“Eh! Adeek! Apa-apaan sih? Bahaya tau! Lagi dijalan nih..”
“Biarin! Lagian kak Alya juga siih..”
“Eh, malah nyalahin kakak, tangan kamu tuh… Dasar, pantesan pengennya
duduk di belakang melulu, kakak udah kayak sopir kamu aja tahu nggak!”
“Hehe.. sopir yang cantik dan seksi. Aku bayarnya pake ngecrotin kakak..”
“Ngecrot.. ngecrot.. sembarangan aja. Emangnya kakak toilet apa
dipipisin terus pake peju adek? Iya?” tanya kak Alya dengan nada manja
dan imutnya.
“Iya kak, mauu.. kakak jadi toilet pribadi adek aja yah? Hehe..” Sambil
terus ngajak ngobrol cabul, aku yang suka memilih duduk persis di
belakang juga terus bergerilya mencoba menggerepe-gerepe tubuhnya dari
belakang. Tanganku yang satunya juga asik masuk ke dalam celanaku
mengelus-ngelus si otong.
“Hihihi.. bukannya dari dulu udah memang begitu yah? Makanya, cari pacar
donk deek..” ujar kak Alya sambil melepaskan tanganku yang singgah di
perutnya. Ya, berkali-kali aku mencoba menggerepe dia, berkali-kali juga
dia menepisnya.
“Gak mau.. maunya pacaran sama kakak aja, hehe..” kataku sambil tanganku
kali ini memegang buah dadanya yang hanya ditutupi kemeja tanpa
dalaman.
“Yee.. masa kakak sendiri dipacarin sih? Lagian kakak kan udah punya
pacar dek” dan lagi-lagi dia juga kembali menepis tanganku. Ugh!
“Tapi kak Alyanya juga tega sama pacar kakak.. bisa-bisanya waktu
teleponan sama mas Hendi kakak mau aja sambil digerepe-gerepe
temen-temenku, malah sampai dicrotin pula”
“Iya juga yah dek, hihih… teman-temanmu sih nakal. Tapi kok kamu gak
tolongin kakak sih? Kamu suka ya dek ngelihatnya?” tebaknya.
“Umm.. akuu..”
“Tuh kaan.. adek sukaa kaan?” godanya melirikku dari spion.
“Ah kak Alya!” jeritku malu mengakui. Walau ada perasaan sebal, tapi
entah kenapa aku memang malah menikmati pemandangan saat kak Alya
diperlakukan seperti itu. Karena seharusnya aku sendirilah yang bisa
menikmatii kakak kandungku ini, bukan orang lain, apalagi teman-temanku
itu.
Sambil coli dengan sebelah tanganku, tanganku yang lainnya kini mendarat persis di selangkangan kak Alya.
“Aduh, adeek! Tangannya kemana-mana tuuh? Kakak gak suka kalau di jalan
adek kayak gini ya!” katanya tegas sambil lagi-lagi menepis tanganku.
“Yaah, kak Alya..”
“Adeek.. ini kan lagi di jalan.. bisa bahaya lho”
“Iya, aku juga tau kaak..”
“Tuh kamu tau juga… Lagian bentar lagi kita sampai rumah kok… Awas
jangan coli di mobil! repot bersihinnya…” Duh, kok dia bisa tahu sih aku
juga lagi coli di belakangnya!?
“Iya deh iya…” Ugh! Kak Alya ini. Terpaksa kutunda dulu aksiku.
Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah aku benar-benar merasakan
kentang luar biasa, Kak Alya memang tidak suka apabila sedang membawa
kendaraan selalu ku ganggu seperti ini. Tapi siapa yang tahan kalau kak
Alya selalu menggoda terus. Dari nada suaranya ketika bicara denganku,
sangat berbeda ketika bicara dengan orang lain yang mengenal kakakku
dengan sopan dan baik. Kak Alya ketika bicara padaku selalu dengan nada
manja dan genit. Walau masih dengan menggunakan pakaian lengkap dan
jilbabnya, justru malah menambah keseksiannya ketika menggodaku. Aku
jadi ingin terus beronani karena dia. Untung persedian pejuku sangat
banyak, kalau tidak aku pasti sudah mati lemas tinggal bersama kakak
kandungku yang seksi ini. Tapi aku harap sih aku bisa dikasih lebih dari
sekedar hanya beronani. Semoga, hehe.
Kamipun sampai di rumah. Setelah membukakan pagar dan pintu garasi
dalam, aku cepat-cepat menutup pagar luar untuk segera memeluk kak Alya.
Aku merasa kentang dari tadi. Kakakku ini selalu membuatku kangen
setiap saat.
“Kak Alyaa!” aku menghambur memeluknya ketika kak Alya baru masuk dari
pintu dapur yang menyambung langsung dengan garasi dalam. Dan yang pasti
aku juga menempelkan dan menyelipkan penisku yang sudah menegang sedari
tadi ke sela-sela pahanya.
“Iih! Adek.. gak bisa apa biarin kak Alyanya istirahat bentar?” sambil
kak Alya melepas jilbabnya berusaha melepas pelukanku dari tubuhnya yang
harum. Aku baru sadar kalau kak Alya hari ini harum banget. Biasanya
dia juga selalu harum sih.
“Gak mau! Aku gemes sama kak Alya..”
“Hihihi.. gemes liatin kak Alya ngeladenin obrolan penjual ayam bakar
tadi yah dek?” godanya padaku mengingatkanku akan adegan tadi. Ketika
menjemputku pulang sekolah barusan ini kami memang memesan ayam bakar.
Kak Alya lagi-lagi bertingkah nakal dengan membiarkan putingnya yang
mengeras tanpa lapisan BH menyetak dari balik kemeja tipisnya sehingga
terpampang kemana-mana. Aku dapat melihat mata si penjualnya jelajatan
sambil menelan ludah berkali-kali.
“Kakak sih... untung di muka umum, coba ka-”
“.. coba kalau cuman berdua yah dek? Bukan cuma ngeladenin aja, malah
kakak jadinya ngelayanin nafsunya yang kayaknya udah sampai ke ubun-ubun
gitu, hihihi..” potong kakakku ini dengan nada centil. Ya ampun kak
Alya ini.
“Iya, kak Alya sih.. jadi kakak tuh nakal banget.. kak Alya perempuan nakal..” ledekku.
“Hush! Enak aja bilang kakak perempuan nakal!”
“Kakak sih… Pake nyuruh kirim ayam bakarnya kerumah lagi.. maksudnya apa coba?”
“Dari pada kelamaan nunggu, mending abangnya di suruh kesini kan dek? Hihihi..”
“Uugh.. kak Alya..” aku hanya bisa menjawab sambil terus menggesek-gesek
otongku di sela-sela paha kakakku yang makin menjepitku.
“Adeek.. pelan-pelan donk deek, gak sakit apa burung kamu? Kakak kan
masih pake celana jeans?” ujarnya sambil mendorong pelan tubuhku. Ku
pikir dia bakalan menyudahi aktifitas cabulku, tapi ternyata tiba-tiba
kak Alya melepaskan celana jeans dan membuangnya sembarangan ke lantai.
Ugh… melihatnya hanya mengenakan kemeja putih tanpa BH dengan rambut
tergerai sedada, celana dalam pink dan masih mengenakan kaos kaki aja
membuat penisku makin tak bisa kompromi. Kakakku ini memang baik, tapi…
nakal.
Akupun kembali menomplok punggung kakakku hingga kak Alya telungkup
tertindih badanku di atas sofa. Akupun melanjutkan kembali kesibukanku
yang tertunda barusan. Menggesek-gesekan si otong di selangkangan
kakakku. Pokoknya harus sampai ngecrot!
“Kak Alya..”
“Hmm...”
“Kak Alya inget gak kemarin waktu temen-temenku kesini?”
“Iya dek, kenapa emang?” bener-bener deh kakakku ini, santai banget
jawabnya, kayak ga ada kejadian yang berarti banget. Padahal mukanya
waktu itu udah disemprotin peju. Malah oleh teman-temanku sendiri.
“Kak Alya gak takut apa kalau mereka sampai kebablasan?”
“Ehmm, iya juga sih dek.. lagian adek juga sih pake bawa-bawa mereka kesini..”
“Kak Alya juga sih, nekat nantangin mereka terus..”
“Iya tuh, akhirnya kak Alya mandi peju mereka ya dek? Hihi... kalau sampai kebablasan, kira-kira kak Alya diapain aja yah dek?”
“Kalau sama mereka, aku gak mau ngebayanginnya kak, eneg!”
“Hihihi.. iya dek, jangan dibayangin deh.. apalagi sampai ngebayangin
kakakmu ini dientotin sama mereka, terus semua lubang Kak Alya abis
dijejalin sama penis hitam temen-temen adek itu..”
“Aku gak mau kak! Ugh..”
“Tapi dek kalau memang kejadian.. Kakak cuma bisa pasrah aja lho, hihihi..”
“Uugh! Stop kak Alya!” semakin berusaha tidak membayangkannya, justru
semakin cepat gesekanku pada vagina kak Alya yang masih terbungkus
celana dalam. Malah tiba-tiba muncul bayangan kakak kandungku yang
sehari-hari cantik dan rapi, dientotin secara brutal oleh ketiga temanku
yang jelek nan tidak rupawan alias dekil.
“.. Essshh.. Ugh, adek pelan-pelan donk.. kok malah makin ngebut sih?”
kak Alya kelihatan bingung denganku yang malah semakin bersemangat
menggeseknya. Bagaimana tidak, kak Alya membiarkanku berfantasi dirinya
sedang digagahi teman-temanku. Aku memang tidak rela, tapi rasa
penasaran ini justru membuatku semakin cenat-cenut atas bawah.
“MISII!” Teng-Teng-Teng.
Astaga! Tukang ayam bakarnya sudah datang! Duh, kentang lagi deh..
“Misii! Ayam bakaar!” teriak si tukang itu lagi dari luar pagar.
“Adeek, abangnya datang tuuh.. Essshh.. Udahan dulu donk..” kata kak
Alya sambil berusaha melepaskan diri dariku, tapi ku tahan karena aku
masih belum nyampe.
“Yaah, nanggung nih kak, masa aku kentang dua kali sih kak?”
“Terus.. kita ngga makan apa-apa donk siang ini?”
“Biarin! Aku makan kak Alya aja, hehehe..”
“Terus kakak makan apa donk? Makan punya abangnya? Gitu?”
“Hah?!”
“Udah ah! Kasihan tuh abangnya nungguin diluar” Ah, kak Alya, bukannya
kasihan padaku yang sudah kentang dua kali, malah kasihan sama si abang
itu. Akupun akhirnya nurut saja untuk melepaskan dia dari pelukanku.
Setelah kak Alya melepaskan diri dari pelukanku, diapun langsung
beranjak menuju pintu depan. Aku terperanjat melihatnya ketika kak Alya
sudah memegang gagang pintu depan. A-apa dia mau menemui tukang ayam
bakarnya dengan pakaian seperti itu?
Cuma pakai kemeja dan celana dalam saja!?
“Eh, kak! Tunggu!” panggilku sebelum dia membuka pintu. Dia melirik
padaku sambil senyum-senyum. Dia mau menyiksa otongku lagi! Ampun deh
kak Alya!
“Adeek.. kira-kira kalo abangnya lihat kak Alya cuman pakai ginian aja gimana yah? Hihihi...”
Belum sempat aku berkomentar tiba-tiba kak Alya sudah membuka pintunya
lebar-lebar. Maka tampaklah kondisi kakakku yang berpakaian minim itu
oleh orang asing itu. Seorang gadis cantik putih dengan paha terumbar
kemana-mana. Aku hanya bisa membayangkan isi kepala si abang yang pasti
bakal mesum.
“Bang! Masuk aja, pagarnya ngga dikunci kok..” kak Alya memanggil abang
itu dengan gaya imut dan manja. Apa sih maksudnya kak Alya? Gak takut
apa? Masa mengajak orang asing itu masuk ke dalam rumah? Dengan busana
seperti itu pula.
“Eh! I-iya neng..” Kelihatan banget si abang itu kaget melihat
penampilan kak Alya yang tadinya serba tertutup saat membeli ayam,
mendadak kini disuguhi pemandangan kak Alya yang seksi dan mengumbar
aurat.
“Kak Alya! Ngapain sih nyuruh dia masuk kesini?”
“Umm.. biar adek ga keterusan ngecrotin kakak melulu..”
“Ah, Kak Alya!”
“Hihi.. becanda adeek, lagian kasihan tau dek, abangnya kepanasan di
luar, sama kayak adek, tuh..” Kak Alya menunjuk ke arah penisku yang
masih menegang dari tadi. Entah karena melihat kak Alya, atau sensasi
membayangkan kakakku ini akan dilihat oleh si abang yang akan segera
masuk keruang tamu, yang jelas aku sudah mengenakan kembali celanaku.
Menghindari si abang melihat otongku yang menegang karena melihat
kakakku sendiri.
“A..anu, permisi neng.. ini.. ini ayam bakarnya.. hehe” ujar abang itu
saat sudah sampai di depan pintu. Akhirnya dia dapat melihat keadaan kak
Alya dari dekat. Si abang udah mulai kelihatan gelagapan melihat kak
Alya. Melihat dari tampangnya orang ini sepertinya sudah berumur empat
puluhan keatas. Udah tua masih aja jelalatan ngeliatin kakakku.
“Makasih yah, duduk dulu bang, pasti capek yah jauh-jauh kesini? Gak
susah kan cari alamatnya?” tanya kak Alya ramah dengan nada imutnya.
Lagian kak Alya aneh juga, masa iya pesan ayam bakar yang jauh banget
dari rumah, entah apalah maksudnya.
“Yah.. lumayan sih neng jauhnya..”
“Panggil aja Alya..”
“Oh.. I-iya, saya Pak Seno..” sambil menjulurkan tangannya dan
bersalaman, mata Pak tua ini terlihat seakan menelanjangi kakakku. Mulai
dari rambut, wajah, pentil yang tercetak di balik kemeja kak Alya, lalu
pahanya putihnya yang terekpos bebas itu. Sedang aku, hanya pasang
wajah tak suka pada orang ini.
“Neng Alya yang pesan tadi kan? Yang pakai mobil putih?”
“Iyah pak.. emang bapak lupa yah? Atauu.. bapak pangling yaah.. hihihi..”
“Hehehe.. beda aja sama yang tadi neng Alya, tadi kan bajunya non tertutup, sekarang terbuka semua gini... hehehe..”
“Iya nih bang, abisnya si adek nih, masa ngebet sama kakak kandungnya
sih bang? Sampai Alya harus pelorotin celana dulu, hihihi..”
Hah!? Duh, kak Alya kok malah buka-bukaan sih? Aku kan malu kak…
“Adik? Sama neng Alya?”
“Tiap haari bang, abis nih Alya di disemprotin terus sama pejunya si adik..”
“Hah?? Ehm.. Anu.. gak baik itu dik, jangan sama kakak sendiri..”
“Tuh, dengerin kata sih abang.. masa kakak sendiri dicabulin terus sih, makanya cari pacar sana..”
“Apaan sih kak Alya? Lagian kakak juga kalau pakai baju suka sembarangan..”
“Iya dik, adik cari pacar aja.. biar kakaknya sama yang lain deh, bukan
begitu neng Alya? Hehehe...” si abang yang merasa dikasih angin udah
mulai kurang ajar nih kayaknya. Ngomongnya udah merembet ke hal-hal yang
males kudengar.
“Maksudnya sama si abang, gitu? Hihihi.. enak aja yah!”
“Eh! Anu.. maksudnya.. gak gitu juga sih neng..”
“Hihihi.. becanda kali bang.. segitunya sampai gelagapan” kata kak Alya
sambil tertawa cekikian menutup mulutnya dengan gaya imut. Kakakku ini
apa-apaan sih, masa bercandanya begitu! Ugh, kak Alya!
“A-anu neng.. gapapa kok, hehehe.. abang sempat tegang ajah, hehe..”
“Bukannya tegang dari tadi yah bang? Hihihi..”
“Hah!?” aku dan si abang bersuara kaget bersamaan melihat tingkah nakal kak Alya.
Kalau caranya kak Alya memperlakukan tamu seperti ini, siapa juga yang
ga betah dan gak mau pulang-pulang. Melihat cara duduk si abang yang
udah mulai gak nyaman, seperti ada yang sudah mulai berontak. Sama
seperti otongku, yang sudah kentang dua kali. Rasanya ingin segera
mengusir si abang ini dan berguling-gulingan dengan kak Alya sampi abis
aku crotin semua badannya. Dengan penampilan kak Alya yang hanya
mengenakan kemeja, celana dalam pink, dan paha putihnya terpampang
kemana-mana, belum lagi gaya manja dan imut kak alya, tidak butuh waktu
lama untuk segera meledak dan mengotori badan kakakku seperti biasa.
Namun ditengah-tengah obrolan kak Alya dengan si bandot tua ini, aku
seperti mendengar deru mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumahku.
Saat kuintip dari balik jendela, sepertinya mobil taksi.
“Kak Alya! Kayaknya Papa deh yang datang?” panggilku ke kak Alya karena
panik. Soalnya kak Alya hanya mengenakan pakaian seadanya. Mana pernah
kak Alya sembarangan berpakaian begitu di depan orangtua kami. Papa Mama
mengenal kak Alya selama ini juga sebagai anak perempuan yang baik dan
sopan. Belum lagi ada pria setengah tua yang tengah mengobrol di ruang
tamu dengan kami. Aku yakin ini bukan pemandangan yang umum buat mereka.
“Oh? Ya udah gih, adek bukain dulu pagarnya..”
“Iya, tapi kak Alyanya ganti baju dulu kek!”
“Iya adeek, masa iya sih kakak ngebiarin Papa ngeliat kak Alya nerima tamu cuman pake ginian, iya gak bang? Hihihi...”
“Eh.. I-iya neng.. apa perlu abang yang milihin bajunya nih neng? Hehehe...”
“Eh? Tuh dek liatin deh, si abang mulai kurang ajar sama kakak, gak
sopan tahu! Ada juga Alya yang nawarin ke abang, bukan abang yang
nawarin diri, hihihi…” Adduuh! Apa sih maksud kak Alya? Gak takut apa
kalau diapa-apain sama orang ini? Udah tampangnya mesum, ngomongnya juga
udah mulai berani coba-coba kurang ajar.
“Kak Alya, buruan gih ganti baju!” suruhku lagi.
“Hihihi.. adek apaan sih kayak orang panik begitu. Ya udah, Alya tinggal dulu yah kedalam..”
Sambil menuju keluar aku melihat kak Alya pergi ke dalam kamarnya, dan
si abang masih duduk di ruang tamu. Entah bagaimana nanti aku
menjelaskan pada Papa, kenapa ada orang tua berkaos dan bercelana lusuh
sedang duduk di ruang tamu ini.
Saat aku membukakan pintu pagar, aku lihat Papaku tidak hanya sendirian, tapi juga bersama dengan Mama.
“Motor bebek siapa itu dek?” Papa bertanya padaku setelah keluar dari mobil taksi.
“Ohh.. gak tau juga.. tetangga kali Pa” jawabku sekenanya sambil mencium
punggung tangan Papaku. Kak Alya nih, nekat bawa-bawa orang kerumah.
Sengaja kali kak Alya, pengen bikin aku tersiksa kayak gini.
“Ooh.. ya udah, bantuin bawain koper Papa sama Mama ya?”
“Kakakmu mana dek? Nih, Mama bawain oleh-oleh buat temen-temennya di kampus..”
“La..lagi dikamar Ma.. abis pulang dari kampus sih tadi..” sambil cium
tangan Mamaku, jantungku berdebar tak karuan. Karena kami sedang menuju
ruang tamu. Apa kata mereka melihat ada orang tua tengah duduk disana
seorang diri?
Setelah menutup pagar dan masuk ke ruang tamu, aku malah lebih kaget
lagi. Orang tua itu sudah gak ada di ruang tamu! Pergi kemana dia?
Jangan-jangan!
“Mungkin lagi istirahat kali dek.. nanti kasi tau aja ya, Papa sama Mama datang.. Mama mau istirahat dulu yah..”
“Eeh.. iya kali yah Ma..” Entah kenapa aku menjawab Mama dengan nada ragu-ragu.
Sambil melihat mereka pergi ke kamar mereka, Aku mulai membantu
membawakan koper-koper Papa dan Mama. Jantungku terus berdebar dengan
kencang, bukan karena beratnya bawaan yang dibawa orang tuaku, tapi
membayangkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di rumah ini. Bila
memang si Pak tua tadi berbuat hal-hal yang mesum pada kakakku, apalagi
dengan kondisi ada Papa dan Mama di dalam satu rumah, ini benar-benar
kelewatan. Dan anehnya membuatku panas dingin membayangkannya.
Cukup lama juga aku membantu membawakan barang-barang sampai ke kamar
orang tuaku. Kini Aku harus memastikan betul kalau-kalau yang kutakutkan
itu benar-benar tidak terjadi. Walaupun sepertinya hal yang kutakutkan
kelihatannya terjadi. Badanku menjadi lemas.
Kak Alya yang terakhir kulihat pergi kekamarnya, dan mendadak Pak Seno
yang sudah tidak berada di ruang tamu lagi, aku hanya bisa membayangkan
kalau PakSeno ngga mungkin pergi kekamar mandi. Apalagi dalam waktu yang
cukup lama dari ketika aku menyambut Papa dan Mama, sampai selesai
membawa koper dan membuka kardus berisi oleh-oleh untuk teman-teman kak
Alya.
Baru saja sampai di depan pintu kamar kak Alya, tiba-tiba pintu kamar
terbuka perlahan, dan si abang tadi melongokkan wajahnya keluar.
Ternyata benar orang ini menyusul kak Alya kedalam kamar! Ngapain dia di
kamar kak Alya?!Apa yang sudah dia perbuat pada kakakku!
Begitu si abang melihatku, dia malah pasang tampang cengengesan..
“Hehehe.. jangan diambil hati yah dik, si neng juga yang
mancing-mancing, hehehe... misi yah” katanya sambil keluar kamar dan
berlalu melewatiku tanpa perasaan aneh sedikitpun. Entah kakakku habis
diapain aja di dalam dan kini dia mau pergi begitu saja? Tapi aku lebih
memikirkan keadaan kakakku sekarang, segera saja aku masuk kedalam untuk
melihat kak Alya.
Sesampainya di dalam, aku terpana melihat pemandangan yang tersuguhkan
di depan mataku ini. Aku melihat posisi Kak Alya sedang terlentang
dengan wajah menoleh ke arahku. Kak Alya masih menggunakan kemeja dengan
kancing yang terbuka semuanya, memperlihatkan buah dadanya yang putih
terpampang kemana-mana. Sedang celana dalamnya sudah tidak terpakai
lagi. Sambil mendekati kak Alya yang rambutnya tampak kusut dan wajahnya
merona merah padam, aku lihat kakakku sedang bernapas terengah-engah.
Membuatku semakin penasaran apa saja yang terjadi pada kak Alya,
terutama saat si Bapak itu bersamanya dalam satu ruangan. Jangan-jangan
Kak Alya..
“Kak? Kak Alya?”
“Apa adeek? Hihihi..” tanya kak Alya sambil memutar tubuhnya sehingga
kini dia berposisi telungkup. Dia juga memasang wajah imut. Bisa-bisanya
dia berekpresi imut begitu, padahal sekarang aku sedang panik bukan
main.
“Iih! Kakak kok sempet-sempetnya sih ketawa?” tanyaku sebal.
“Teruus.. kakak harus nangis? Gitu? Ngga ah..” kakakku menjawab sambil
bangkit duduk dari tidur telungkupnya. Kak Alya benar-benar seperti
menganggap hal ini bukan sesuatu yang besar. Kakakku benar-benar
perempuan nakal. Melihat posisi duduknya yang menyamping dan setengah
telanjang seperti ini, tiba-tiba pusing kepala bawahku kambuh lagi. Bisa
secepat ini kak Alya membuatku tegang? Apalagi dari tadi aku hanya
kebagian kentangnya saja.
“Kak Alya abis diapain sih sama bapak itu? Pake masuk kekamar kakak
segala..” tanyaku penuh rasa penasaran pada kakakku yang ternyata nakal
ini.
“Umm.. kak Alya habis diapain yah sama bapak itu? Menurut adek.. kakak
diapain donk?” Kak Alya malah menjawab dengan balik bertanya dengan gaya
manja dan imut. Duh, aku benar-benar ga kuat tiap kali kak Alya bergaya
seperti ini!
“Jangan-jangan.. kak Alya..”
“Hihihi.. mau kakak ceritain yaah? Adek keluarin aja burungnya, pasti
udah gak tahan kan dari tadi?” suruhnya seperti tahu apa yang ingin aku
lakukan. Aku pun tidak menunggu lagi untuk mengeluarkan penisku yang
sudah poll menegang sejak melihat kak Alya dalam pose awut-awutannya.
“Ayo kaak.. ceritaiin..”
“Hihi.. adek mukanya jelek banget kalo lagi mupeng, mending mupeng sama pacarnya, ini malah sama kakak kandungnya sendiri..”
“Kaak!” hardikku sambil memasang muka super memelas.
“Iya iya.. Adek inget kan waktu kak Alya tinggal ke dalam mau ganti baju, terus adek keluar buat bukain pagar?”
“Iya kak.. adek liat si bapak itu udah ngga ada di ruang tamu, dia nyusul yah? Kurang ajar tuh orang”
“Ummm.. engga juga sih dek, tapi…”
“Tapi apa kak?”
“Tapi kakak yang ngajak dia ngumpet di kamar, hihihi..”
“Hah?! Se..serius kak Alya? Jadi tadi..”
“Iya… Lagian kalau si bapak tadi masih di ruang tamu, adek gimana donk ngejelasinnya sama Papa Mama?”
“Ugh.. Iya sih kak.. tapi bukannya dia malah tambah kurang ajar kak?”
dadaku jadi bedebar membayangkan pria tua itu dan kakakku yang cantik
berduaan di dalam kamar. Aku penasaran apa saja yang sudah mereka
lakukan.
“Iya tuh dek, padahal udah kakak suruh jangan berisik, malah
grepe-grepein kakak, tua-tua nakal juga yah tuh bapak.. sama kayak adek,
hihihi... gak kebayang deh kalo tuanya adek kayak gitu” Sial nih kak
Alya, dulu disamain sama Pak Amin, sekarang sama si bandot tua yang
entah siapa namanya tadi sampai lupa aku saking kesalnya. Tapi
membayangkan kakakku digerepe-gerepe sama dia itu…
“Aduuh.. kak Alya sih nakal, pake minta dikirim segala ayam bakarnya.. uughh..”
“Hihihi... tapi adek kebayang ga sih? Kak Alya yang hanya berpakaian seperti ini, cuma berduaan dengan bapak tua seperti tadi?”
“Ugh.. iya kaak, si bapak itu pasti cabul terus bawaannya ya?”
“Hihihi.. iya tuh dek, kak Alya dicabulin terus loh dek.. Tahu nggak
dek, masa susu kakak diremes-remes.. nakal banget kan dia? Kak Alya
padahal udah bilang gak bakal keluar susunya..” sambil kak Alya memegang
susunya sendiri yang putih dengan puting coklat kemerahan itu, sungguh
pemandangan yang membuat darahku berdesir liar.
“Ah.. serius kaak?”
“Iya loh dek.. juga kalo adek tau nih.. mulut kakak jadi bau rokok, huhuu..”
“Hah? kok bisa gitu sih kak?”
“Mulut kak Alya habis diciumin sama bapak itu dek.. mana giginya kuning-kuning lagi..”
“Terus? Kak alya ladenin gitu aja?”
“Umm.. awalnya sih kakak nolak dek, tapi…”
“Tapi?”
“Tapi lucu juga ngeladenin si abang yang nafsunya udah ke ubun-ubun itu.. rasanya gimana gitu.. hihihi”
Duarr! Aku dibuat jantungan mendengar ucapan kakakku ini. Ternyata kak
Alya suka meladeni orang-orang yang ga jelas asal muasalnya, terlebih
lagi orang yang berantakan bentuknya. Ugh, kak Alyaku! Aku memang pernah
membayangkan kak Alya dientotin sama orang-orang yang ga berkelas
sedikitpun. Tapi mendengar kak Alya benar-benar menjalaninya.. Ini
benar-benar level baru dalam kehidupanku. Dan aku harus punya ekstra
koin untuk terus dapat mengikuti kelanjutannya. Atau aku akan game over
di tengah jalan..
“Adeek.. tau gak kakak tadi disuruh apa sama si abang tadi?”
“Hah? kak Alya disuruh apa?”
“Masa kakak disuruh merangkak di atas kasur.. terus kakak disuruh jadi kayak anjing, hihi..”
“Hah!? Kak Alya terus mau-mauan aja?”
“Hihihi.. abis lucu sih.. sekalian aja kakak bilang ‘Guk-guk’ ke si abang itu..”
“Ugh! Kak Alya tuh nakal banget sih.. aduuuh!” aku malah mempercepat
kocokan pada penis ku yang kentang dari tadi. Padahal kak Alya habis
dilecehkan sama si bapak tua itu.
“Habis gitu si abang malah kurang ajar tuh dek, manggil kakak jadi
‘anjing betina’, kalo kak Alya jadi anjing betina.. mungkin anjing
betina yang seksi kali yah dek? Hihihi..”
“Kakak jawab apa dipanggil kayak gitu? Kok makin kurang ajar tuh orang?”
“Hihihi.. kakak jawab, ‘Guk-guk’ lagi deh dek.. hihi..”
“Ugh.. kakak.. anjing betina nih..” ucapku ngeracau sambil makin menjadi-jadi mengocok penisku.
“Terus dek...” kata kak Alya kemudian.
“Terus apa kak?” tanyaku deg-degan menantikan apa yang akan dikatakan kakakku berikutnya.
“Adek mau tau? Tapi jangan marah ya… Habis itu tau-tau kak Alya sama si bapak itu dah kayak anjing lagi kawin deh dek..”
“Hah?! Jadi bener, kak Alya..”
“Ho’oh.. abang itu akhirnya ngen-tot-tin ka-kak…” katanya sambil mengerlingkan matanya dengan nakal.
Arrgh! Hal yang sedari tadi hanya bayangan saja ternyata terjadi
sungguhan. Tapi aku masih heran, kok kak Alya mau-mauan aja ngebolehin
dirinya dientot sama orang macam bapak tua tadi. Dan seperti biasa,
pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di kepala ini selalu dijawab
dengan kocokanku yang semakin cepat. Rasanya sudah mau meledak hanya
dengan membayangkan kak Alya dientot oleh si bapak tadi.
“Habisnya abang itu maksa sih dek…” ujar kak Alya. Aku pikir kak Alya
diperkosa, tapi dari nada dan ekpresi bicaranya jelas bukan. Dia
menikmatinya.
“Si abang itu kasar banget loh nggenjotin kakakmu ini..”
“Ugh, kak Alya liar..”
“Tau gak dek.. sambil dientot dari belakang, kakak cuman boleh jawab ‘guk-guk’ gitu dek”
“Ampun kaak.. ugh..” aku semakin tak kuat membayangkan Kak Alya meniru
suara anjing dengan imut. ‘Guk-guk’ yang disuarakan kak Alya justru
membuatku semakin panas dingin mendengarnya.
“Ya udah.. kakak jawab aja ‘guk-guk’, apalagi terakhir kak Alya udah
ngerasa kontolnya si abang berdenyut-denyut di dalam vagina kakak..”
“Ugh.. kenapa tuh kak?”
“Si abang bilang pengen nyemprotin pajunya di rahim kak Alya..”
“Ugh.. kakak jawab apa..?”
“Sambil kak Alya menoleh ke si abang, dengan senyum kakak jawab.. ‘guk’,
hihihi...” katanya sambil tertawa cekikikan dan tersenyum super manis
serta manja padaku.
CROOTTS!
Muncratan pejuku kini akhirnya keluar dari zona kentangnya. Mendarat
dengan bebas ke kemeja kak Alya, perutnya dari kancing yang sudah
terbuka lebar, dan sisanya di paha putih kak Alya yang seksi.
“Eeww.. kakak dikotorin dua kali dalam sehari.. adek! Kemeja kakak..”
“Iya kakakku sayang, janji deh Aldi cuci..”
“Nah gitu donk.. baru namanya adeknya kak Alya..” kak Alya mulai mengacak-acak rambutku.
“Kak?! Kakak tu habis diperawanin tau sama orang itu? Kakak ga khawatir apa?”
“Umm... Diperawanin sama si abang tadi? Ngga juga sih, hihihi..”
“Hah?! jadi kak Alya udah gak perawan? Ugh! Kakak nakal nih!”
“Hihi.. apaan sih adek nih? Penting ngga sih?”
“Ah, Kak Alya! Jadi udah sama mas Hendi yah?”
“Umm.. tau deh.. hihihi..”
“Iih! Kak Alya nih gangguin aja sukanya!”
Aku langsung melompat dan memeluk kak Alya hingga kami
berguling-gulingan di kasurnya yang aku sudah tidak ingat lagi terjadi
apa barusan. Aku sebal padanya, tapi aku sangat sayang pada kakakku yang
cantik dan seksi ini. Malah akhirnya membuatku gemas.
“Eh! Adeek, hihihi.. geli tau deek!”
“Biarin ah kak! Kak Alya jahat! Aku juga pengen donk ngentotin kak Alya, hehehe...”
“Adek! Lepasin kakak dulu donk deek.. hihihi, geli ah deek..”
“Gak mau ah kak!”
“Adeek.. inget yah.. kita tuh saudara kandung.. jadi pleasee yah? Jangan donk..”
“Iya sih kaak.. tapi aku gak tahan lihat kak Alya kayak begini..”
Sambil melepas pelukanku lagi untuk yang kedua kalinya semenjak siang
tadi, Kak Alya dengan senyum manis dan wajah menggoda merangkak
menjauhiku lalu tidur telungkup. Apakah kak Alya sengaja membuatku
tersiksa lagi?
“Adeek.. kakak lagi capek nih.. kakak tidur dulu yah?”
“Yaah kak! Kok adek ditinggal tidur sih?”
“Makanya cepetan donk.. hihihi..”
“Ugh! Kak Alya nih.. sukanya godain aku melulu..”
“Hihi.. dasar adek, kakak sendiri dicabulin terus.. awas aja kalo ngga cari pacar..”
“Hehehe.. males ah..”
“Aldi! Alya! lagi di kamar yaa?” terdengar suara panggilan dari balik pintu.
Kami saling pandang.
“Mama!”
---------------------
Sumber : Forum Semprot
Home
Alya
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Kakak Beradik : Petualangan Kakakku, Kak Alya 6
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar