Episode 8
Lanjutan...
“Sekarang gantian saya yang isi dompetnya non yah.. hehe, dijamin ampe luber lagi dah, hahaha!” terdengar suara pria yang lain.
“Uuugh... Pak Mamit nakal deek, mau ikut-ikutan bayar di dompet kakak niih.. boleh ngga sih dek? Hihihi...”
Suara percakapan yang terakhir kudengar ketika aku tergolek lemas tak
berdaya, karena berikutnya aku hanya mendengar suara desahan dan
lenguhan kakakku saja di sertai ledekan pria-pria itu yang cenderung
melecehkan kakak kandungku.
Antara terima dan tidak terima mendengar kakakku diperlakukan seperti
itu, toh akhirnya aku memang tak bisa berbuat apa-apa. Aku sendiri malah
coli ketika kakakku sendiri tengah digagahi dua pria itu. Bahkan aku
sampai coli dua kali, ketika panggilan pertama kakakku akhirnya terputus
dan aku dihubungi kembali oleh kakakku yang ternyata justru Pak Has
yang menggunakan hape kakakku untuk menghubungiku.
Aku ingat ketika Pak Has sambil terkekeh-kekeh menceritakan dengan detil
apa saja yang tengah dialami oleh kakakku. Dia menjabarkan dengan detil
bahwa kak Alya sambil terlungkup digenjot oleh Pak Mamit hingga tak
mampu berkata apa-apa. Bahkan sengaja menempelkan hapenya dekat dengan
kak Alya agar aku dapat mendengar suaranya yang sedang digenjot habis
oleh pria sialan itu. Aku hanya bisa membayangkan seperti apa adegan
yang sedang terjadi di sana yang justru membuat otongku kembali bangkit
dan dengan tak berdaya aku pun kembali mengocoknya lagi.
Aku marah pada diriku sendiri, tapi aku tak mampu menahan diri ketika
mendengar kakakku melenguh dan mendesah tak karuan hingga akhirnya
melolong panjang yang dibarengi dengan muncratan pejuku di kasurku. Dan
malam itu baru menunjukkan pukul delapan malam. Sedang kakakku baru
diantar pulang hampir menjelang tengah malam.
Dan itu adalah kejadian seminggu yang lalu. Dimana semenjak kejadian itu banyak mengubah pandanganku terhadap kakak kandungku.
Malam ini aku sedang tidur-tiduran di ranjangku, sendirian tapi tidak
seperti biasanya yang selalu mengganggu kakakku. Habisnya kak Alya sejak
sesudah makan malam terus saja berada di kamarnya, gak mau diganggu.
Katanya sih sedang sibuk bikin tugas kuliah. Padahal aku belum ngepejuin
dia malam ini. Ya… hampir tiap malam aku pasti selalu menguras kantong
zakarku dan memindahkan isinya ke tubuh kakakku itu. Sungguh hari-hari
yang indah bila mengingat kembali kebiasaan kami di rumah apabila sedang
hanya berdua..
Tapi aku tidak menyangka kalau kakakku lebih nakal dari yang aku
pikirkan. Ataukah dia memang sudah nakal sejak dulu dan aku baru
mengetahuinya? Aku pikir kejadian dengan teman-temanku itu adalah
satu-satunya, tapi ternyata terus berlanjut dan semakin parah.
Seharusnya aku marah ketika kakakku dilecehkan seperti itu, tapi entah
kenapa aku juga sangat horni membayangkan kakakku yang putih dan cantik
sedang ditindih oleh orang-orang seperti mereka. Aku benar-benar seperti
sedang di antara dua sisi yang berjalan berdampingan.
Untung saja sampai saat ini dia masih tetap berbaik hati membolehkanku
beronani di depannya, hingga aku memuncrat-muncratkan pejuku dengan
banyaknya menembak wajah maupun tubuh kakak kandungku yang cantik ini.
Hanya saja belakangan ini perasaanku seperti teraduk-aduk.
Sebenarnya aku ingin sekali merasakan seperti yang orang-orang itu
rasakan, tapi kak Alya terus saja tidak membolehkannya dengan alasan
kalau kami adalah saudara kandung. Sungguh bikin kesal, tapi biar deh
daripada gak dapat sama sekali, apalagi aku memang selalu tidak tahan
bila berkhayal sedikit tentang kakakku sendiri. Ah, aku ingin pejuin dia
lagi nih sebelum tidur.
Akupun bangkit dari tempat tidurku, keluar kamar, dan segera menuju ke
kamarnya. Aku harap kak Alya sudah selesai bikin tugas sehingga aku bisa
bermanja-manjaan lagi dengannya.
“Tok tok tok…” ku ketok pintu kamarnya.
“Siapa?” tanya kak Alya kemudian. Apaan sih kakakku ini. Udah tahu di
rumah cuma ada kita berdua, siapa lagi emang kalau bukan aku? -_-
“Aku kak…” jawabku malas, terdengar dia seperti tertawa kecil di dalam.
“Oh… Ada apa dek?”
“Itu… Aku boleh masuk nggak kak?”
“Mau ngapain? Kan kakak udah bilang kalau kakak lagi sibuk, bandel banget sih kamu dibilangin”
“Eh, i..itu.. pengen main game di tabletnya kakak, penasaran nih belum
tamat” alasanku mengada-ngada. Tentu saja dia tahu kalau itu cuma
alasanku saja.
“Huuu… gayamu dek. Jujur aja deh… mau ngapain, hayo? kepengen yah? hihihi”
“Hehehe… iya nih… boleh ya kak?”
“Nggak!” Ugh kak Alya..
“Yaah… janji gak bakal ganggu kok kak… Please… bolehin aku masuk yah…”
“Dasar kamu ini, emang susah dilarang kalau lagi kepengen, hihihi.. Tunggu setengah jam lagi yah..” ujarnya kemudian.
“Janji yah kak setengah jam lagi?”
“Iya… adek kakak ini cerewet banget sih…”
“Hehehe.. makasih kak…” Ya sudahlah kalau dia bilang setengah jam lagi.
Aku rela menunggu kak Alyaku yang seksi demi ngepejuin dia. Sambil
menunggunya aku habiskan waktu saja dulu menonton tv.
Sekitar setengah jam kemudian kak Alyapun keluar dari kamarnya. Seperti
biasa, dia selalu kelihatan cantik. Tapi tumben kali ini dia muncul
dengan pakaian yang cukup sopan. Dia memakai baju kaos biru lengan
pendek dan rok yang panjangnnya di bawah lutut. Hmm.. mungkin karena
hawa malam ini cukup dingin karena baru saja turun hujan.
“Kamu lagi ngapain dek? Belum bobok?”
“Aku kan nungguin kakak, gimana sih” ujarku kesal.
“Eh, iya yah… hihihi. Eh dek, temenin kakak cari minuman ke minimarket dong… Capek nih habis ngerjain tugas, kakak jadi haus”
“Yah… kok sekarang sih kak… tengah malam gini ngapain sih keluar? Minum
air putih aja deh” tolakku karena aku ingin segera bermanja-manjaan
denganya. Sudah gak kuat lagi nahan dari tadi.
“Gak puas kalau cuma minum air putih aja, ayo dong dek.. temenin kakak yah?” pintanya lagi manja.
“Duh… Iya deh kak. Cuma nyari minum aja kan? Ga ada niat yang
lain-lain?” tanyaku penuh selidik. Meskipun aku selalu penasaran dengan
tingkah kak Alya yang tidak tertebak, tapi aku agak cemas juga kalau kak
Alya mengulangi aksi nekatnya seperti sebelumnya. Tetap sih aku konak,
tapi aku merasa aksi nekatnya yang keliling komplek dengan pakaian
nyaris telanjang waktu itu terlalu beresiko. Aku tidak ingin terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan pada kakakku tercinta ini.
“Hihihi, emangnya kamu ngarepin apa, hayo? Iya.. kakak beneran haus kok dek.. Bentar ya kakak ambil mantel dulu”
Kak Alyapun pergi ke kamarnya. Beberapa saat kemudian ku lihat dia
kembali dengan memakai mantel panjang rapat berwarna ungu yang menutupi
hampir seluruh tubuhnya hingga sebetis kakakku. Fiuh.. leganya, sejenak
ku pikir kak Alya bakal muncul dengan pakaian yang memamerkan
aurat-auratnya, untung saja tidak.
“Yuk dek,” ajaknya mengulurkan tangannya padaku sambil tersenyum manis.
“Iya kak…” Akupun menggapai tangannya. Dia lalu menarik tanganku menuntunku sampai ke luar rumah.
Tampak suasana yang sudah sangat sepi dan gelap di luar sini. Mana
hawanya dingin banget pula. Aku pengen cepat-cepat saja ke mini market
dan segera kembali ke rumah, terus manja-manjaan deh dengan kakakku.
Setelah mengunci pintu kamipun segera menuju ke mini market.
“Sepi yah dek?”
“Iyalah… namanya juga tengah malam gini”
“Berarti udah gak ada orang lagi kan di luar?”
“Kalau iya memangnya kenapa kak?”
“Umm.. kalau kakak telanjang kira-kira ada yang lihat gak yah….” ujarnya
genit sambil tersenyum nakal padaku. Duh… kak Alya ini, jangan mulai
deh.
“Jangan macam-macam donk kak…”
“Kenapa? Gak bakal ada yang lihat tuh kayaknya… udah pada bobok”
“Iya sih, tapi kan belum tentu gak ada orang yang bakal lewat nanti. Udah deh kak jangan yang aneh-aneh”
“Hihihi.. takut benar sih kamu. Iya deh iya… kakak gak telanjang dulu,
hihihi” Ugh… Kak Alya. Apa dia benar-benar berniat bertelanjang di
tempat umum lagi? Kakakku ini sungguh membuat aku gemas! Meskipun aku
penasaran dan horni juga, tapi gila aja kalau dia benaran bakal
telanjang lagi di luar sini, di lingkungan komplek perumahan kami yang
orang-orangnya mengenal kakakku sebagai gadis baik-baik, sopan dan alim.
Kalau kakakku ketahuan keliling komplek bertelanjang bulat gimana coba,
bisa rusak nama baik orangtua kami. Nasib baik waktu itu aksinya tidak
ketahuan, aku tidak ingin dia mencoba mengulanginya lagi, karena belum
tentu selanjutnya bakal seberuntung waktu itu.
Kak Alya berjalan lebih dulu di depanku. Dari dulu kalau kami jalan
bareng memang selalu dia yang di depan. Baik ketika jalan ke mall, jalan
ke sekolah, atau kemanapun selalu begitu. Kakakku di depan dan aku
mengikutinya di belakang, bukan beriringan. Hal itu karena dulu kalau
kami jalan beriringan aku selalu tanpa sadar berjalan lebih cepat
sehingga kakakku harus sering tergopoh-gopoh menyusulku. Aku tidak bisa
mengimbangi langkah kak Alya yang kecil dan pelan. Akhirnya entah mulai
kapan, kak Alya memutuskan kalau kita jalan berdua, dia harus di depan
sedangkan aku harus ngikutin di belakang supaya bisa menyesuaikan
langkah dengannya. Dilarang keras menyelipnya. Akhirnya lama-lama jadi
terbiasa jalan berdua seperti ini.
Kami terus berjalan. Ku lihat dia membuka tali mantelnya yang tadinya
terikat sehingga kini mantelnya terbuka. Menurutku tidak aneh, tapi
lama-kelamaan agak janggal karena kak Alya sering memelankan langkahnya
sambil tengok-tengok. Kalau di depan terlihat ada kendaraan, dia akan
melambat untuk menunggu kemana arah kendaraan itu. Kalau ternyata
kendaraan itu tidak menuju ke arah kami, hanya lewat di depan dan
menghilang di tikungan jalan, kakakkupun kembali berjalan dan
mempercepat langkahnya seperti khawatir disalip olehku, kadang sambil
menengok ke belakang dan senyum-senyum nakal padaku.
“Ada apa sih kak?” tanyaku heran melihat tingkahnya.
“Nggak ada kok, hihihi” jawabnya centil cekikikan. Sungguh bikin gemes.
Rasanya aku melihat rona wajah kak Alya memerah, tapi aku tidak begitu
yakin. Aku berusaha tidak berpikir yang macam-macam.
Kami semakin jauh dari rumah. Sekarang di depan tampak ada tukang nasi
goreng. Agak jauh tapi jelas menuju ke arah kami. Namun lagi-lagi
kakakku menengok ke belakang dan tersenyum kecil padaku. Kali ini aku
yakin kalau wajah kak Alya bersemu merah. Dia lalu mempercepat
langkahnya sehingga ujung-ujung mantelnya jadi agak berkibar. Aku sampai
dapat melihat betis putih kak Alya tersingkap agak tinggi hingga ke
atas lutut. Lho? Bukannya tadi sebelum pergi kak Alya memakai rok
panjang? Apa dia diam-diam sudah menggantinya dengan rok mini atau
celana pendek?
Kak Alya memperlambat langkahnya lagi. Tukang nasi goreng itu semakin
dekat. Jalanan yang kami lewati agak gelap karena lampu jalan hanya
menyala sebagian kecil. Begitu jarak kami dan tukang nasi goreng itu
semakin dekat, kak Alya kembali menutupkan mantelnya rapat-rapat, tidak
diikat, melainkan sekedar memegangi dengan tangannya, dan lagi-lagi dia
melirik ke belakang tersenyum padaku. Senyum yang membuat aku
berdebar-debar karena aku tidak tahu apa maksud senyumannya itu.
“Nasi goreng neng?” Tanya tukang nasi goreng itu sambil tersenyum mesum.
Aku yang sekarang berdiri di samping kak Alya kini mulai curiga melihat
kakakku mendekapkan tangannya rapat-rapat memegangi mantelnya.
“Hihihi, nggak bang, makasih...” jawab kak Alya centil. “Udah kenyang,
lagian malam-malam makan nasi goreng ntar gendut bang” sambungnya lagi.
Duh, kakakku ini, kalau nggak mau beli ya tinggal bilang ‘nggak’ aja,
gak usah berhenti dan ngajakin ngobrol sambil kecentilan gitu!
“Emang sekarang udah jam berapa neng?”
“Hmm.. jam berapa yah… bentar bang” kak Alya lalu berusaha mengambil
hape yang ada di saku mantelnya. Untuk mengambil hape di sakunya kak
Alya harus mengendorkan pegangannya pada mantel sehingga bagian kerahnya
agak terbuka. Oleh karenanya belahan dada kakakku itu jadi tampak
dengan jelas! Terang saja tukang nasi goreng menelan ludah dibuatnya,
tapi kak Alya tetap terlihat cuek. Duh, kak Alya…
“Jam setengah dua belas bang. Udah malam kan? Masa jam segini makan nasi
goreng sih… hihihi” ujar kak Alya kemudian dengan ramahnya. Aku yakin
kalau kak Alya memang berniat menggoda tukang nasi goreng itu. Begitupun
dengan tukang nasi goreng itu yang tentunya sangat beruntung bisa
bertemu dan ngobrol dengan gadis secantik kakakku. Tapi yang bikin aku
penasaran, sebenarnya apa yang dikenakan kak Alya dibalik mantelnya itu?
Sepertinya tidak hanya aku yang penasaran, tapi juga si tukang nasi
goreng. Matanya terlihat berusaha mengintip ke balik kerah mantel
kakakku yang terbuka. Aku mulai curiga kalau jangan-jangan kak Alya
tidak memakai apapun lagi dibaliknya!? Duh… Aku jadi tegang
membayangkannya.
“Memangnya neng mau kemana malam-malam begini?” tanya si tukang nasi
goreng yang sepertinya ingin menahan kakakku lebih lama. Tapi kak Alya
sendiri malah tetap meladeninya.
“Mau cari minuman bang ke minimarket sama adek, iya kan dek?” jawabnya sambil melirik tersenyum padaku.
“I..iya. Kak… udah yuk… jalan lagi, ntar kemalaman” ajakku. Aku tidak
mau berlama-lama di sini. Namun kak Alya belum mau beranjak juga,
sepertinya masih belum puas menggoda si tukang nasi goreng. Si tukang
nasi goreng itu tampaknya juga ingin berlama-lama ngobrol dengan
kakakku, bahkan dia kelihatan tidak begitu memperdulikanku saat aku
mengajak kakakku untuk pergi dari sini.
“Oh… mau ke minimarket ya neng? Haus yah malam-malam?”
“Iya bang… minimarketnya masih buka kan bang? Ya iyalah, kan 24 jam,
hihihi” ujar kak Alya yang masih saja beramah-ramah pada bapak penjual
itu. Udahan dong kak!
“Hahaha, si neng... tapi ada apa sih kok lihat ke bawah terus?”
“Ah, nggak… mastiin aja kalau kakinya bapak napak ke tanah, hihihi”
“Idih si neng, masak bapak dikira setan. Yang patut dicurigai tuh neng,
kok tengah malam di luar bisa ketemu cewek kayak neng, udah cantik,
putiih mulus, rambutnya panjang. Jangan-jangan neng sundel bolong lagi,
hayo liat punggungnya... hehe”
“Iihh… abang gak sopan nih mau lihat-lihat punggung orang!”
“Lho, tadi si neng sudah ngecek kaki saya napak apa nggak. Sekarang biar
adil boleh dong saya ngecek punggung neng bolong apa nggak, hehe” ujar
si tukang nasi goreng yang tentunya punya maksud mesum. Sialan. Aku
harap kak Alya tidak benar-benar akan membuka mantelnya, karena apapun
itu dibaliknya pastinya akan membuat heboh nantinya. Apalagi kalau
sampai memperlihatkan punggungnya segala.
“Beneran abang mau lihat? Ntar kalau beneran bolong abangnya bakal lari pontang-panting lagi, hihihi”
“Ah, kalau hantunya secantik neng sih saya pasrah aja dah… Ayo dong neng
buka mantelnya” pinta tukang nasi goreng itu lagi yang sepertinya
ngebet banget ingin tahu apa yang dikenakan kakakku di balik mantelnya.
Aku sebenarnya juga penasaran, tapi tentunya aku tidak ingin kak Alya
benar-benar akan membuka mantelnya di hadapan orang ini. Gila aja kalau
dia sampai membuka mantelnya. Kalau ternyata kakakku memang tidak
memakai apa-apa dibalik mantel itu entah apa yang akan terjadi
selanjutnya.
“Aduh… abang ini. Hmm… gimana yah... Tuh dek, abang ini pengen lihat
dibalik mantel kakak ada bolongnya atau nggak, kasih lihat nggak sih
dek?” tanya kak Alya senyum-senyum padaku. Tentu saja aku menolak.
“Eh, jangan kak! Ngapain juga sih diturutin becandaan abang ini”
“Hihihi… tuh bang… gak dibolehin sama adek”
“Yahh si neng, malu yah? Jangan-jangan si neng gak pake apa-apa lagi?
Hehe…” si bapak penjual itu menebak seolah yakin betul yang aku sendiri
tak tahu dari mana dia bisa berpikiran seperti itu. Tapi melihat sikap
si bapak yang terus memaksa kak Alya untuk memperlihatkan punggungnya
jangan-jangan di kejauhan tadi dia memang melihat sesuatu. Apa kak Alya
benar tidak memakai apa-apa di balik mantel itu?
“Adeek, gimana donk niih? Si abang maksa banget deh kayaknya” kak Alya
bertanya padaku tapi bukan seperti dilanda panik karena dipaksa si bapak
penjual nasgor itu, malah senyum genit gak jelas. Justru aku yang panik
dan khawatir kalau kakakku akan berbuat nekat meladeni si bapak itu.
“Ayoh neng..” si penjual makin ngelunjak memaksa kak Alya untuk membuka mantelnya untuk memperlihatkan punggung kak Alya.
“Adek, sini deh..” panggil kakakku setengah berbisik. Entah apa yang
sedang kak Alya ingin sampaikan sampai harus bersuara agak berbisik.
Yang aku yakin pasti selalu membuatku tegang dan tak berkutik.
“Duh kak, apaan lagi?”
“Kamu bantuin kakak yah dek..”
“Bantuin apaan sih kak?” tanyaku penasaran dengan nafas mulai memburu,
entah karena terburu panik atau hal yang lainnya kini sudah makin tak
jelas.
“Ummm... kamu bantu pelorotin mantel bagian belakang kakak yah, hihi..”
“Hah?! Ah, gak mau kak!”
“Yaah adeek, entar abangnya gak pergi-pergi loh.. mau yah?”
Kak Alya selalu memberikan pilihan yang sulit buatku, dan aku sudah
sangat panik apabila memang benar kak Alya tak memakai apa-apa di balik
mantel ini, maka kakakku akan jadi tontonan buat si bapak itu. Tapi
membayangkan memelorotkan mantel kakakku sendiri supaya bisa dilihat
orang lain, gejolak batinku benar-benar tercampur aduk makin kacau.
Kakakku yang cantik dan putih, akan kuperlihatkan punggung polosnya pada
si bapak sialan itu.
Tanpa menunggu persetujuan dariku, sepertinya kak Alya tau betul kalau
aku juga setengah menikmati adegan ini yang mana kakakku langsung
mengambil posisi memunggungi bapak itu. Sedang aku entah sadar atau
tidak kini sudah memegang kerah belakang mantel kak Alya.
“Kaak.. kakak serius nih?” sambil menatap wajah kakakku yang sama sekali
tak menyimpan kecemasan, malah melempar senyum manis dan kedipan
sebelah mata. Apa maksudnya?
Lalu dengan perlahan kak Alya menyibakkan rambut panjangnya kedepan dan
membuka mantel bagian depannya yang tak terlihat oleh si bapak itu, tapi
aku yang berdiri di samping kak Alya melihat jelas apa yang
dikenakannya malam ini di balik mantel ungu itu. Kak Alya tak mengenakan
apa-apa! Mendadak jantungku merasa seperti berhenti hingga lupa
bernafas. Aku melihat jelas susu kak Alya yang putih dengan puting merah
kecoklatan mengacung keras ketika membuka lebar mantelnya. Ough..
Celanaku..
“Adeek.. tarik kebawah doonk..” pinta kak Alya dengan suara manja
kepadaku. Aku benar-benar seperti terhipnotis karena godaannya. Dan aku
malah benar-benar menarik kebawah kerah belakangnya yang perlahan-lahan
mulai memperlihatkan leher jenjang dan mulus kak Alya, sungguh aku bisa
melihat bulu-bulu halus yang tumbuh pada tengkuknya. Kak Alya
benar-benar seksi. Aku bahkan seperti tak mendengar celotehan si penjual
sialan itu lagi. Sebagai sesama lelaki aku tahu betul ia pasti sedang
menikmati pemandangan ini dengan leher tercekat.
“Uugh.. kaak, udah yah?”
“Kalo kakak bilang udahan, adek bener mau udahan? Hihihi...” kak Alya
seperti tahu betul kalau aku sedang perang bathin. Apalagi kini aku
seperti sedang menelanjangi kakak kandungku sendiri di hadapan orang
lain. Sensasi ini justru malah membangkitkan hasratku untuk terus
memeloroti mantel kakakku.
“Kaak..”
“Apa deek?”
“Punggung kakak putih banget kaak..” tanpa sadar aku malah berceloteh
sendiri dan sudah menurunkan kerah kak Alya sampai kepunggungnya, kak
Alya benar-benar merawat tubuhnya hingga terlihat seksi seperti ini.
“Hihihi.. adek suka yah?”
“Suka kaak..”
“Dek, liatin deh abangnya..” perintah kak Alya sambil menatap genit
padaku untuk melihat reaksi si abang, karena jelas sudah kak Alya memang
niat membuat si abang ketar-ketir dengan pemandangan ini.
Saat aku melihat si abang yang sedang melongo sambil memegang pegangan
gerobaknya melihat punggung putih kak Alya, tiba-tiba aku agak
dikejutkan dengan hembusan angin di kakiku seolah ada yang jatuh di
bawah sana. Saat kulihat kebawah, aku melihat mantel kak Alya sudah
berada di kakinya yaitu di atas aspal. Kak Alya menjatuhkan mantelnya!
“Kak!”
“Aduuh.. melorot deh deek, ambilin doonk, hihi.. dingin niih..” katanya
sambil ketawa cekikikan sambil tersenyum geli. Kakakku benar-benar gila
dan nekat! Bahkan di depan bapak penjual nasi goreng kakak
memperlihatkan tubuh belakangnya, yang mana kini si bapak itu tahu bahwa
kak Alya memang bugil!
Sepintas kulihat si bapak penjual itu masih melongo dan melotot melihat
kakakku yang bugil membelakanginya. Malahan seperti orang yang tersedak
biji salak. Dari tengkuk, punggung, pantat, sampai paha dan kakinya yang
jenjang dan putih bersih terlihat jelas oleh si bapak itu.
Dengan cepat aku mengambil lagi mantel itu dari bawah dan memakaikan
kembali ke tubuh kakakku yang agak menggigil kedinginan dan berniat
untuk segera pergi dari sini dengan menariknya, tapi kak Alya malah
mendekati si bapak itu.
“Bang.. gak bolong kan punggungnya?”
“Eh, A-anu.. ngga neng, hehe.. bening..”
“Yang bolong bukan punggungnya, tapi yang dibawah, hihihi..”
“Hah?!”
“Daag abaang..” celoteh kak Alya yang langsung menghampiriku dan
memegang tanganku meninggalkan si abang yang tengah terbengong-bengong
seperti tak mempercayai bila ia akan benar-benar melihat seorang cewek
cantik yang mau bugil di depannya.
Sampai di persimpangan kami berbelok dan sudah meninggalkan tukang nasi
goreng tadi. Sambil terus berjalan aku semakin tak nyaman dengan situasi
yang makin memanas ini. bahkan saking panasnya sepertinya aku hampir
pingsan setiap kali mendapat serangan siksaan dari kakakku yang nakal
ini.
“Kak… pulang aja deh kalau gini…” pintaku cemas takut-takut terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi setelah tahu kalau kakakku tidak
memakai apa-apa lagi dibaliknya.
“Hihihi… kamu ini penakut banget sih” jawab kak Alya santai, tapi aku
tahu dia tidak sesantai itu juga, dia pastinya sangat berdebar-debar
juga saat ini. Terutama kejadian barusan dimana kak Alya langsung pergi
meninggalkan si penjual nasgor itu sendirian. “Udah dekat tuh ke
minimarket masak pulang sekarang sih?” ujarnya lagi.
“Iya.. tapi pakaian kakak kayak gitu…” jawabku yang masih ragu untuk meneruskan petualangan malam ini.
“Huuuu… seperti tadi tuuh, padahal kamu suka kan?” goda kak Alya.
Tebakannya memang tidak salah, walaupun aku begitu cemas, namun aku
memang sudah konak dari tadi melihat tingkah nakal kakak kandungku ini.
Kak Alya senyum-senyum manis melihat aku yang hanya terdiam, sepertinya
dia tahu isi pikiranku.
Dia lalu mulai berjalan lagi. Akupun ternyata mengikutinya juga
akhirnya. Aku harap kakakku tidak akan berbuat yang akan membuat
jantungku copot.
“Bentar dek” ujar kak Alya menyuruh berhenti saat kami sampai di perempatan jalan yang lampu jalannya menyala terang.
“Ada apa kak?” tanyaku heran. Dia tidak menjawab dan hanya senyum-senyum
padaku. Dia berniat menggodaku! Apa yang akan diperbuatnya? Dadaku
sungguh berdebar kencang.
Kak Alya lalu celingak-celinguk memperhatikan setiap sudut jalan.
Setelah memastikan kondisi sepi dia kini malah berdiri tepat di bawah
sorotan lampu jalan dan…
“Dek…”
“Ya kak?”
“Tangkep nih!” BUK! Kak Alya melemparkan mantelnya padaku! Dia kembali
bertelanjang bulat! Bugil polos tanpa sehelai benangpun di tubuhnya!
Badanku langsung panas dingin. Kakakku benar-benar nekat! Jelas aku jadi
panik bukan main dibuatnya, namun sekaligus konak berat di saat yang
sama. Melihat ekspresiku yang tidak karuan ini kakakku malah tertawa
cekikian.
“Dek… fotoin kakak dong…” pintanya kemudian sambil mengulurkan hapenya
padaku. Hah? Apa-apaan sih kakakku ini? Dia minta difotoin pake hapenya
dengan pose bugil di tengah perempatan jalan di bawah penerangan lampu
jalan! Badanku semakin lemas dibuatnya. Dia seakan-akan tidak memberiku
kesempatan untuk bernafas lega dengan aksi-aksi nekatnya.
“Kak Alya!”
“Apa? Fotoin dong dek…” pintanya lagi sambil masih mengulurkan hapenya padaku.
“Please kak… pakai dong mantelnya…” ujarku memohon. Aku ingin dia menyudahi aksi nekatnya ini.
“Gak mau sebelum kamu fotoin kakak dulu”
“Masa gitu sih kak!?”
“Ya udah, kalau gitu kakak telanjang terus di sini” katanya dengan gaya mengancam. Ugh… sungguh aku dibuat gemas dengan ulahnya.
Akupun tidak punya pilihan lain. Daripada semakin lama kami di sini
kuturuti saja deh permintaannya. Aku ambil hape dari tangannya lalu
menjepretnya beberapa kali. Perasaanku sungguh campur aduk antara cemas
dan horni. Sungguh pemandangan yang tidak lazim, seorang gadis cantik
dengan kondisi bertelanjang bulat di tengah jalan, sedang difotoin oleh
adek laki-lakinya sendiri. Kak Alya bergaya-gaya bak foto model
professional. Sambil memotretnya, aku berkali-kali celingak-celinguk
untuk memastikan kondisi tetap sepi. Sungguh nekat dan bahaya sekali!
Tapi aku sungguh konak bukan main.
“Duh kak, konak berat nih…” keluhku.
“Hihihi, ya udah dek dikocok aja”
“Gila di tempat umum gini. Yuk pulang aja yuk kak, kita ngentot di rumah” ujarku yang sudah sangat horni.
“Hihihi, maunya kamu tuh… Enak aja ngentot-ngentot. Udah dekat nih
minimarketnya, yuk lanjut” katanya sambil beranjak dari bawah lampu
jalan.
“Ta..tapi dipake dulu lagi dong mantelnya kak..”
“Ogah ah, gerah nih dek…”
“Hah? Apanya yang gerah sih… Ayo donk kak, tadi udah janji lho gak bakal macem-macem”
Aku sendiri tidak tahu apa aku tulus atau tidak meminta kak Alya
mengenakan mantelnya kembali, secara aksi kakakku ini sukses membuat
adik kecil di balik celanaku berontak hebat. Tapi di sisi lain aku
sungguh mencemaskan apa yang akan terjadi. Aneh memang, karena semakin
aku mencemaskan kakakku, aku juga semakin horni.
“Cepetan ah kak, pakai mantelnya” pintaku lagi memaksa.
“Malas ah…” jawabnya enteng, bahkan sambil berlari. Gila kak Alya!
“Kak!”
Aku berusaha mengejarnya, tapi semakin aku mencoba mengejar, dia malah semakin cepat berlari.
“Kak… mantelnya!” teriakku tertahan, tapi dianya malah menolehkan
kepalanya ke belakang sambil memeletkan lidah dan terus berlari. Ya
ampun kakakku ini!
Hingga akhirnya kak Alya kecepekan sendiri dan berhenti. Dia mengulurkan tangan mengambil mantelnya yang ku berikan padanya.
“Jadi adek mau kakak pake ini lagi?” katanya sambil senyum-senyum nakal.
“Iya kak cepetan…”
“Hmm…” Bukannya segera mengenakan mantelnya. Kak Alya malah tengak
tengok lalu mengerling padaku. Apa yang dia lakukan selanjutnya sungguh
membuat aku jantungan, kak Alya melemparkan mantelnya ke halaman rumah
orang!
“Kak!”
Gila… sungguh gila! Jelas mantel itu tidak mungkin bisa diambil kembali.
Pagar rumah orang itu cukup tinggi. Kak Alya melemparkan mantelnya
melewati pagar itu. Apalagi begitu mantelnya mendarat di dalam halaman
rumah orang itu langsung terdengar anjing penjaga menyalak-nyalak keras.
Aku dan kak Alya langsung lari dan sembunyi meskipun tahu anjing itu
berada di balik pagar dan tak mungkin mengejar keluar. Aku sungguh
panik, tapi kakakku ini justru ketawa kegirangan. Dia seperti puas
sekali dengan aksi nekatnya yang membuat adeknya ini jantungan.
“Aduh dek, gimana nih… Kakak gak punya pakaian” ucap kak Alya manja
pura-pura panik. Aku sungguh gemas sekali dibuatnya. Padahal dia sendiri
yang membuang mantelnya sembarangan. Aku saat ini cuma memakai kaos dan
celana pendek, tidak ada dari pakaianku yang bisa ku berikan ke
kakakku.
“Duh, kakak ini gimana sih!? Masak mantelnya dibuang sembarangan gitu!” protesku padanya.
“Maaf yah dek, gak sengaja, hihihi...” ujarnya masih dengan gaya tak bersalah.
“Pulang aja deh kak kalau gini. Gak mungkin kan kakak ke minimarket telanjang begitu”
“Masak pulang sekarang sih dek? Mini marketnya udah dekat banget gitu.
Sekalian aja deh gak papa” jawabnya enteng. Apanya yang gak apa-apa!
Seharusnya aku benar-benar menyeret kakaku pulang saat ini, tapi
ternyata aku penasaran juga bagaimana kakakku tetap ke mini dengan
kondisi telanjang bulat, yang mana bila terjadi apa-apa tidak akan ada
sesuatu yang bisa menutupi tubuhnya nanti. Tapi aku justru semakin
penasaran dan horni membayangkannya. Ya, akupun setuju akhirnya untuk
tetap lanjut ke mini market.
Setelah berjalan tidak lama, kamipun akhirnya sampai di sana. Tapi
tentunya kami tidak langsung masuk, karena tidak mungkin kakakku ikut
masuk ke sana. Dari tempat kami berdiri dan bersembunyi di seberang
jalan, aku perhatikan keadaan di sekitar minimarket tersebut. Minimarket
itu milik salah satu warga di dekat sini, bukan minimarket waralaba
yang terkenal itu, tidak ada CCTV, karyawanpun hanya satu yaitu kasir,
seorang mas-mas, umurnya paling baru 20-an. Suasana sepi sekali, tidak
ada satupun pengunjung.
“Kak, tunggu di sini aja yah, biar aku yang masuk ke dalam”
“Oke adek…” jawab kak Alya setuju sambil tersenyum manis, lalu
mengedipkan matanya. Aku harap dia benar-benar memegang omongannya.
Akupun menyeberang jalan menuju ke minimarket, namun tiba-tiba… kak
Alya! Dari belakang kakakku ini berlari dengan cepat mendahuluiku menuju
minimarket!
“Kakaaaak!” jeritku tertahan. Muke gile kakakku ini!
Kak Alya masuk ke minimarket. Saat pintu terbuka ada suara bel selamat
datang yang membangunkan si kasir. Beruntung kakakku sudah sempat
berlari masuk dan menuju rak-rak dagangan. Kepalanya terlihat tapi
seluruh badannya tersembunyi dari pandangan mas-mas kasir.
“Ee.. selamat belanja mbak” sapa mas-mas itu. Kakakku hanya melemparkan
senyumnya kepada mas-mas kasir itu. Seandainya mas-mas itu tahu kalau
ada gadis cantik telanjang bulat sedang belanja di mini marketnya!
Jantungku berdebar-debar dahsyat. Ku yakin kakakku juga demikian.
Akupun menyusul kak Alya, tapi aku berpura-pura tidak mengenalnya. Aku
langsung menuju ke balik rak-rak tempat kakakku berada. Aku yang sudah
tidak tahan segera mengeluarkan penisku.
“Kak…”
“Apa dek?”
“Gak tahan…”
“Terus? Pengen pejuin kakak?” tanyanya senyum-senyum.
“I..iya kak”
“Sekarang?”
“Iya…”
“Ya udah… kocok aja dulu dek, sambil liatin kakak, hihihi...” ujar kak Alya sambil lanjut kembali memilih-milih belanjaan.
“Uugh… kak Alya” erangku pelan mulai mengocok penisku. Aku beronani
sambil melihat kakakku yang belanja sambil bugil. Kak Alya sendiri
bertingkah seperti orang belanja dalam kondisi normal. Dia
berjalan-jalan melihat-lihat di rak bagian makanan kecil, ia kelihatan
yakin sekali mas-mas kasir tidak akan beranjak dari kursi kasirnya.
Bahkan ketika ku perhatikan mas-mas itu sudah mulai menguap lagi, tampak
sekali berusaha kuat melawan kantuk.
Gila memang apa yang sedang aku lakukan, masak beronani di dalam mini
market sih. Tapi aku memang sudah tidak tahan melihat tubuh kakakku yang
berkulit putih bersih itu, bertelanjang di depan rak di dalam mini
market. Sesekali kak Alya melirik dan tersenyum manis padaku yang sedang
beronani. Bikin aku semakin gak tahan ingin muncrat. Dari tadi kakakku
ini selalu bikin penisku tersiksa.
Tapi mendadak terjadi hal yang sama sekali di luar dugaanku.
“Adeek.. pengen colinya lebih enak gak?”
“Uugh.. mau donk kaak..”
“Siap yaah..”
“Hehehe..”
“Mas! Mas! Mau tanya donk!” kak Alya dalam keadaan bugil malah memanggil mas penjaga kasir! Ini bunuh diri namanya!
“Kak Alya! Apa-apaan sih?!” sambil setengah berbisik aku melihat si
penjaga kasir yang mengantuk tadi mulai berjalan mendekati kami berdua.
Mana posisiku lagi nanggung di tengah kocokanku di samping kak Alya.
Mas penjaga kasir itu berjalan semakin mendekati kami, habis sudah kalau
dia melihat kak Alya dalam keadaan bugil. Ingin bersuara tapi malah
tenggorokan ini tercekat rasanya, saking tegangnya sampai aku tak bisa
berbuat apa-apa. Aku terlalu takjub melihat kenakalan dan kenekatan
kakak kandungku sendiri. Ketika si penjaga hampir sampai di rak kami
sedang melihat-lihat..
“Kalo coklat XX ada gak mas?” potong kak alya sebelum ia sampai ke rak
bagian kami, yang mana coklat yang dimaksud kak Alya berada persis di
seberang kami berdiri. Sehingga kini kami berhadap-hadapan dengan si
penjaga kasir hanya di batasi dengan dua rak yang dempet dan saling
membelakangi. Kami berdua agak beruntung karena ternyata tinggi badan si
penjaga tidak lebih tinggi dari kami berdua, dan hanya bisa melihat kak
Alya dari leher keatas aja.
“Oh coklat XX mba? Bentar yah, saya liat dulu” si penjaga tanpa perasaan
ganjil mencari-cari coklat yang dimaksud kak Alya. Sepertinya kak Alya
sengaja membuatku tersiksa hingga menyuguhkan pemandangan di mana kak
Alya seolah sedang berhadap-hadapan dengan pemuda itu tanpa mengenakan
pakaian sehelaipun. Aku hampir tak bisa mengontrol diriku lagi untuk
agak merapatkan badanku ke tubuh kakakku. Kocokanku jadi semakin liar.
“Ada gak mas?”
“Kayaknya gak ada tuh mba”
“Ummm.. kalau coklat YY deh..” kakakku melempar senyum semanis mungkin
ke pemuda itu hingga membuatnya salah tingkah. Kakakku benar-benar suka
menggoda orang asing, tapi melihat permintaan kak Alya untuk mecari
coklat pada pemuda itu, sepertinya kak Alya juga tak ingin langsung
dilihat oleh pemuda itu. Tapi tetap saja jantung ini mau copot rasanya.
“Gak ada juga tuh mba.. mungkin mau coklat yang lainnya mba?” tanya
pemuda itu polos, tapi ditelingaku bisa menjadi mesum dan cabul.
“Umm.. gak usah deh. Makasih ya mas.. lagian aku masih punya coklat
batangan dari rumah kok, hihi..” sambil melirik genit kearahku kak Alya
tersenyum sayu dan genit. Apalagi ketika mengucapkan kata-kata “coklat
batangan dari rumah”, sungguh membuat badanku panas dingin, karena aku
yakin yang dia maksud adalah milikku.
Sekembalinya si penjaga kasir tadi ke mejanya, aku langsung menghadap
kak Alya sambil menempelkan kepala penisku ke pinggangnya, aku sudah tak
tahan lagi mehanan siksaan yang dilancarkan oleh kakakku yang nakal
ini.
“Kaak.. uugh, gak kuat kaak..”
“Hihihi.. adek suka ngga liatnya?”
“Aahh.. kak Alya nakal banget, semua orang mau kakak godain..”
“Hihi, tapi kakak senang adek mau nemenin kakak..” sembari berucap
dengan nada lirih, kak Alya tiba-tiba duduk berlutut di depanku sambil
membuka mulutnya.
“K-kak Alya?” sambil melihat wajahnya yang cantik dengan mata sayu dan
pipi merah merona aku mengarahkan otongku persis di depan mulutnya.
“Coklat batangan kakak mana deek? Hihihi..”
“Hah?!”
“Ayo adeek.. katanya udah gak tahan? Kotorin gih muka kakakmu ini ama peju adek..”
“Oough.. kaak..” racauku sambil terus mengocok makin cepat.
“Lama yah dek? Nanti ketahuan loh kalo ada orang yang datang, hihihi...”
tawanya cekikikan setengah meledekku, seolah kak Alya pun tahu aku agak
susah keluar karena sebagian diriku dilanda rasa panik takut ketahuan.
Bayangkan saja seorang kakak sedang bugil berlutut di depan adik
kandungnya sendiri yang sedang coli di depan mukanya, dan kami tengah
berada di mini market.
“Kakak gangguin aku terus ihh..”
“Adek kelamaan ah, liat nih dek yaa..” ditengah aku sedang mengocok di
depan mukanya tiba-tiba kak Alya membuka mulutnya lebar-lebar persis di
depan kontolku dan.. Happ! Kak Alya memasukkan kontolku kedalam
mulutnya! Baru kali ini aku menikmati hangatnya kontolku berada di dalam
rongga mulut kakakku sendiri. hampir melayang rasanya, bahkan aku
hampir tak bisa berdiri tegak sampai harus berpegangan pada rak yang ada
di sampingku.
Sambil masih dilanda badai kenikmatan kulihat kak Alya memajukan
kepalanya hingga batang kontol coklatku melesak makin dalam kedalam
rongga mulutnya. Sungguh aku bisa merasakan tiap lekuk dan tepian di
dalam rongga mulut kakakku, dan yang pasti aku semakin tak tahan lagi
untuk menahan muncratan pejuku yang siap meledak.
“Kaak.. adek.. mauu..”
“Fuuaah..” kak Alya langsung menarik kepalanya hingga terlepas kontolku
dari dalam mulutnya. Seketika itu juga aku yang sudah tak bisa menahan
lagi langsung menyemprotkan pejuku kemuka kakakku.
CROOOT! CROOOT!
Sambil masih mengejang beberapa kali dengan getaran-getaran kecil dan
pandangan yang agak berkunang-kunang aku melihat kakakku memejamkan
matanya sambil membuka mulutnya. Sungguh kak Alya menikmati tiap siraman
peju kental hangatku yang mendarat di wajahnya yang cantik. Pengalaman
pertama bagiku di mana penisku dikulum oleh kakak kandungku sendiri.
Walaupun hanya satu kali kocokan, tapi benar-benar melayang bahkan
hampir pingsan aku menerima perlakuan kakakku.
“Udah deek?”
“Uugh.. udah kak.. enaak”
“Gara-gara kamu kelamaan kakak jadi ngemut coklat batangan beneran kan..
huuu, dasar..” sambil manyunin bibir imutnya kak Alya mencubit perutku
dengan gemas.
“Auw! Sakit tau kak”
Tibat-tiba terdengar deru motor dari kejauhan dan mendekat. Oh tidak!
Banyak orang berkonvoi motor mendatangi minimarket. Mereka sepertinya
adalah geng anak-anak muda bermotor yang memang biasa konvoi dan
mangkal di dekat sini. Aku panik bukan main. Kak Alya yang sedang
membersihkan wajahnya dengan bajuku pun juga tampak kebingungan. Aku
harus menyembunyikan kakakku! Tapi dimana!? Para geng bermotor itu mulai
memarkirkan kendaraan mereka di depan minimarket. Jelas ketegangan ini
masih belum selesai…
Bersambung….
Sumber : Forum Semprot
Home
Alya
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Kakak Beradik : Petualangan Kakakku, Kak Alya 8
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar