Semenjak kejadian terakhir beberapa minggu yang lalu kak Alya sepertinya
agak kapok untuk keluar-keluar bugil lagi, sepertinya sih. Semoga kak
Alya memang tidak eksib lagi sendirian di luar sana tanpa
sepengetahuanku.
Tapi tetap saja kebiasaan kakakku yang suka menjahiliku tidak pernah
hilang. Seperti mengembalikan kegiatan normal harianku, yaitu memeluk
kakakku seharian yang selalu diakhiri dengan menodai tubuh seksinya
dengan pejuku. Tapi setelah beberapa kejadian yang kulalui sampai saat
ini, fantasiku pada kakakku kini semakin nakal. Awalnya aku memang tak
terima mengetahui kakakku diperlakukan tak senonoh oleh orang asing yang
baru saja kami kenal, bagaimanapun ia adalah kakakku, dan aku sangat
menyayanginya meskipun aku terobsesi pada kakakku sendiri.
Obesesiku pada kak Alya kini semakin liar saja. Baik dengan pakaian
sopan maupun pakaian minim, tetap saja pikiran kotorku selalu
membayangkan yang tidak-tidak tentang kakakku. Apalagi selama ini aku
belum pernah benar-benar melihat secara langsung apakah kakak
benar-benar dicabuli dan berbuat yang tidak-tidak dengan mereka-mereka
yang pernah bersama dengan kakakku.
Entah itu disengaja atau tidak, Kak Alya jadi sering sekali berpakaian
minim dan sembarangan kalau di rumah. Bahkan menerima tamu juga dengan
pakaian yang sembarangan, hanya pada teman-temannya dan orang-orang
komplek saja dia mau muncul dengan pakaian yang sopan dan berjilbab.
Tapi kalau hanya ada aku, atau di depan teman-temanku, ataupun saat
menerima tamu asing seperti peminta sumbangan atau pengantar makanan,
kak Alya selalu berpakaian minim dan mengumbar auratnya yang indah itu.
Setiap dia menerima tamu asing pasti aku selalu dibikin deg-degan dan
panas dingin. Tidak hanya aku tentunya, tetapi juga tamu itu sendiri.
Siapa sih yang tidak dibikin berdebar jantungnya dan mupeng berat saat
melihat penampilan kakakku yang seksi itu? Dari peminta sumbangan,
pengantar makanan, sampai tukang nasi goreng pernah melihat betapa
seksinya kakakku ini. Bahkan menurut penuturan kakakku beberapa diantara
mereka ada yang sempat mencicipi kenikmatan tubuh kakakku.
Walau tak terima, namun tak ku pungkiri kalau aku sendiri jadi ngaceng
setiap mendengar ceritanya itu, karena aku memang sering dari dulu
berfantasi membayangkan kak Alya yang cantik dan sopan di mata
masyarakat itu mau dinodai oleh orang-orang seperti mereka. Belakangan
ini aku sendiri jadi suka membayangkan kakakku ketika bersama tukang
ayam bakar, bapak-bapak yang pernah disenggol mobilnya yang entah sopir
atau bukan, lalu tukang nasi goreng. Dan bayangan-bayangan itu selalu
membuatku terangsang dan selalu merasa tak puas apabila hanya
membayangkannya saja. Apakah aku memang ingin kakakku mengalami hal itu
kembali?
Saat ini aku sedang asik-asiknya nonton tv, dan kakakku sedang ada di kamarnya yang entah sedang apa.
“Deek... nanti kasih tau kakak yah kalau ada temen kakak yang datang,
dia mau ambil kardus pakaian bekas layak pakai buat disumbangin ke panti
asuhan” pinta kak Alya padaku dari kamarnya. Aku jadi ingat beberapa
hari yang lalu kak Alya memintaku untuk mengumpulkan pakaian bekas layak
pakai dariku. Kak Alya memang rajin mengikuti kegiatan bakti sosial
bersama teman-teman kampusnya, seperti ke yayasan-yayasan panti asuhan
untuk membantu memberi sumbangan kepada anak-anak yang terlantar dan
butuh bantuan. Bahkan terlalu sering sampai aku sendiri kadang mendapati
kakakku masih sibuk di luar saat aku pulang.
Tidak lama kemudian terdengar suara motor yang dilanjutkan dengan ada
orang yang mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Apa itu teman
kak Alya? Tapi dari suaranya sepertinya bukan. Suara pria tua!
“Kak, kayak ada yang datang tuh...” ujarku memberi tahu kak Alya.
“Teman kakak yah dek?” kak Alya bertanya sambil melongokkan kepalanya
keluar dari celah pintu kamarnya. Melihat rambut indahnya yang terjuntai
indah itu sepertinya kak Alya baru akan memakai jilbabnya.
“Kayaknya bukan kak... dari suaranya seperti orang tua kak, mana langsung masuk pagar dan ketok pintu rumah lagi”
“Orang tua? Apa mungkin dari dari yayasan yah?”
“Aku atau kakak nih yang bukain pintu? Kakak aja yah..” tanyaku saat kak
Alya masuk lagi kedalam kamarnya. Sepertinya mau bersiap-siap menerima
tamu.
“Iya deh… kakak aja yang buka” jawab kak Alya dari dalam kamarnya.
Aku memang selalu berfantasi nakal pada kakakku yang cantik ini, jadi
aku selalu membiarkan kak Alya saja yang menerima tamu asing, namun
diam-diam aku tetap selalu menjaga kakakku dari orang yang suka berbuat
iseng pada kakakku.
Ketika kak Alya keluar dari kamar aku setengah terperanjat melihat busana yang dikenakan oleh kakakku.
Kali ini kak Alya menerima tamu yang entah siapa hanya dengan memakai
kemeja. Kemeja putih lengan panjang, yang memang cukup dalam sampai
menutupi pantatnya, namun paha putih mulusnya tetap terpampang bebas
untuk dipandangi dengan leluasa. Tapi sepertinya kak Alya tidak
mengenakan apa-apa lagi di balik itu. Dan benar saja! Cuma kemeja putih
itu saja yang ia kenakan! Kemeja yang bahkan hampir transparant! Aku
yang gak tahan melihat pemandangan menggoda itu otongku langsung
menegang keras, jadi pengen onani saat itu juga.
Aku akhirnya hanya mengintip dari kejauhan sambil membayangkan hal yang tidak-tidak pada kak Alya.
“Eehh… non Alya?” ujar bapak peminta sumbangan itu terlihat sumringah
saat kak Alya membukakan pintu. Aku seperti ingat sebelumnya siapa
peminta sumbangan itu..
“Eh, Pak Amin, apa kabar?” sambil menjabat tangannya kak Alya tersenyum
sangat manis. Ternyata lelaki itu adalah Pak Amin! Orang yang dulu
pernah minta sumbangan ke rumah. Mau apa lagi dia ke sini!?
“Silahkan masuk dulu Pak… duduk dulu” ajak kak Alya ramah kemudian.
Lagi-lagi dia mengajak orang yang tidak jelas masuk ke dalam rumah.
Ampun deh kakakku ini.
Aku lihat Pak Amin terus menatap tubuh kak Alya dengan leluasa, tidak
seperti dulu yang hanya dibatasi pagar rumahku. Tentunya dengan
pandangan mupeng penuh nafsu. Ku yakin Kak Alya sadar kalau dia sedang
dipandangi cabul oleh pria tua lusuh itu, tapi dia malah berlagak cuek.
Posisi duduk kak Alya agak miring sehingga paha mulusnyalah yang
terpampang bebas di hadapan pak Amin.
“Makasih ya non sebelumnya untuk niat non mau bantuin pondok panti
asuhan di tempat saya, hehe..” sambil cengengesan matanya kulihat tak
berhenti jelalatan melihat kakakku.
“Sama-sama Pak, biasa aja kok”
Ternyata pak Amin ini adalah salah satu pengurus pondokan panti yang
dikunjungi kak Alya beserta teman-temannya waktu itu dalam sebuah acara
amal kampus!
“Tapiii.. kok non Alya gak pake jilbab? Terus pakaiannya ini…” kata Pak
Amin sambil menelan ludah. Aku rasa pak Amin mulai sadar kalau kak Alya
tidak memakai apapun lagi di balik kemeja itu. Aku yang melihat dari
jauh saja bisa langsung tahu kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi
dibaliknya, apalagi oleh Pak Amin yang tepat duduk di depannya.
“Begini gimana sih Pak?” tanya kak Alya pura-pura tidak mengerti.
“Itu… bajunya… terbuka gitu… auratnya nampak lho…”
“Hmm… kan di rumah aja pak… lagian cuacanya panas banget” jawab kak Alya santai.
“Ohhh… gitu, iya juga yah non... gerah nih, hehe..” ujar pak Amin
magut-magut namun matanya tetap terus memandangi tubuh kakakku ini,
terutama pahanya. Aku yang melihat pemandangan ini jadi semakin panas
dingin. Kakakku yang cantik bening putih mulus dengan pakaian minim
sedang bersama pria tua lusuh. Sungguh kombinasi pemandangan yang bikin
darah berdesir. Aku jadi berpikir jorok seandainya pria tua itu kini
yang ngentotin kak Alya. Menggenjotnya dengan liar sampai menumpahkan
pejunya di dalam memek kak Alya.
“Emang kenapa pak dengan pakaian saya?” tanya kak Alya menyadarkan lamunan mesum pak Amin juga lamunan mesumku.
“Eh, nggak… cuma kan waktu itu non ke tempat kami pake jilbab, baju non
Alya waktu itu sopan banget” jawab pak Amin seperti sengaja mengarahkan
kak Alya. Ya, waktu itu tentu saja kak Alya berpakaian sopan lengkap
dengan jilbabnya, berbanding terbalik dengan saat ini yang hanya memakai
kemeja putih tipis, setelan yang sangat memamerkan aurat.
Aku hanya bisa membayangkan apa isi kepala orang ini setiap kali bertemu
dengan kakakku. Apakah acara yang bersifat amal untuk ibadah itu mampu
membersihkan isi kepala yang sudah kotor semenjak bertemu kak Alya dari
balik pagar itu? Rasanya tak mungkin, apalagi melihat posisi duduknya
sekarang yang sudah seperti orang tak nyaman lagi, entah apa yang
mengganjal di bawah sana.
“Hihihi… Tapi tetap cantik kan pak?” tanya kak Alya malah menggoda bapak itu.
“Cantik dong… malah lebih cantik begini, hehehe”
“Huuu… Pak Amin ini bisa aja”
“Emang di rumah gak ada orang ya non?” tanya pak Amin.
“Ada kok, ada adeknya Alya di rumah”
“Terus emang adeknya non gak risih lihat kakaknya pakai baju seperti ini? Adeknya non cowok bukan?”
“Iya… adek saya cowok Pak… masak risih segala? Kan kakak sendiri,
hihihi… kalau gak percaya tanya aja sendiri“ jawab kak Alya sambil
tertawa renyah, kemudian tiba-tiba kak Alya memanggilku. “Deeeek, sini
deeh..” teriak kak Alya. Duh, kak Alya ini ngapain sih manggil aku
segala!? Aku yang bingung kenapa dipanggil akhirnya keluar juga menemui
mereka. Aku lalu bersalaman dengan pak Amin dan duduk bersama mereka di
sana.
“Itu… Emm… Kamu beneran gak masalah lihat kakakmu pake baju kayak gini?” tanya Pak Amin benar-benar menanyakan hal itu padaku.
“Ng…nggak sih Pak…”
“Emang kamu gak nafsu? Hayo, jawabnya yang jujur…” tanya Pak Amin lagi
seperti mengintrogasiku. Dia sepertinya penasaran apakah aku punya nafsu
atau tidak terhadap kakak kandungku sendiri.
“Nafsu sih… hehehe” jawabku apa adanya mengingat dia orang asing yang
bukan dari daerah sini sehingga aku tidak peduli, karena aku memang
benar-benar sedang bernafsu melihat kakakku sendiri. Mendengar jawabanku
kak Alya langsung mencubit gemas perutku.
“Dasar kamu ini… jangan bilang kalau burungmu ngaceng sekarang!?” ucap kak Alya dengan wajah pura-pura kesal.
“Emang ngaceng kok kak…” kataku makin berani yang dibalas lagi dengan
cubitannya. Bahkan seperti tak bisa kutahan lagi, aku kembali nyerocos..
“Kakak sih pake baju begitu… mana tahan coba, aku kan cowok tulen juga.
Kak Alya udah cantik kayak bidadari, imut, bening, terus pakai baju
kayak gitu. Siapa yang gak nafsu coba? Iya kan pak?” kataku sengaja
menanyakan pendapat pak Amin.
“Eh, I..iya… tuh kan Non Alya, adek non Alya ternyata nafsu lho sama non, hehe” ujar Pak Amin.
“Tau nih pak, saya juga baru tahu, hihihi… beneran dek? Berarti kamu
sering dong ngayal yang jorok-jorok tentang kakak?” tanya kak Alya
padaku.
“Se-sering kak…” jawabku agak malu. Aku tidak menyangka kak Alya akan
bertanya seperti itu di depan orang lain, namun ku jawab saja.
“Kamu ini… emang ngayal apa aja?” tanya kak Alya lagi seolah
mengarahkanku, tapi seperti kesempatan buatku inilah saatnya aku
mengungkapkan lagi keinginan terdalamku, yang bedanya kali ini di depan
orang asing.
“Ummm… ngayal bisa ngentot dengan kakak…”
“Hah? Adeeek.. kita itu saudara kandung tahu… masak kakak dientotin sama
adek sendiri sih? Hihihi, mesum! Terus apa lagi dek? Itu aja?” tanya
kak Alya yang sepertinya juga sangat tertarik dengan semua khayalan
jorokku padanya. Dia sepertinya tidak malu lagi bertanya seperti itu
padaku di depan tamu itu. Entah apa yang membuatnya begitu.
“Masih ada lagi kak…”
“Apa tuh dek? Keluarin aja semua khayalanmu tentang kakak, kakak pengen
dengar loh… Kamu pengen kakak dibobo’in sama siapa aja yah?” Duuuhh…
mendengar perkataannya itu sungguh membuat aku jadi panas dingin.
Kenakalan dan kenekatan kakak sepertinya muncul lagi. Sungguh pertanyaan
yang tidak pantas dari seorang kakak pada adeknya. Tapi dengan kondisi
pikiranku yang sudah kotor dari kemarin-kemarin akhirnya ku utarakan
juga semua fantasi liarku padanya.
“Aku juga sering ngebayangin kakak waktu sama tukang ayam bakar,
bapak-bapak yang bawa kak Alya sampai malam, juga tukang nasi goreng
waktu itu..” jawabku dengan suara pelan mengungkapkan semuanya.
“Ya ampun dek…. Masih penasaran yah adek? Hihihi... Berarti barusan ini
kamu ngayalin kakak digituin Pak Amin juga dong?” tanya kak Alya menebak
sambil melirik ke arah pak Amin. Terang saja pak Amin jadi salah
tingkah dan menelan ludah.
“I-iya kak…” jawabku malu karena isi pikiranku ketahuan olehnya.
“Emang kalau kejadian kamu mau ngelihatnya dek?” tanya kak Alya dengan lirikan nakal yang membuat aku berdebar mendengarnya.
“M..maksudnya kak?”
“Iya, kalau kakak akhirnya beneran di-en-tot-tin Pak Amin, kamu pengen
lihat?” tanya kak Alya dengan nada suara lirih menggoda, bikin penisku
makin ngaceng saja dibuatnya. Ku lihat Pak Amin juga terkejut dan
terdiam saja mendengar ucapan kakakku barusan.
“Ga-gak tahu deh kak…” Aku memang tidak tahu apa yang akan ku lakukan
jika hal itu akhirnya betul-betul terjadi. Di satu sisi tentunya aku
tidak rela, dia kakak kandungku sendiri, masa dentotin orang lain
seenaknya di hadapanku. Namun di sisi lain itu merupakan imajinasi
liarku terhadap kak Alya dan aku sungguh penasaran ingin melihatnya.
“Ngomong-ngomong, Non Alya kapan main main ke panti lagi… anak-anak pada
kangen lho… hehe” tanya Pak Amin mencoba mendinginkan suasana.
“Alya juga kangen Pak… Apalagi sama Romi, Dodi, Budi dan Gito, hihihi”
ujar kak Alya. Kok nama-nama yang disebut kak Alya cowok semua sih?
“Iya… Non Alya sih cantik banget, baik lagi. Terang saja mereka kangen…”
“Hmm… libur semester ini deh ya.. Kan kalau gak sibukan Alyanya bisa leluasa waktunya…” tawar kak Alya.
“Waaaah… silahkan banget non, anak-anak pasti senang banget non Alya datang lagi. Nginap aja sekalian non…”
“Nginap? Ngg…. Boleh deh…”
“Wah, gak sabar saya, eh… maksudnya anak-anak, hehe”
“Gak sabar kenapa Pak?”
“Eh, nggak non…hehe” Pak Amin hanya cengengesan mesum.
“Oh iya Pak, bentar yah… Alya mau siapin uang dan pakaian yang buat disumbangin…”
“Ooh, silakan non… kirain yang di depan mata yang mau disumbangin, hehe..”
“Iiihh, adeeek... Pak Amin mulai deh... Hihihi... bentar yah...”kata kak
Alya bangkit dengan sedikit hati-hai agar vaginanya tidak terbuka dan
terlihat oleh kami berdua, gayanya itu bikin aku gemas. Tapi tunggu, dia
sepertinya lebih berusaha menutupi vaginanya dari pandanganku daripada
menutupi vaginanya dari pandangan Pak Amin. Ku lihat tadi pak Amin
meneguk ludah saat melihat ke arah selangkangan kak Alya. Kakakku
sendiri sepertinya tidak ambil pusing dengan pandangan pria tua itu.
Seperti sudah niat banget bikin pria itu pusing atas bawah.
Kak alya lalu menuju ke dalam kamarnya untuk mengambil duit. Dia kembali
tidak lama kemudian dengan membawa amplop yang sepertinya berisi uang.
“Dek, kakak minta tolong donk beliin cemilan dan minuman, masa tamu gak
dikasih apa-apa” suruh ak Alya sambil menyerahkan uang itu padaku.
“Lha, kok aku sih kak?”
“Terus? Masak kakak sih yang pergi pake baju kayak gini? Buruan gih
sana…” suruhnya lagi. Akupun terpaksa menuruti. Dengan buru-buru aku
segera ke mini market. Aku tidak ingin membiakan kakakku yang cantik
sendirian bersama pria itu di rumah. Tapi sial banget mini market ini
sedang rame-ramenya. Mungkin ada sekitar 15 menit sejak aku pergi tadi
sampai balik ke rumah lagi. Tapi untungnya aku tak bertemu dengan
penjaga kasir malam itu, di mana untuk pertama kalinya aku dan kak Alya
mengutil kaos demi menyelamatkannya dari kumpulan orang-orang bermotor.
Tapi tetap saja akhirnya jatuh ke pelukan tukang nasi goreng, huh!
Aku terkejut saat aku pulang tidak menemukan kak Alya dan pak Amin di
ruang tamu. Aku panik, dan dadaku berdebar kencang. Kemana mereka?
Melihat kardus pakaian yang akan disumbangkan masih tergeletak di lantai
berarti Pak Amin masih ada di dalam rumah ini. Nafasku semakin tercekat
saat melihat kemeja putih yang dikenakan kak Alya tadi tergeletak
sembarangan di lantai. Apa kak Alya tidak memakai apa-apa sekarang? Apa
dia telanjang? Sejak kapan dia membuka kemejanya itu? Tapi masalahnya
dia ada dimana sekarang? Akupun langsung mencari ke dalam rumah.
“Kaaaaak? Dimana sih?” teriakku memanggilnya.
“Di sini dek, di dalam kamar mandi..”
“Kak.. kardusnya masih di ruang tengah, Pak Aminnya dimana?”
“Ummm... ini kakak lagi sama Pak Amin di dalam, dek….” Sahut kak Alya
yang bagai halilintar di kupingku. Badanku langsung lemas mendengarnya,
tapi tak lama penisku malah langsung ngaceng maksimal. Benarkah Pak Amin
bersama kak Alya di dalam sana?
“Kaak!”
“....” tak ada jawaban di dalam sana. Apa yang terjadi di dalam? Apakah
akhirnya aku akan melihat semua ini? di depan mataku sendiri bahwa
kakakku benar-benar dientotin orang-orang asing seperti yang aku
bayangkan selama ini?
“Ngapain sih kak di dalam kamar mandi berdua?” tanyaku dari balik pintu
kamar mandi. Perasaanku sungguh campur aduk saat itu, antara bingung,
cemas, sakit hati, dan horni. Kakak kandungku yang cantik bening sedang
berduaan dengan pria tua lusuh di dalam kamar mandi!
“Gak tahu nih Pak Amin…. Waktu kamu pergi tadi, dia langsung nyerang
kakak. Nakal banget ngga sih dek? Kamu marahin gih…” jawab kak Alya
seakan tidak bersalah, padahal tingkah lakunya itu yang membuat pria
manapun akan khilaf untuk menikmati tubuh binalnya. Ternyata walaupun
kakakku ini selalu memakai jilbab kalau keluar rumah, tapi kelakukannya
seperti lonte. Bahkan lonte saja dibayar. Ugh, aku sebagai adeknya
sendiri dibikin mupeng berat karena ulahnya ini. Kak Alya binaaaaal!
“Dek Aldi…. Kakakmu yang nakal banget ini udah bikin bapak nafsu. Jadi boleh kan bapak hukum?” tanya Pak Amin padaku.
“Eh, I-itu…” aku tidak tahu menjawab apa. Sebagai seorang adek tentunya
aku harus melindungi kakak perempuanku, tapi untuk kali ini nafsuku
mengalahkan logika. Aku membiarkan kakakku diberi pelajaran karena
perbuatan nakalnya itu.
“Terserah bapak” jawabku pasrah.
“Adeeeeeeekkk…. Kamu jahat…. Huuuu… huuu…” ucap kak Alya merengek, tapi
selanjutnya malah terdengar suara kak Alya menjerit manja
“Kyaaaaaaaaaa……. Paaaaaak, ampuuuun, hihihi...” diiringi suara benturan
pintu pada kamar mandi. Seperti suara seseorang didorong sampai menubruk
dan tetap bersandar pada pintu itu. Aku hanya bisa membayangkan Pak
Amin yang mendorong kak Alya sampai menempel ke pintu kamar mandi, lalu
dari suara pintu yang terdorong berkali-kali sepertinya bandot tua itu
menggenjot kakakku dengan liar. Tepat di balik pintu itu ada aku,
adeknya yang hanya bisa membayangkan persetubuhan mereka di dalam sana.
“Kak….” Panggilku sedikit cemas, karena tampaknya kakakku betul-betul
digenjot dengan liarnya oleh Pak Amin. Hentakan pintu kamar mandi kami
sampai berdebam kencang.
Terdengar suara kak Alya “Deeekkkk… kakakmu sedang dientotin dek….
Ssshhh…. Kakak kandungmu… dientotin sama peminta sumbangan… sssshhh….”
Mendengar omongannya itu aku kini malah mengocok penisku, aku hanya bisa
mengocok penisku sambil membayangkan apa yang sedang terjadi di balik
pintu ini. Aku tidak menyangka kalau kak Alya memang nakal seperti ini.
Berarti cerita-cerita kak Alya selama ini benar adanya. Hatiku semakin
sakit, tapi kenapa aku juga semakin horni dibuatnya!? Sialan.
“Ughhh… Kak Alya nakal…” erangku. Namun akhirnya aku memilih untuk
menikmatinya saja, toh ini memang fantasiku dari dulu, meskipun aku
masih tidak menyangka kalau ini benar-benar terjadi.
“Iyaaahhh…. Kakakmu ini nakal dek… Aaaahhh…. Kamu suka dek? Kamu lagi
onani ya sekarang?” tanya kak Alya menebak dengan suara manja
terengah-engah.
“Iya kak, aku lagi onani… kak… aku pengen lihat boleh?”
“Ngghh… lihat apa dek?”
“Lihat kak Alya dientotin sama Pak Amin”
“Jangan dek… gak boleh… masak kamu lihat kakak sendiri ngentot sih? Kamu
onani sambil bayangin kakak aja yah… nggghhhh… Pak… pelan-pelan… sshhh”
“Ughh…. Kak… aku pengen lihat nih…”
“Gak boleh… ngghh… Pak Amiiiinn…. genjot Alya yang kencang pak… biar
adeknya Alya makin enak ngebayanginnya…” suruh kak Alya pada pak Amin.
“Eeegghh.. Iya non Alya…. Bapak hantam yang kuat yah, nih!” kata pak
Amin. “Plak plak plak!” terdengar suara peraduan kulit yang semakin
keras.
“Ahhh… kakak jahat! Dasar kakak perempuan nakal!” racauku sambil mempercepat kocokanku.
“Iya…. Kakakmu perempuan nakal dek…. Kamu bayangin yah dek… kakakmu yang
keseharian berpakaian sopan... dan berjilbab... lagi dientotin
sekarang... sama pria tua gak jelas… Deeeekkk… bayangin dek… bayangin…
enggggghhh” erang kak Alya.
Aku sungguh tidak kuat mendengar omongan kakakku. Persetubuhan mereka
juga sungguh sangat heboh. Belum pernah aku merasakan seperti ini
sebelumnya. Tanganku juga semakin cepat mengocok penisku. Sepertinya
sebentar lagi aku akan muncrat.
“Kak Alya…. Aku pengen muncrat nih…” teriakku.
“Bapak juga dek Aldi…” malah pak Amin yang menyahut.
“Ya sudah berengan aja yah kalian muncratnya… Pak Amin keluarin di
vagina Alya, tapi adek keluarin di pintu aja yah dek… gak apa kan dek?”
ujar kak Alya yang tentu saja aku tidak terima.
“Yah… kak, aku juga pengen muncrat di dalam memek kakak…” rengekku.
“Hihihi… Jangan dong dek… ntar kakak bisa hamil anak kamu. Masa kakak
dihamili adek sendiri? Gak boleh ya adekku sayang…” tolak kak Alya. Jadi
dia lebih memilih sperma pak Amin untuk memasuki rahimnya? Pria tua
yang tidak jelas itu?
“Agghhh…. Kak Alya nakal… kak Alya lontee!” teriakku yang hanya disambut desahan kak Alya.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sedikit, kak Alya mengeluarkan
kepalanya. Tubuh telanjangnya masih tertutup pintu, begitu juga tubuh
pak Amin yang sepertinya masih menggenjot tubuh kakakku dengan kasarnya,
terlihat dari guncangan-guncangan tubuh kakak.
“Gini aja yah dek? Cukup kan?” ujar kak Alya. Ahhhhh… Kak Alya rese, aku
cuma kebagian ngelihat wajahnya saja sedangkan pria tua itu dapat
dengan nikmatnya dapat melihat seluruh tubuh bugil kak Alya, bahkan
menghujam vagina kakak kandungku yang cantik ini.
Tubuh kak Alya terhentak-hentak dengan hebatnya, tapi dia masih saja
berusaha tersenyum padaku, bikin aku tambah horni dan semakin tidak
tahan saja. Tampak wajah kakakku memerah dan mandi keringat. Di mulut,
pipi, bahkan mungkin seluruh wajah kak Alya juga ada banyak cairan
bening yang sepertinya adalah liur pak Amin yang menambah kilapan cantik
pada wajah kak Alya.
“Ngghhh… kak… Aku keluar!“
“Iya deeek… keluarin aja…”
“Bapak juga pengen muncrat non Alya… terima nih peju... bapak bikin
hamil lo!” erang pak Amin, kak Alya juga mengerang manja. Dan…
“Croooooooootttttt” tumpahlah pejuku di hadapan kak Alya.
Dibalik sana, pak Amin juga sepertinya sedang memindahkan benihnya ke
rahim kakakku. Terlihat dari tubuh kakak yang sedikit terdorong kedepan
seolah ingin menghujamkan sampai mentok ke mulut rahim kakakku. Aku
tidak dapat membayangkan kalau akhirnya nanti kak Alya bakal hamil,
hamil anaknya pria tua lusuh ini.
Aku yang terengah-engah kecapean akhirnya mundur dan duduk di kursi di belakangku.
“Udah kan dek…? Enak?” tanya kak Alya dengan senyum manis padaku.
“I-iya kak, enak…” Sial! Kenapa aku menikmati ini semua!?
Tiba-tiba pak Amin melongokkan kepalanya dan mencium bibir kak Alya,
lalu berkata padaku, “Enak ya dek Aldi? Bapak juga enak… nih kontol
bapak masih nancap di memeknya kakak kamu… kayaknya bakal bisa satu
ronde lagi deh… boleh kan dek Aldi kalau bapak entotin kakakmu sekali
lagi?”
“Boleh nggak dek? Kakakmu mau dientotin sekali lagi nih…. Tapi kamu
udahan kan yah? Jadi pintunya kakak tutup lagi yah dek… hihihi” aku
hanya diam tidak berkata. Tenagaku sudah habis. Sungguh kakakku ini
nakal banget.
Pintupun tertutup rapat dan mereka melanjutkan ngentot-ngentotan lagi di
dalam kamar mandi. Bahkan lebih heboh dari yang sebelumnya. Suara kak
Alya yang mengerang-ngerang dan menjerit manja akan kenikmatan sungguh
terdengar sangat erotis.
***
Setengah jam kemudian, akhirnya kak Alya dan Pak Amin keluar dari kamar
mandi. Kak Alya terlihat sangat segar. Rambut basahnya tergerai dengan
indahnya. Dia keluar dengan menutup tubuh basahnya dengan handuk, seakan
masih saja menggodaku dengan sengaja membatasi pandanganku pada
tubuhnya walau sehari-hari aku cukup sering melihatnya bertelanjang di
rumah. Padahal di kamar mandi dengan pria tua yang entah siapa, dia mau
saja bertelanjang bulat membuka semua auratnya, sampai entot-entotan
pula. Bikin kesal aja nih kak Alya, tapi juga bikin aku horni berat.
“Kak, buka dong handuknya… masak sama adek sendiri tega…” kataku memelas ingin juga melihat kakakku ini polos di hadapanku.
“Hmm? Kamu pengen lihat kakak bugil dek?”
“Iya kak…. pengen banget” kataku lagi, dia hanya senyum-senyum manis padaku.
“Ntar aja ya dek… Pak Amin, bantu Alya pilih baju dong ke kamar…” ajak
kak Alya pada Pak Amin. Sialan banget, malah ngajak Pak Amin, enak bener
tua bangka sialan itu. Aku ingin memprotes, tapi mereka sudah keburu
masuk ke dalam kamar kak Alya, lalu menutup pintu. Hanya terdengar suara
cekikikan kak Alya setelahnya. Sepertinya tubuh kakakku sedang
digerepe-gerepe oleh Pak Amin dengan leluasa dan sebebas-bebasnya di
dalam sana. Atau mereka sedang ngentot lagi? Ugh… Kak Alya…
Ternyata setelah beberapa menit akhirnya kak Alya keluar bersama pria
tua itu. Kak Alya memakai setelan yang baru dibelinya 3 hari lalu dan
baru pertama kali ini dipakai. Kemeja pink lengan panjang, rok panjang,
lengkap dengan jilbab putihnya. Kak Alya terlihat begitu cantik dan seks
meski pakaiannya terbilang sopan dan tertutup. Sungguh berbeda dengan
penampilannya sebelum mandi yang sangat terbuka dan mengumbar aurat. Kak
Alya sekarang juga memakai harum-haruman yang membuat pria-pria semakin
klepek-klepek padanya. Tapi melihat penampilan seperti ini apakah kakak
mau keluar?
“Mau keluar yah kak?” tanyaku agak lemas
“Ummm... menurut adek?” jawab kak Alya cuek sambil berkaca di depan
cermin, memastikan kalau penampilannya sudah cantik. Kakak itu sudah
cantik banget kok kak… gak perlu bercermin segala orang-orang udah tahu,
ucap batinku agak sedih. Sudah ditinggal ngentot, kini akan ditinggal
pergi.
“Ya udah ati-ati aja di jalan...” jawabku seakan juga tak peduli padanya walau aku ingin rasanya menemaninya terus setiap waktu.
“Hihihi... adek tuh yaaa, digodain aja udah menyun kayak gitu... emang
gak boleh kakaknya tampil cantik buat adeknya di rumah?” jawab kak Alya
sambil tersenyum imut mengerling padaku.
“Uuuhh, kakaak...” jawabku pura-pura merajuk, padahal mendengarnya saja
membuat badan ini menjadi terasa hangat. Ternyata kakak tidak akan pergi
kemana-mana. Kak Alya bagaimanapun juga tak pernah melupakanku sama
sekali. Aku makin sayang padanya, walau aku masih sedikit kesal karena
mau-mauan aja digagahi orang macam Pak Amin.
Selesai Pak Amin mengangkut kardus berisi pakaian bekas itu ia mohon pamit pada kami berdua.
“Yuk mari non, dek Aldi... bapak pamit dulu yak..”
“Iya Pak Amin, hati-hati di jalan yah...”
“Jangan lupa yah non janjinya, hehehe... ditungguin lho sama anak-anak di sana..”
“Iya, nanti Alya sempetin deh”
“Kasihan anak-anak di sana, katanya udah pada ngebet pengen ketemu
non... pada udah gak tahan, hehehe...” sambil bawa kardus itu ia
cengengesan, entah apa yang dia maksudkan, tapi pasti hal mesum.
“Denger gak tuh dek? Emang pada ngebet ngapain sih Pak Amin, hihihi...”
“Ngebet mau disumbangin lagi sama non Alya, hahaha!” tawanya yang lepas
memperlihatkan gigi-giginya yang menguning dan penuh plak hitam. Tak
terbayang seperti apa bau mulutnya. Entah bagaimana kak Alya bisa tahan
dicium orang seperti itu.
“Ya udah bapak hati-hati di jalan ya, kakak saya mau istirahat dulu deh
kayaknya..” potongku sambil menutup pagar dan meninggalkannya masuk
kedalam rumah.
Sepeninggalnya orang bejat itu dari rumahku aku melihat kak Alya sedang
duduk melihat tv di ruang tengah. Melihat kakakku mengenakan pakaian
tertutup itu malah semakin menambah kecantikannya dan membangkitkan
birahi dalam diriku. Apalagi kini hanya tinggal aku berdua dengan
kakakku di rumah. Belum apa-apa penisku sudah memberontak hebat.
“Adeeek... ngapain sih liat-liat kakak kayak gitu?”
“Kakak cantik siih..”
“Hihihi, gombal iih adek nih... terus apalagi?”
“Kak Alya juga seksi...”
“Ooh, gituu? Kalo seksi memang kenapa dek?”
“Anu kak.. rasanya adek pengennn...” belum selesai aku mengucapkan
lanjutannya tiba-tiba hape di kantongku berbunyi. Seperti mengganggu di
waktu yang tepat aku buru-buru membuka supaya aku bisa kembali keurusan
yang telah kunanti-nantikan ini, yaitu berduaan dengan kakakku. Berharap
bisa mendapatkan perentotan yang kuinginkan sejak lama.
‘Bro... kapan nih kita bisa main PS lagi kerumah lo bro
Ajak kakak lo sekalian maen biar rame yak, hehe..’ bunyi pesan itu.
“Siapa dek?”
“Eehh.. bukan siapa-siapa kakakku yang cantik, heheh..” jawabku tak
nyaman karena gangguan ini yang sekejap bisa membuat otongku lemas.
“Ooh.. ya udah deh, kakak tidur dulu yah..”
“Loh! Kok tidur kak? Aku kan masi kentang kaak?”
“Sini, biar kakak rebus kalo kamu kentang, hihihi...”
“Uuuhh, kakak.. aku beneran kentang juga, malah dibecandain..”
“Makanyaaa, sini adek kakak rebus biar kepanasan, gak mau kakak bikin panas? Hihihi..”
“Hah? Eh, mau deh kak, mau ampe adek kepanasan, mau kaak!” jeritku menyerbu kearah kakakku.
****
Sumber : Forum Semprot
Home
Alya
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Kakak Beradik : Petualangan Kakakku, Kak Alya 10
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar