Yah, squirt lagi. Aku berkelojotan di atas tubuh Vito, sedangkan
kemaluanku terus memuncratkan cairan bening yang deras membasahi
tubuhnya. Tapi aku begitu bersemangat! Sensasi ini, uuuhh... ini sensasi
yang belum pernah kurasakan sebelumnya! Aku mau lagi, lagi, dan lagi!
Aku mau merasakan pipis enak itu lagi, hihi.
"Vit, lo agak ke tengah ranjang deh. Mami mau kasih Olin yang enak-enak biar makin semangat goyangnya," kata Tante Indy.
Vito menuruti apa katanya. Pria ini menarikku ke tengah ranjang, dengan
aku yang sedang menggoyang lagi penisnya, meski masih pelan. Melihat
kebinalanku ini, Vito berdecak kagum sambil meremas payudaraku, dan
kubalas dengan ciuman panas untuknya. Sementara kami sibuk dengan satu
sama lain, aku jadi kurang memperhatikan apa yang Tante Indy lakukan.
Maka, ketika aku penasaran dan menengok ke belakang...
"Olin, siap-siap ya," kata Tante, dengan nada nakal.
Tante Indy kini sedang menungging, membelakangiku. Lalu dia menyingkap
rok yang dipakainya ke atas, dan memelorotkan celana dalamnya sebatas
paha. Dia kemudian menggenggam sebuah dildo berkepala dua dengan salah
satu ujungnya terarah ke lubang kemaluannya sendiri, lalu menekan dildo
itu sampai setengah bagiannya masuk ke dalam kemaluan Tante. Dia
melenguh kecil, sekilas, lalu meminta bantuan Nadine untuk mengarahkan
ujung dildo yang lain untuk memasuki lubang pantatku.
Eh? Lubang pantatku?
"Tante, Tante, bentar deh... aku, aku belom pernah di sandwich sebelumnya. Jangan deh Tante ya, Tan--"
Percuma. Pintaku tak didengar, malah Tante Indy mundur mendekatiku, dan
setengah bagian batang dildo yang digenggam Nadine kini mulai
digesek-gesekkan ke lubang pantatku. Nadine pengalaman sekali dalam
mempenetrasi analku, terlihat dari dia yang memberikan ludah lalu
mengolesinya di bibir lubang ini sebelum ujung dildo mulai dia arahkan
masuk ke... ke... aaahh....
Sedikit demi sedikit... duh, tusukan-tusukan kecil yang dilakukan Vito
membuatku terus terangsang, dan astaga, aku menginginkan lubang pantatku
ditusuk-tusuk juga. Sudah separah ini kebinalanku?
Ujungnya kini mulai menguak lubang pantatku, masuk... semakin dalam...
semakin dalam... sampai... AWH! Setengah bagian dildonya masuk semua,
seiring pantat Tante Indy yang semakin mundur dan kini pantat kami
saling bersentuhan. Aku semakin gila! Sensasi dua benda tumpul terasa
mengganjal di kedua lubangku membuatku tak bisa berpikir jernih sama
sekali! Aku ingin kenikmatan lebih, yaa... more pleasure, and more...
and more... and...
"Olin, goyang lagi," kata Vito memberi perintah.
Aku tersenyum riang. Iyah, dengan senang hati! Kugoyang kembali penis
Vito dengan liarnya, sementara Tante Indy bergerak maju-mundur seperti
anjing jantan sedang menyetubuhi betinanya; menungging membelakangiku,
menusukkan dildonya dengan kasar keluar-masuk di pantatku. Astagaaaa,
ini nikmat!
"Tante, Tante, aahh aahh... kok, kok enak? Kok... enak... mmhhh...
mmpphh... aduh... ahh... aaahh... terus Tan, iyaahh... pantat Olin...
pantat Olin enak banget...!"
Dan Vito bertanya, "Meki nya juga enak ga Lin? Houuhh... gilaaaak, makin sempit aja nih meki!"
"Iyaaahh, iyaaahh enak bangett!" Aku mengangguk berkali-kali, meracau
tak jelas berusaha mengekspresikan kenikmatan ini. "Dua-duanya enak,
enak, aahhh ouuhh... mmpphh... uuhh iyaaahh... entotin Olin terus...
entotin... Olin... Olin... ahhh..."
"Olin sayang... suka aahh... hhmmm... hhngghh... jadi perek Tante?" tanya Tante padaku.
"Suka! Suka banget! Olin perek... Olin pecun... Olin siap dipake
Tante... aahh.. lagi, lagi... gilaaa... pipis! Pipis! Aaahhh, lagi,
lagi, pereknya pipis Tante, Olin pipis... Olin..."
Kami bertiga terus berpacu dalam birahi. Aku, Vito, dan Tante Indy
semakin giat memacu birahi kami menuju puncak kenikmatan. Berkali-kali.
Tanpa henti. Entah sudah berapa menit kulewati dengan menggoyang penis
Vito, atau berapa kali aku orgasme sampai squirt, yang jelas kini tubuh
Vito dan ranjang yang sedang berdecit ini sudah basah sekali oleh cairan
squirt milikku. Dan-oh, mungkin karena tak tahan menjadi penonton,
Nadine ikut ke dalam permainan panas kami. Gadis ini mengangkang
membelakangiku, menyuguhkan kemaluannya tepat di muka pacarnya. Vito
yang sigap, segera menjulurkan lidah dan menguak bibir kemaluan Nadine
dengan lidahnya yang nakal bergerilya dan menari-nari liar. Membuat
Nadine melenguh keenakan, lalu menekan-nekan pantatnya sehingga wajah
Vito terbenam di kemaluan gadis ini.
"Uungghh... lidah kamu nakal yaanghh... jilat terus... enakk... mmhhh," desah Nadine.
"Gilaaaa yaaangh, ini pengalaman terenak... hhahh... houhh.. yang pernah aku coba! Makasih yang, makasih bangett!"
Nadine kini meremas-remas kedua pantatnya; menbuat lubang pantat dia
terkuak lebar. Aku yang dilanda birahi tinggi, melihat pantatnya begitu
bernafsu, seperti ingin melakukan apa yang dilakukan Tante Indy pada
pantatku. Maka, aku ikut meremas kedua pantatnya, sambil menguak lubang
pantatnya semakin lebar, sedangkan lidahku aktif menjilati permukaan
lubangnya--malah sesekali merangsek masuk, mengorek-ngorek lebih dalam
lubang pantat Nadine. Gadis ini semakin gila menekan-nekan pantatnya ke
muka Vito akibat rangsanganku, ditambah kelakuan lidah Vito yang tak
hentinya menjilati kemaluan pacarnya dan aku yang kini menjilat lubang
pantat Nadine sambil satu jariku keluar-masuk mengorek-ngorek lubang
itu. Goyanganku pada penis Vito, ditambah tusukan seirama yang
dilancarkan pria ini di kemaluanku dan juga goyanganku dan Tante Indy
yang senada membuatku merasakan sensasi luar biasa! Apalagi ketika
tangan Vito yang nakal kembali bermain dengan kedua payudaraku. Ah,
rasanya seluruh bagain tubuhku tak ada yang luput dijamah mereka.
Apapun itu, yang ada di kepalaku kini hanya keinginan untuk mendapatkan
kenikmatan ini lagi, lagi, dan lagi; aku belum puas! Belum! Aku harus...
aahh... ini... aaahh... astaga...
"Hhnngghh... mmffhh... mmffhhh... nyaaahh... uwwwaaahhh.... aahh...
hmmppff... aahh... ahh... Tante... Vito... pipis... aaahh... Olin...
mau... pipis... la... lagi..."
"Bareng Lin, bareng! Aku juga... aku juga ahhh... mau keluar... di dalem
ya Lin, di dalem... oouuhh... hooohh... haahh!" desah Vito seiring
tusukannya yang menjadi-jadi di kemaluanku.
"Aaahhh... mekinya... sayang... jilat teruss... Olin, pantat aku Lin,
pantat aku... mmmhh... aku juga mau... ahhh, ahh, aku mau..."
"Tunggu, tunggu! Mami juga... aahh... Lin, tunggu Tante Lin... aaahh
ngghh... god, it's fucking amazing! I'm cumming, I... aahh... aahhh..."
Akhirnya, rasa itu meledak dengan dahsyatnya! Aku kembali orgasme, and
this one's the best I've ever felt! Oh, shit, shit, shit, shit! Yahh,
yahh, muncrat deh... muncrat, basaaaah!
"Lin, aku keluarrrr! Di dalem, di dalem, di," Vito mencengkeram
payudaraku kuat-kuat, membuatku merasakan sensasi sakit bercampur nikmat
yang semakin menambah dahsyat orgasmeku. Lalu kurasakan ada sesuatu
menyembur dari ujung penis Vito yang terasa menyirami kemaluanku. Ah...
lagi-lagi dalam. Ah, bodo deh! Rasa ini terlalu... terlalu...
Aku dan Vito mencapai klimaks bersamaan; Vito melesakkan penisnya
dalam-dalam ke kemaluanku, sementara aku bergetar hebat meresapi orgasme
terdahsyat yang pernah kurasakan! Aku makin gila menggarap pantat
Nadine dengan lidah dan jariku, dan hal ini malah mengantarkan Nadine
menuju klimaksnya juga.
"Aaaaaahhh, astagaaaa.... enak Lin, sayaaaanghh... aku nyampe yanghh... ouuhhh... mmmffhhh.... hhhmmffhh....!"
Dan beberapa puluh detik kemudian, tepat ketika badai orgasmeku mulai
mereda, Tante Indy mempercepat sodokan dildonya, tanda dia juga akan
mencapai klimaks. Terlalu cepat dan kasar, membuat pantatku terasa panas
namun nikmat, membuatku merasakan sensasi itu lagi... sensasi nikmat
orgasme... sensasi... aahh...
"Gilaaaaa anjing, bangsat, bangsaaat, nyampe lagi, nyampe lagi, pipis,
gue pipis, gue pipis! Aahhh aaahh ngghhh.... oooohh, shit, shit,
sshh...FUCK, YESS... OOOOHHHHHHH!"
"Olin... Olin... Tante... Tante... aahh aahh nggghhh... FUCK, FUCK,
FUCK, CUM! I'M CUMMING, EAT THIS, EAT THIS, OLINNN.... HHHHOOHH...
HYAAAAAAHHH!"
Aku kembali menggelepar-gelepar diatas tubuh Vito, ketika Tante Indy
membenamkan dalam-dalam dildonya di pantatku. Shit, multi orgasme.
Haaah... aku... aku... pandangan mataku menggelap...
Lalu semuanya terlihat gelap gulita.
===
"Uuhh...."
Aku memegangi kepalaku yang terasa berat. Terlalu berat. Kepalaku serasa
dibebankan batu besar. Kubuka mata perlahan, dan seketika pandanganku
berputar-putar. Butuh sekitar beberapa menit untuk membuatku terbiasa
dengan kesadaran ini.
Oh, ini masih di kamar hotel. Kutengok sekeliling ruangan, sepi. Hanya
ada Tante Indy yang berbaring setengah telanjang dengan bagian bawah
ditutupi selimut, di sampingku.
"Udah sadar, sayang?" tanya Tante.
"Loh, emang... nngghh... Olin tadi kenapa?"
Tante Indy mengernyit sekilas, lalu tertawa kecil. "Kamu tadi pingsan loh. Enak banget ya, sampai ga kuat? Hihi."
Oh, damn. Tapi memang sih, tadi itu rasanya benar-benar dahsyat. Salah
satu seks terbaik yang pernah kualami. "Terus Nadine sama Vito kemana?"
"Mereka pamit pulang. Ada urusan pekerjaan, katanya. Oh iya," Tante Indy
merogoh tas mahal ajaibnya, tempat segala barang-barang mesum keluar,
lalu mengambil dompet. Dia kemudian menyerahkan sebuah kartu atm padaku.
Kartu baru. "Buat kamu. Nikmati nominalnya ya, sebelum pergi tadi Vito
udah transfer ke rekening ini. Makasih lho udah bantuin Tante, Lin."
"Oh," aku tertegun sejenak. Tapi akan kugunakan untuk apa ya uang di rekening ini? "Thanks Tante."
"One more, Lin..." Tante Indy menyibak selimutnya. Dan... astaga, dildo
berkepala ganda itu setengah bagiannya sudah terbenam di kemaluannya!
"Tante masih belum puas. Tapi, Tante ga puas kalau sendiri. Tante
ketagihan sama kamu. Jadi, sekarang... berhubung kamu udah bangun...."
Glek. Aku meneguk ludah. Rasanya, aku tak akan sempat berbelanja hari ini.
Tante Indy mendekatiku. Dia lalu memanfaatkan tubuhku yang masih lemas,
jadi leluasa membuka lebar pahaku. Aku hanya bisa memandang pasrah
dirinya yang mulai menempatkan ujung lain dildo ke bibir kemaluanku, dan
dalam sekali dorong maka...
"Hngghh..."
Dalam posisi bagai dua gunting yang beradu, Tante Indy membenamkan
dalam-dalam dildonya ke kemaluanku. Saling mengait, Tante Indy mulai
menggoyang pinggulnya, mengais kenikmatan bersamaku.
"Tante, ampun..."
"Ssshhh, Olin. Maaf ya, sampai Tante puas. Hihi~❤"
Selanjutnya, desahan dan erangan binal aku dan Tante memenuhi ruangan
ini. Dan aku tak tahu kapan semua penyiksaan nikmat ini akan berakhir.
Mmmhh... shit~ ❤
Home
Cerita Eksibisionis
Cerita Eksibisionis Olin
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Olin : Sluttylicious 4 | Scandal Part 2
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar