambu. Aku mulai melangkah ke arah pintu kamar, langkah kaki yang ringan tanpa beban dan begitu pula hati ku seakan alam merestui langkah kaki ini untuk berjumpa dengan pak giran. Ada rasa grogi dan deg-deg an yang mulai meresapi, aku di buat bingung oleh perasaan yang bergejolak di hati bagaikan seorang gadis yang baru jatuh cinta.

Ku buka pintu utama yang tak terkunci, kaki pun melangkah ke arah kebun samping dimana pak giran sedang duduk dengan santai di balai dan sinar rembulan yang menerangi langkah ku.

"sini rin.. duduk di samping bapak", pak giran menyadari kehadiran ku.

"iya pak.." aku pun menempatkan diri disamping pak giran.

"coba lihat rin..", seru pak giran sembari tangannya menuju ke arah rembulan.

"indah .. seindah kamu rin.. desa ini penuh keindahan sama seperti diri mu yang memiliki aura keindahan yang mampu menarik perhatian bapak." terang pak giran.

Aku hanya terdiam sejenak melirik beliau, bibir tuanya masih asyik menghisap kretek.

" tapi pak.. aku takut mengkhianati mas andi.." ujar ku sambil tertunduk, pandangan ku kosong tanpa arah.

" iya bapak tahu, kamu adalah wanita baik-baik, seorang istri yang setia terhadap suami dan seorang ibu yang penyayang bagi anak-anak mu. namun bapak tak bisa membohongi perasaan yang bapak rasakan sejak berjumpa dengan mu". terang pak giran.

" pak .. kalau aku boleh jujur..." aku terdiam sejenak, untuk meyakinkan diri bahwa ada rasa yang sedang bergejolak di hatiku.

"aku juga memiliki rasa yang sama pak, aku juga menyukai bapak. Rasa nyaman dan kasih sayang yang telah bapak berikan beberapa hari ini telah berhasil menggoyahkan hati ku yang selama ini setia terhadap mas andi. Sejauh ini tak ada yang pernah berhasil untuk merebut hati ini dari mas andi, tetapi aku bingung dengan bapak aku tak bisa menahan rasa ini pak. Bapak, ibu telah membuat aku menjadi betah tinggal disini, seperti ada sesuatu yang berat untuk aku tinggal pergi." jelas ku pada pak giran.

Suasana hening sejenak mencoba meresapi kebersamaan yang terjalin diantara kami malam ini, aku sudah pikirkan baik-baik bahwa yang ku katakan barusan adalah benar. Biarkan pak giran mengetahui apa yang kurasakan, tak sanggup aku untuk menahan perasaan ini terlalu lama lagi. Gejolak perasaan yang terus mendorong di dalam hati, bila lebih lama lagi akan menyiksa diri sendiri.

Tak ada komentar yang keluar dari bibir pak giran atas pernyataan ku barusan, namun ku rasakan tangan kirinya mulai merangkulku, dan beliau berbisik.

"rin...? " bisik pak giran, yang di sahut anggukan oleh ku.

Pak giran menarik pinggang ku untuk merapatkan posisi duduk kami, tangan tuanya mulai mengelus dengan lembut punggung ku yang hanya berbalut daster dan sweater ini. Tangan kanannya meraih daguku dan membuat kami saling bertatapan satu sama lain, tanpa perlu di minta dengan lembutnya bibir tua itu mulai menciumi bibirku. Ciuman lembut namun tegas itu membuat aku lupa bahwa aku masih berstatus sebagai seorang istri dari mas andi dan seorang ibu dari anak-anak ku.

Disela-sela ciuman tangan kanan pak giran pun tak tinggal diam, tangan itu kini telah mendarat di salah satu bukit kembarku. Tangan tua itu merabanya dengan penuh kelembutan namun intens berkombinasi dengan remasan lembut di bongkahan pantatku. Di atas balai sederhana yang berselimutkan dingin malam dan diterangi sinar rembulan menjadi saksi bisu dari bersatunya kedua jiwa, aku telah menyerahkan hati dan diri ini kepada pak giran.

Hubungan ini bukan karena sebatas nafsu belaka namun ada sesuatu yang membuat hati kami saling menarik satu sama lain, ada hal yang tak bisa dijelaskan secara logika bila menyangkut permasalah ini.

Pak giran mulai membaringkan tubuhku di atas balai yang terbuat dari bambu ini, sembari menatap mata ku seakan untuk meminta persetujuan melanjutkan ketingkat lebih jauh. Aku membalas tatapan itu dengan sebuah anggukan yang menandakan aku menyetujui untuk melanjutkannya. Aku tak merasakan keraguan sedikit pun atas apa yang akan terjadi selanjutnya, aku telah siap bila harus menanggung resiko dari perbuatan kami. Aku telah membuat pilihan dan aku tak akan mundur dari keputusan yang telah aku buat.

Kami kembali berciuman, seakan pak giran tahu apa yang sedang berkecamuk dalam pikiran ku dan ciuman ini sedikit demi sedikit membuatku lebih tenang dan kembali menikmati cumbuan pak giran. Tangan tua pak giran menjelajahi tubuhku yang masih berpakaian lengkap, ujung daster yang mulai ditarik perlahan keatas sehingga terlihatlah pahaku yang jenjang.

Aku hanya mampu mendesah dan pasrah menerima cumbuan pak giran, terasa tangan pak giran sedang menjelajahi bagian paha dalamku yang membuat aku makin mendesah dan merasakan cd ku kini telah basah. Pak giran yang menyadari itu hanya tersenyum dan melanjutkan kembali aktivitasnya, pak giran memposisikan kepalanya tepat di hadapan kemaluanku terasa lidahnya mulai bermain sejenak disana dan aku pun tak tahu sejak kapan cd ku telah menghilang dari tempatnya.

Kepala ku mendongak ke atas sembari tangan meremas dan paha pun ikut mengapit kepala pak giran, aku merasakan orgasme dengan cepatnya. Pak giran membiarkan ku sejenak untuk meresapi orgasme yang baru berlangsung tadi. Pak giran mulai menurunkan atasan daster sembari bibirnya menciumi dari perut hingga kembali kami berpagutan. Tangan pak giran dengan leluasa meremas lembut payudaraku yang masih berbalut BH. Tanpa diminta aku menaikkan sedikit badan agar bisa membuat kait BH yang terletak di belakang.

Ciumannya kini menghujami kedua gunung kembar yang menantang untuk dinaiki. Pak giran dengan rakusnya bermain dengan kedua buah dada yang memang masih cukup menantang bagi wanita yang sudah beranak dua sepertiku. Buah dadaku telah basah oleh air liurnya, terlihat pentil yang semakin menegangkan dan aku terkejut ketika pak giran menggigit dengan gemesnya salah satu pentil dadaku.

Ugh.. pak.. “ desahan rina.

Bibirnya masih asik dengan kedua payudaraku, sementara tangannya bermain di vaginaku yang makin lama makin basah oleh cairan vaginaku sendiri. Aku hanya bisa mendesah dan ketika orgasmeku akan datang lagi dengan sendirinya tanganku memeluk lehernya seakan menekan kepalanya agar tak berpindah dari payudaraku dan aku melenguh dengan panjang menandakan aku telah mencapai orgasme kedua kalinya. Di sela-sela aku menikmati orgasme, pak giran mulai menggesek-gesek penisnya yang sudah tegang di balik sarungnya.

“pak.. gantian biar aku yang men-service bapak” bisik ku pada pak giran.

Tak pernah sebelumnya aku senakal dan seberani ini dengan mas andi. Pak giran kinii berbaring, setelah ku buka daster dan telanjang seutuhnya karena tak ada yang perlu ku tutupi lagi dari bapak. Aku menaiki pak giran, menciuminya sembari tanganku bergerilya di tubuhnya. Ciumanku berhenti di depan sarungnya, sejenak aku bermain-main dan mulai membuka sarung pak giran beserta kolornya.

Sejenak aku memandang penis tegak, hitam dan gemuk pak giran yang terpampang dihadapanku, perlahan tapi pasti tanganku bergerak dan menggengam penisnya dengan sendirinya tanganku mulai mengocok penis pak giran. Entah dorong dari mana aku memberanikan diri mencium penis pak giran dan mulai mengulumnya. Ya, aku memberikan blowjob kepada lelaki selain suamiku, padahal suamiku saja tidak pernah mendapatkan service seperti ini.

Sekitar lima menitan ku sudahi blowjob terhadap penis pak giran, beliau kemudian menarik ku ke arah pelukannya dan membaringkan ku kembali semetara beliau mulai memposisikan dirinya untuk bersiap-siap melanjutkan eksekusi ke menu utama yang memang sudah sama-sama kami nanti.

Aku mulai merasakan penisnya menempel tetap di pintu masuk vaginaku. Pak giran sedikit bermain-main sembari menatapku untuk meminta persetujuan apa dilanjutkan atau tidak dan aku membalas tatapan pak giran dengan sebuah anggukan dan melingkarkan kedua tangan ku untuk memeluknya.

"lanjutkan pak, aku sudah siap." Bisikku di telinga pak giran yang bercampur desahan.

Aku sadar bahwa seharusnya yang melakukan ini adalah mas andi sebagai suami dan ayah anak-anakku namun malam ini tugas itu dilakukan oleh pak giran. Pak giran pun melakukannya dengan lembut, terlihat agak sedikit kesulitan pak giran memasukan kepala penisnya karena agak gemuk mengingat vaginaku yang sempit. Aku memang sudah melahirkan dua anak namun keduanya secara cesar, otomatis vaginaku terasa masih sempit.

Terlihat senyum pak giran yang telah berhasil memasukkan penisnya, mendiamkan sejenak untuk meresapi jepitan vaginaku. Pak giran mulai mengoyang pinggulnya dengan perlahan namun pasti. Sementara itu sambil tetap berpelukan, tanganku terus memeluk kepala pak giran aku berusaha untuk memastikan agar bibir kami tetap saling berpagutan saling melumat dan menghisap. Suara kecupan saat bibir yang satu terlepas dari bibir yang lain terdengar terus beruntun. Di bawah sana, ayunan kontol pak giran yang semakin dalam menghujam vaginaku.

“Pak, Pak, enaakk Pak .. teruss Pak . oocchh.. hhmm.. Pak ..”

”Ssshhh... oohhh... oohh... enakk, vaginamu rin...” ujar Pak giran

”Aahh... sshhh... yaahh... terusshh... Pak... ooohh.. oohhh… lebihh… keraasshhh….” balasku

Terlihat penis pak giran terasa semakin sesak saja menembus vaginaku. Ditarik keluar pelan dengan dibarengi desahan beratnya dan rintihan nikmat ku kemudian mendorongnya masuk kembali dengan desahan yang berulang. Pak giran melakukan itu berulang-ulang, desahan nikmat dari keduanya juga terdengar berulang.

Pak giran menarik pelan pinggulku lalu dia mengangkat salah satu tungkai kaki sehingga menyentuh bahunya dengan cara ini rupanya pak giran ingin bisa lebih dalam menusukkan penisnya ke dalam vaginaku. Aku yang belum pernah mencoba posisi sexs seperti ini mengakibatkan kenikmatan yang tak berperi melandaku. Aku hanya bisa meremas-remas sendiri payudaraku dan kepala yang terus bergoyang ke kanan dan ke kiri, menahan siksa nikmat yang diberikan hingga aku mendapatkan orgasme lagi.

Kali ini aku berinisiatif untuk berganti posisi, aku meminta biar aku yang berada di atas. WOT salah satu posisi sexs yang juga belum pernah aku praktekkan dengan mas andi. Pak giran pun mulai berbaring, sementara aku bersiap untuk menungganginya.

Tangan pak giran tampak asyik meremasi pantat dan payudaraku secara bergantian sementara aku asyik bergerak naik-turun. Aku masih dengan posisi WOT tapi pak giran mulai bangkit seperti posisi sedang duduk dan langsung membenamkan wajahnya di gunung kembarku. Pak giran menghisap dan menciumi payudaraku secara bergantian. Aku makin bergairah dengan cumbuan pak giran, sementara di bawah sana penis pak giran tampak semakin mengkilat saja dimana berhiaskan lendir birahi yang berasal dari vaginaku.

Kalau tadi pompaan penis pak giran tampak cepat, sekarang terlihat gerakan mengayunnya semakin diperlambat. Rupanya pak giran sedang mempraktekkan teknik bercinta yang baru. Sekitar tiga atau empat kali pompaan biasa, dia membuat satu hentakan keras dan bertenaga terlihat pak giran ingin membuat penisnya lebih dalam lagi menembus vaginaku. Begitu dia lakukan berkali-kali tentu saja aku di buat semakin histeris olehnya.

Aku seakan tidak mau kalah dengan pak giran sambil memeluk lehernya, pinggulku bergerak dengan liarnya dimana memainkan penis pak giran. Terdengar desahan berat pak giran saat merasakan nakalnya pantat dan pinggulku yang memainkan penisnya. Pak giran yang masih menggoyangkan pinggulnya, lelaki tua ini masih memiliki stamina yang cukup kuat dan mampu bertahan lama. Aku yang larut dalam suasana mulai ikut menggoyangkan pinggul sembari tanganku memeluk beliau dan memastikan bibir saling berpagutan, tangan pak giran pun dengan gemesnya meremas lembut bukit kembarku.

Terasa goyangan pak giran makin cepat menusuk vagina ku yang menandakan bahwa beliau akan segera sampai pada puncaknya, kaki ku mengapit di punggungnya seakan memberikan kode bahwa keluarkan saja di dalam dan akhirnya aku merasakan pinggul pak giran menekan lebih dalam dan penis pak giran pun berkedut-kedut terasa hangatnya sperma beliau di dalam vaginaku bercampur dengan orgasmeku, kami pun mencapai orgasme secara bersamaan.

Suara nafas yang tersengal-sengal memenuhi balai dan ku biarkan pak giran tetap menindihku, sejenak kami saling berpandangan dan tangannya mengelus pelan kepala sembari mencium kening ku.

"apa kamu menyesal, rin?" celutuk pak giran diantara kesunyian yang menghinggapi kami.

"tidak pak, aku sudah memikirkan semuanya dengan matang dan siap menanggung semua resiko dari perbuatan kita malam ini." ujar ku

"benarkah ?" tanya pak giran yang tak percaya.

Aku tak menjawabnya namun sebuah ciuman ku daratankan di bibirnya dan sejenak kami saling berpangutan.
oOo​
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar